Search This Blog

Thursday, April 25, 2013

Danau Laut Tawar di Aceh Tengah

Danau Laut Tawar di Aceh Tengah

TANOH GAYO Central Atjeh.

Keberadaan Danau Laut Tawar menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Ia merupakan objek wisata alam yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Danau ini menjadi sumber air yang dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, namun juga oleh masyarakat di kabupaten-kabupaten lainnya.
Beredar cerita tradisional masyarakat Gayo tentang ikan depik, bentuknya seperti ikan hias bertubuh ramping bersisik putih berkilau dengan ukuran sebesar jempol tangan yang hidup di Danau Laut Tawar. Ceritanya, depik berasal dari butiran nasi yang dibuang ke danau. Ia akan muncul ke permukaan pada musim tertentu, khususnya pada saat musim hujan. Sebelum musim tiba, gerombolan depik bersembunyi di selatan danau, di kaki Gunung Bur Kelieten. Depik merupakan sebuah anugerah Tuhan kepada masyarakat Gayo, meski terus-menerus dikonsumsi, ia tidak pernah habis.

Keistimewaan

Dua bukit yang mengapit danau ini, semakin memperlihatkan keindahan danau. Penyatuan perairan dan dataran memberi banyak sumber penghidupan bagi masyarakat, terutama di sekitar dataran tinggi Gayo. Sebutan laut karena luasnya seperti laut dan sebutan tawar karena airnya tidak asin. Air tawarnya menyimpan banyak flora dan fauna, salah satunya yang paling terkenal ialah ikan depik yang merupakan spesies ikan yang hanya ada di Danau Laut Tawar.

Di lokasi ini pengunjung dapat melihat masyarakat yang bercocok tanam dan memancing. Suatu aktivitas yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar danau. Komoditi unggulan yang ditanam di dataran tinggi Gayo antara lain, adalah kopi Gayo (kopi arabika) yang sangat terkenal di Jepang, kentang, markisa, tomat, cabe, jagung, dan sayur-sayuran. Hasil komoditi perkebunan yang cukup terkenal adalah jeruk keprok Gayo dan alpukat.

Lokasi

Danau yang teduh ini terletak di sebelah timur Kota Takengon, di dataran tinggi Gayo (1.250 meter di atas permukaan laut), Kecamatan Lut Tawar, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ia merupakan danau terluas di Propinsi Aceh dengan luas sekitar 5.472 Ha, panjang sekitar 17 km dan lebar 5,5 km.

Akses Menuju Lokasi

Akses menuju Takengon lebih mudah ditempuh melalui Kota Bireun. Ada sebuah terminal kecil tempat mangkal angkutan elf yang khusus ke Takengon. Lamanya perjalanan sekitar 5 jam dengan biaya kurang lebih sebesar Rp. 25.000. Selain dari Bireun, jalan alternatif menuju Takengon dapat juga ditempuh melalui Blang Kejeren dan Kutacane.

Harga Tiket

Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata ini tidak dipungut biaya.

Akomodasi

Tersedia satu buah kapal motor yang digunakan untuk membawa penumpang mengelilingi Danau Laut Tawar. Di sekitar danau terdapat tempat penginapan bagi para wisatawan yang ingin bermalam di lokasi itu.




GAYO Nusantara.

The Most Beautiful Lake in Indonesia : Danau Laut Tawar


The Most Beautiful Lake in Indonesia : Danau Laut Tawar


 
Danau Laut Tawar or Laut Tawar lake is one of tourist attractions in Indonesia. With two hills that flank the lake, you can see the beautiful scenery and feel the romantic  situation. That's why this lake become a pride of people who live around it.
 
Location:
Laut Tawar Lake is a lake and tourist area in Dataran Tinggi Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. The extent of approximately 5472 hectares with a length of 17 km and width of 3.219 km. The volume of water is approximately 2,537,483,884 m³ (2.5 trillion liters)
How to Reach:
Access to the Takengon more easily accessed through the City of Bireuen. There is a small terminal where gather minibus transportation called "elf", specifically to Takengon. It will take you about 5 hours.
Other alternative can also be reached via Blang Kejeren and Kutacane. 
 

Tiket Price:
Until now, it's free.
Accommodation:
There is one motor boat used to carry passengers around the lake.  
And you can easily find  places of accommodation for tourists who want to spend the night at that location.

What you can do:
Fishing, Swimming, Mingle with the local community or just Sight seeing around the lake.

