Search This Blog

Sunday, July 14, 2013

PENGENALAN ULAR

PENGENALAN ULAR


Ular termasuk dalam Kelas Reptilia, merupakan hewan yang hidupnya melata, dan kebanyakan hidup di terestrial, dan termasuk dalam Ordo Squamata karena tubuhnya dikelilingi oleh sisik. Dalam penggolongan Subordo, ular masuk dalam kategori Ophidia (Serpentes) atau hewan tidak berkaki.
Untuk penggolongan dalam Familia ular dibagi atas 3 kelompok, yaitu :
1. Elaphidae (ular beracun yang tersebar di lima benua, kecuali Benua Eropa) contoh ular yang terkenal dari Familia ini adalah Cobra yang banyak tersebar di Asia Tenggara, di Benua Afrika (Mamba snake), di Benua Amerika (Coral snake).

2. Hydrophidae  (ular beracun yang hidup di perairan laut, tersebar di Asia Selatan dan Amerika tengah) ciri khusus yang dimiliki oleh ular ini adalah bentuk ekor yang menyerupai dayung. Ular ini memiliki panjang mulai dari 3 kaki (1 meter) seperti (Laticauda laticauda) hingga panjang 10 kaki (3 meter) seperti (Hydrophis spiralis). Ular laut ini jarang menyerang manusia, karena mereka memangsa ikan.
3. Boidae (ular tidak beracun, tersebar di dunia lama dan baru seperti Afrika, India, Indochina, dan Australia) contoh dari familia ini adalah Reticulatus atau Python  pada umumnya. Boa dan juga Anaconda (Amerika Tengah dan Selatan), dengan kata lain Familia ini merupakan kelompok Famili  ular-ular terbesar di dunia.
Dalam mengidentifikasikan seekor ular atau dalam upaya mengenal seekor ular perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1. Ciri Fisik Ular
a. Panjang Tubuh
Untuk mengetahui panjang tubuh keseluruhan, diukur panjang keseluruhan tubuh dimulai dari ujung moncong sampai dengan kloaka. Sedangkan untuk panjang ekor diukur dari kloaka sampai ujung ekor. Pada bagian kepala yang harus diamati antara lain tinggi kepala dan lebar kepala, untuk tinggi kepala diukur dari moncong sampai sisik ventral pertama, dan untuk lebar kepala digunakan jarak antar bagian luar kelopak mata. Tidak lupa juga dalam pengukuran diameter tubuh dan diameter ekor, untuk bagian diameter tubuh diambil lingkar tubuh yang paling besar, dan untuk diameter ekor juga diambil bagian yang paling besar.
Pengukuran morfometri (A Lebar kepala, B. Panjang kepala, C. Panjang tubuh, D. Diameter tubuh, E. Panjang ekor, dan F. Diameter ekor.)
b. Bentuk Ekor
Ular memiliki bermacam ragam bentuk ekor yang berbeda, kebanyakan dari bentuk ekor yang dimiliki merupakan teknik evolusi yang ular jalani dalam habitat yang di tempatinya. Bentuk ekor yang ular punyai yaitu: panjang dan meruncing, pendek (Ular Peliang), bercincin (Ular Derik), tumpul (Ular Welang), seperti dayung (Ular Laut).
C.  Sisik Ular
Sisik yang dimiliki oleh ular adalah sisik yang berkesinambungan antara yang satu dengan yang lainnya, sisik ini terbentuk atas lapisan tanduk dan pada masa-masa tertentu akan mengalami kematian, sehingga ular pada 2 bulan sekali akan mengalami pergantian kulit. Ular akan menanggalkan kulit lamanya dengan cara menggosokan moncongnya pada permukaan yang kasar. Dengan demikian, kulitnya akan menjadi longgar dan ular akan keluar dengan lapisan sisik yang baru.

Penampang bentuk sisik-sisik ular
Bentuk-bentuk sisik yang dimiliki seekor ular diantaranya yaitu bulat, memanjang, meruncing, dan berlunas, sisik di sini berfungsi sebagai lapisan tahan air dan sebagai penahan agar dirinya merasa tidak kering.
D.  Organ Dalam Ular
Di bawah sisik-sisik, daging, dan tulang terdapat organ-organ tubuh yang menopang kehidupan ular. Sebagian besar organ dalam seekor ular berukuran panjang dan ramping, sehingga muat di dalam tubuhnya yang memanjang. Organ-organ yang berpasangan, misalnya ginjal, ovarium, dan paru-paru terletak bersebelahan seperti pada kebanyakan hewan. Paru-paru kirinya sangat kecil dan kurang berguna paru-paru yang kanannya yang besar digunakan untuk bernafas.

E. Organ Pembau
Seperti hewan vertebrata lainnya, ular menggunakan bau, pandangan, dan bunyi untuk mengetahui keadaan di sekitarnya. Ular membaui melalui lubang hidung, yang dilengkapi dengan organ Jacobson, yaitu suatu cekungan di langit-langit mulut yang berfungsi “merasakan” udara sekitar. Seekor ular mengeluar-masukkan lidahnya untuk menangkap molekul bau dan memindahkannya ke organ Jacobson secara kimiawi (khemoreseptor). Organ Jacobson dilapisi sel-sel yang dapat menganalisa bau.

F. Sensor Panas
Selain mempunyai organ Jacobson beberapa jenis ular ada yang dilengkapi dengan lubang sensor panas (Pit Nose), yang letaknya berada di atas bibir. Lubang ini berfungsi sebagai pendeteksi panas tubuh, dilapisi selapis sel yang disebut thermoreseptor yang terhubung ke otak melalui saraf. Pesan yang disampaikan kepada otak adalah lokasi dan jarak mangsa berada. Ular yang biasa dilengkapi dengan Pit Nose ini biasanya tergolong dalam familia Viperidae dan sub familianya Crotalinae, dan ular dalam familia Boidae.

G. Cara Makan
Teknik makan pada ular merupakan teknik yang sudah mengalami modifikasi dengan sempurna, dalam hal ini teknik mereka untuk menelan mangsanya, bahkan sampai mangsa yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Teknik ini berkembang dikarenakan ular mempunyai ruas tulang belakang lentur yang terdiri dari sekitar 400 vertebra. Terkecuali vertebra ekor, semua vertebra tersebut mempunyai sepasang tulang rusuk. Bagian bawah tulang rusuk itu tidak menyambung sehingga dapat merenggang ketika ular menelan mangsa yang lebih besar. Selain itu sambungan rahangnya kendur sehingga mulut ular dapat terbuka lebar ketika menelan mangsanya.
H. Tipe Gigi
Ular juga memiliki gigi yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan membantu ular dalam menelan. Rahang bawah tempat tumbuh gigi pada ular tidak menyatu fungsinya agar makanan yang ukurannya besar dapat masuk dengan mudah, sehingga ular dapat memasukkan makanannya hingga ukurannya 3 kali ukuran kepalanya.
Tipe gigi yang dimiliki yaitu Aglyhpa (bentuk gigi besar atau sedang dan tidak ada gigi bisa), contoh: Sanca Kembang (Python reticulatus) dan Ular Pelangi (Xenopeltis unicolor), Ophistoglypha (bentuk gigi mempunyai bisa tetapi pendek dan terletak di bagian belakang rahang atas), contoh: Ular Terawang (Elaphe radiata) dan Ular Cincin Emas (Boiga dendrophila), Proteroglypa (bentuk gigi taring letaknya di rahang atas bagian depan dengan ukuran tidak terlalu depan dan beralur), contoh: Ular Cobra (Naja-naja putatrix) dan Ular Cabe (Maticora intestinalis), dan  Solenoglypa (bentuk gigi taring berukuran besar, panjang dan berbentuk kait, letaknya di bagian depan dan dapat dilipat ke belakang, dan sejajar rahang), contoh: Ular King Cobra (Ophiophagus hannah) dan Ular Bandotan Puspo (Vipera russeli).
Tipe taring yang dimiliki oleh ular digunakan juga sebagai alat untuk membela diri dan alat pembantu penangkap mangsa yang disertai oleh saluran bisa. Pembedaan tipe taring bisa pada ular dibedakan atas Proteroglypa dan Solenoglypa. Taring berwarna putih dengan selaput pembungkus taring yang berwarna putih agak tebal, guna melindungi mulut agar tidak terluka serta memudahkan ular untuk menelan mangsa. Selaput ini disebut juga (hymneglypha).