What you can find and buy:
Some of commodity grown in this place are: the Gayo coffee (coffee arabica, which is very famous in Japan), potatoes, passion fruit, tomatoes, peppers, corn, and vegetables. You can also buy delicious fruit like Jeruk Keprok Gayo (Gayo tangerine) and avocados.

You can find only in this place:
There is a folklore about a kind of fish named Depik fish. Shaped like a slender ornamental fish with glistening white scales. Very small fish. The size only similar with your thumbs. And they're only found in this lake. People said, depik derived from rice grains are discharged into the lake. They will come to the surface at certain seasons, especially during the rainy season. 

Before the season arrives, crowds of depik hiding in the south of the lake, at the foot of Mount Bur Kelieten. Depik is a gift from God to the people Gayo, although continuously consumed, they've never runs out.

Guarantee:
You will not regret coming here...



Picture taken from:
http://fajriboy.multiply.com/photos/album/3/Danau_Laut_Tawar

Ini Dia Objek Wisata di Takengon

Ini Dia Objek Wisata di Takengon


Kota Takengon yang berada di dataran tinggi Gayo, merupakan kota tujuan wisata di Nanggroe Aceh Darussalam. Keindahan alamnya seperti tersembunyi karena berada di tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Untuk mecapai lokasi ini, bisa ditempuh dari dua wilayah, yaitu:

1). Banda Aceh, Dari terminal di banda aceh bisa dengan Travle [L300] dengan biaya sebesar 85.000 rupiah langsung ke takengon. Perjalanan kurang lebih sekitar 6-7 jam perjalanan.

2). Via Medan, dari polonia naik ojek atau taxi kearah jalan gajahmada, ongkos untuk Ojek Sekitar Rp. 25.000 – 30.000, dengan Taxi bisa mencapai Rp. 45.000 – 55.000. Dijalan gajahmada cukup banyak Perusahaan bus yang menyediakan jasa angkutan sampai Takengon. Biaya yang diperlukan untuk ke takengon dari medan sekitar Rp. 150.000. Perjalanan kurang lebih sekitar 12 jam perjalanan.

Objek wisata alam yang terkenal di Takengon adalah:

1. Danau Laut Tawar 
Danau Laut Tawar, yang menjadi kebanggaan masyarakat Takengon. Sebagian aktivitas masyarakat sekitar danau adalah sebagai nelayan. Ikan Depik [Rasbora Tawarensis], merupakan ikan khas danau laut tawar Aceh Tengah.

Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Takengon, mengunjungi dan menginap di sekitar Danau Laut Tawar.

Penduduk asli Takengon adalah Suku Gayo. Mereka merupakan keturunan dari Batak Karo di Sumatera Utara. Bahasa daerahnya pun berbeda dengan bahasa daerah penduduk Aceh pada umumnya. Kota Takengon berhawa sejuk dengan keindahan alamnya yang luar biasa, dan berada di kawasan dataran tinggi Gayo. 

Komoditi-komoditi unggulan yang dipasarkan di Kota Takengon adalah komoditi-komoditi yang berasal dari dataran tinggi Gayo, seperti kopi Gayo (kopi arabika) yang terkenal yang diekspor ke Jepang, Amerika dan Eropa, tomat, markisa, sayur-sayuran, jagung, cabe dan kentang. markisa, tomat, cabe, jagung, sayur-sayuran, jeruk keprok Gayo, alpukat, tembakau dan damar.

2. Batu Belah
Batu Belah (Atu Belah) Bahasa Gayo, Salah Satu Obyek Wisata yang ada di Kampung Penaron Kecamatan Linge Takengon Aceh Tengah.

Atu Belah bermakna batu belah. Legendanya sudah menjadi cerita rakyat, apakah Atu Belah ini fakta atau mitos belum ada yang bisa memastikannya, sebahagian masyarakat percaya kalau Atu belah tersebut benar benar ada dan sebagian masyarakat lainnya mengangap atu belah itu hanya cerita rakyat. 

Legenda Atu Belah itu menurut cerita yang berkembang di masyarakat, pada masa dahulu di desa Penerun Dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah, hidup satu keluarga miskin. Keluarga itu mempunyai dua orang anak, yang tua berusia tujuh tahun dan yang kecil masih kecil. Ayah kedua anak itu hidup sebagai petani, pada waktu senggangnya ia selalu berburu rusa di