I. Bisa Ular  
Penggolongan bisa dibagi atas dua, yaitu Neurotoxin bagi ular yang memiliki Ordo Elapidae (kerjanya menyerang jaringan saraf, terutama sistem saraf pada pusat pernafasan). Gejala yang ditimbulkan bagi korban yang terpatuk akan merasakan pening, muntah, perasaan tidak enak, pada luka patukan 1-2 jam akan membengkak, atau pada umumnya akan terjadi necrosis (kelemayuh), jika tidak mendapat pertolongan maka korban akan langsung mati setelah mengalami keracunan berat. Yang kedua yaitu Hemotoxin bagi ular yang memiliki Ordo Viperidae (kerjanya merusak jaringan darah korban, utama pada sel-sel darah dan pembuluh darah). Gejala yang ditimbulkan bagi korban yang terpatuk akan merasakan pusing, mual, dan kadang diare. Pada bekas patukan terasa panas dan sakit, pembengkakan terjadi selama 30 menit sampai 1 jam, dan jarang terjadi necrosis, kecuali jika terpatuk di jari (Budhy, 1986).
Bisa atau venom yang dimiliki oleh ular dihasilkan oleh kelenjar yang terletak di dalam kepala yang juga berfungsi sebagai alat bantu dalam sistem pencernaannya, selain sebagai alat pertahanan diri. Bisa dikeluarkan melalui saluran yang ada di dalam taring untuk disuntikkan kepada mangsanya, dalam kasus yang lain Ular Cobra dapat menyemburkan bisanya sampai ketinggian 2 meter, dan biasanya diarahkan pada mata lawannya. Hal ini disebabkan karena ujung celah saluran bisa yang dimiliki oleh Ular Cobra jauh lebih kecil dibandingkan dengan ular berbisa lainnya seperti Ular Hijau (Trimeresurus alborabris).
Pergerakan Ular
Ular mungkin berevolusi dari kadal penggali liang yang kehilangan kaki-kakinya karena beradaptasi dengan kehidupan bawah tanah. Meskipun tidak berkaki, seekor ular dapat bergerak pada bermacam-macam tipe medan. Seperti halnya, ular dapat mencengkram tanah dengan kulitnya yang bersisik, ia akan mendorong tubuhnya sepanjang tanah dengan otot-ototnya yang melekat pada tulang rusuknya. Ada 4 macam cara ular bergerak, yaitu: Serpentin (ular bergerak maju dalam kurva berbentuk huruf “S” dengan sisi-sisi tubuh mendorong permukaan tanah yang tidak rata), Konsertina (ular memendekkan dan memanjangkan tubuhnya dengan ekor menambatkan tubuh), Linier (gelombang kontraksi otot menggerakkan tubuh ular ke depan dengan sisik-sisik perut mencengkram tanah), dan menyamping (kepala ular bergerak ke samping dan maju, diikuti bagian tubuh lainnya dengan jejak berbentuk batang yang jelas). Ular juga merupakan pemanjat dan perenang yang ahli. Beberapa jenis ular bahkan dapat meluncur di udara.

  1. 2.      Habitat Ular
Dalam hal habitat ular sudah mampu menyesuaikan morfologi tubuh maupun tingkah laku yang dipunyai, sehingga ular dapat ditemukan di segala macam habitat baik di darat (basah, berlumpur, maupun kering) sampai perairan. Tetapi pada umumnya, ular banyak ditemukan di daerah yang memiliki curah hujan tinggi, serta pengaruh dari iklim musiman yang ada.
Di Indonesia yang di dalamnya terdapat hutan hujan tropis, memiliki keragaman ular yang cukup tinggi sekitar 250 jenis ular, dan kesemuanya itu tersebar dengan merata di seluruh kepulauan Indonesia. Pada dasarnya ular memilih habitat sesuai dengan kecenderungan ketersediaan makanan, dimana tempat itu memiliki banyak cadangan akan makanan, maka ular akan senang dan dapat hidup dengan baik di sana. Sebagai contoh di Indonesia, ular banyak ditemukan hidup di daerah yang berdekatan dengan sumber air seperti sungai, misalnya Ular Pucuk (Ahaetulla prasinus). Hingga di semak-semak belukar yang berdekatan di pemukiman, misalnya: Ular Weling (Bungarus candidus), Ular Welang (Bungarus fasciatus), Ular Cobra (Naja sputatrix), Ular Sendok (Ophiophagus hanna), Ular Tanah (Calloselasma rhodostoma), dan Ular Gadung (Trimeresurus albolabris) (Tony et al, 1999).
Hutan yang menjadi salah satu habitat bagi ular memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus hidup ular. Diantaranya iklim umum di berbagai kawasan hutan, biasanya di semua kawasan memiliki hujan yang diselingi oleh dua kali periode kering selama beberapa minggu atau bulan. Maka kondisi lingkungan akan didominasi oleh tumbuhan epifit (yaitu yang hidup pada cabang-cabang dan batang-batang pepohonan tetapi tidak bersifat parasit) dan yang mencolok pada kawasan ini yaitu pepohonannya yang selalu hijau, dan ular yang selalu mendominasi kawasan ini adalah Ular Pyhton dan Ular Boa yang kebanyakan dari mereka menangkap mangsanya dengan cara membelit.
Beberapa tips untuk pencegahan terjadinya gigitan ular di lapangan:
  1. Waspada dengan keadaan sekeliling yang dimungkinkan adanya ular, dan perhatikan saat kamu melangkah atau duduk.
  2. Pakailah sepatu atau boot yang berbahan karet atau kulit.
  3. Pakailah celana panjang berbahan tebal.
  4. Hindari rumput yang tinggi, semak yang lebat dan tempat berbatu dengan tumpukan kayu di atasnya.
  5. Hindari berjalan di tempat gelap tanpa penerangan di malam hari karena banyak ular aktif dimalam hari, gunakan penerangan jika anda berjalan di tempat gelap.
  6. hati – hati jika anda tidur di tanah karena panas tubuh anda dapat menarik ular tanah dan ular coral.
  7. Jangan pernah keluar malam tanpa menggunakan alas kaki atau peneranganan.
  8. Jangan  pernah memasukan tangan atau kaki anda ke dalam lubang batu, kayu atau tanah, kemungkinan terdapat ular di dalamnya.
  9. Jika berhadapan dengan ular jangan lari lebih aman untuk berdiri diam atau mundur perlahan. Ular hanya butuh ruang untuk bergerak pergi ketika bertemu degan manusia.
  10. Jangan  menyiksa ular, mengganggu ular dapat memancing ular untuk menggigit.
  11. Jangan bermain – main dengan ular mati karena beberapa jenis ular dapat berpura – pura mati.
  12. Ular yang baru saja dibunuh untuk identifikasi perlakuannya atau memindahkanya harus menggunakan tongkat atau gloves untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Gejala dan Pertolongan Pertama terhadap Patukan Ular Berbisa
Patukan ular berbisa dapat menyebabkan si korban mengalami kematian sangat cepat akibat rasa panik terlalu tinggi, yang menyebabkan kerja jantung menjadi cepat untuk mengalirkan darah. Kenyataannya yang diharapkan adalah korban jangan mempunyai rasa cemas yang berlebih, karena sudah banyak temuan antivenom.
Gejala Patukan
Kematian akibat patukan ular pada prinsipnya adalah berupa kehancuran dan penghentian proses metabolisme sel. Metabolisme sel sangat membutuhkan oksigen (O2). Hakekat dari kerusakan yang diakibatkan oleh bisa ular yaitu merusak metabolisme sel dengan cara meghentikan supply oksigen. Hal ini berlaku untuk semua jenis bisa ular.
Pada dasarnya ular berbisa di Indonesia hanya terdiri dari 2 Famili, yaitu Famili Elaphidae dan Famili Viperidae. Dalam masing-masing Famili ular tersebut memiliki ciri bisa yang berbeda satu dengan yang lainnya, karena pada dasarnya Famili Elaphidae memiliki jenis bisa Neurotoxin dan Famili Viperidae memiliki jenis bisa Hemotoxin.
Korban akibat patukan ular dari Famili Elapidae mati karena terjadinya kelumpuhan saraf pada pusat pernafasan. Sedangkan korban akibat terpatuk ular berbisa Famili Viperidae mati karena mengalami kerusakan pada sel-sel darah merahnya.
Elapidae
(Neurotoxin)
Viperidae
(Hemotoxin)
Gejala Ringan:Pening, muntah (perasaan tidak enak), pada luka patukan 1-2 jam membengkak. Pada ular Welang dan Weling tidak terasa sakit. Umumnya terjadi Necrosis (kelemayuh). Pada tahap ini, korban tidak mati kecuali diteruskan dengan tanda-tanda keracunan bisa berat. Gejala Ringan:Pusing, mual, muntah kadang diarea. Pada bekas patukan terasa panas dan sakit, pembengkakan terjadi selama 30 menit sampai 1 jam. Pada bekas patukan rasanya sakit sekali dan jarang terjadi Necrosis, kecuali pada luka patuk di jari
Gejala berat:Timbul rasa kantuk yang hebat, demam, menurunnya kesadaran, nafas menjadi terengah-engah , sulit menggerakkan anggota badan, sulit menelan, berbicara kurang jelas, anak mata membesar, kelopak mata tertutup(Ptosis). Korban yang mengalami keracunan bisa berat ini harus segera mendapatkan suntikan antivenom. Kalau tidak korban akan meninggal, kebanyakan korban patukan ular golongan ini lebih cepat mengalami kematian. Gejala berat:Luka patukan menjadi bertambah besar, perasaan demam. Timbul rasa haus yang hebat. Timbul pendarahan pada gusi dan pembuluh darah di daerah bekas luka patukan. Jika korban disuruh mengeluarkan ludah (Sputum) dari paru-parunya, timbul bercak-bercak darah. Pembekuan darah mundur. Banyak mengeluarkan keringat, detak jantung makin melemah. Korban dengan tanda-tanda keracunan bisa berat ini harus secepatnya mendapatkan suntikan antivenom, kalu tidak korban akan meninggal.
Pertolongan Pertama
Ular mematuk umumnya karena terpaksa, karena kebanyakan dari ular (jenis apapun) jika bertemu manusia akan menghindar. Kejadian terpatuk ular logisnya adalah kecelakaan belaka, biasanya tidak kita duga dan sangka-sangka.
Prinsip pertama pertolongan pertama pada korban patukan ular adalah meringankan rasa sakitnya, dengan menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat tersebar ke seluruh tubuh, sebelum dibawa ke rumah sakit
Penggunaan torniket memang dianjurkan. Sejalan dengan perkembangan zaman, kini ada cara baru yang  lebih baik daripada menggunakan torniket, yaitu dengan pembalut dan penyangga. Idealnya pembalut dari kain tebal. Penggunaan pembalut ini bedasarkan pada eksperimen dan pengembangan dari penggunaan torniket, dipadu dengan pengetahuan dari cara menyebarkan bisa ular ke seluruh tubuh.
Penyebaran bisa keseluruh tubuh adalah melalui pembuluh lymph (kelenjar getah bening). Diharapkan dengan menggunakan pembalut, produksi dari kelenjar getah bening dapat dihambat. Selain itu penggunaan kayu dan penyangga dapat lebih nyaman sehingga pasien menjadi lebih tenang. Alat tersebut juga dapat dipakai sampai beberapa jam tanpa dibuka, sebelum diberikan pengobatan.
Luka patukan jangan sekali-kali diperlebar, sebab tindakan begitu bukan saja dapat mengundang bahaya infeksi, tetapi juga akan membuat pasien takut dan kemungkinan besar mendapat trauma jiwa. Dan jangan menghisap darah bekas luka patukan. Perbuatan ini tidak banyak mengurangi bisa yang masuk.
Kecemasan dan ketakutan korban menyebabkan peredaran darah  menjadi cepat. Keadaan ini dapat menyebabkan peredaran darah menjadi cepat. Keadaan ini dapat menebabkan bisa makin luas tersebar ke seluruh tubuh. Perlu diingat, tidak semua patukan ular berbisa meunjukkan tanda-tanda keracunan bisa, kemunginan saja bisa yang masuk tubuh berdosis rendah.
Pertolongan Langsung Terhadap Korban Patukan Ular Berbisa
  1. Jika terpatuk gunakan pembalut dengan kencang. Kalau tidak ada pembalut, dapat digunakan kain atau baju yang disobek-sobek menyerupai pembalut, sebagai ganti pembalut.
  2. Luka patukan jangan diapa-apakan, jangan dicuci atau diperluas lukanya.
  3. Balut seluas mungkin daerah yang terpatuk, usahakan gunakan kayu penyangga atau kain penggantung. Daerah yang terpatuk selalu lebih rendah dari jantung.
  4. Penting sekali meyakinkan  korban, bahwa kematian akibat terpatuk ular adalah jarang. Sekarang sudah banyak tersedia antivenom yang efektif untuk menetralisir bisa ular.
  5. Jangan izinkan korban meminum alcohol.
  6. Usahakan korban secepatnya dibawa ke rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
  7. Informasikan kepada dokter, kalau korban mengidap penyakit asma atau alergi terhadap obat tertentu, atau korban terlebih dulu mendapatkan antivenom. Hal ini sangat penting bagi dokter untuk menyiapkan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom.
  8. Usahakan ular yang mematuk dibunuh untuk diidentifikasi secara positif. Hal ini penting untuk menentukan pemberian obat antivenom yang Monovalent, agar hasilnya lebih cepat. Jika tidak ada pun tidak apa-apa, sebab sekarang sudah ada Polyvalent antivenom yang dapat menetralisir bisa dari berbagai jenis ular berbisa.
Langkah awal pengecekan secara umum
  • Pengecekan tanda-tanda vital tubuh, pernafasan dan denyut nadi normal atau tidak. Apakah terjadi shock atau tidak, biasanya terjadi kebingungan, kehilangan kesadaran.
  • Pengecekan luka
Lihat luka disekitar gigitan apakah terjadi kerusakan jaringan, apakah terjadi pembengkakan, melepuh atau tidak, perubahan warna disekitar luka (atau mempengaruhi bagian tubuh)
  • Efek Sistemik
Adanya perubahan sensasi pada kulit atau matirasa sbg tanda adanya racun neurotoksik. Pasien menunjukkan tekanan darah rendah, pendarahan (keluar darah dari pembuluh darah, baik di dalam tubuh maupun keluar melalui mulut,hidung,dubur,dsb.) dan pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Efek serius lainnya
Gangguan pembekuan darah, koma, gangguan kerja jantung, pembengkakan saluran pernafasan, gangguan akut pankreas, gagal ginjal.
  • Shock: pada umumnya disebabkan karena efek dari kekurangan darah karena banyak darah yang keluar dari luka gigtan, atau kesulitan pernafasan yang disebakan karena peningkatan jumlah cairan di paru-paru .

No comments: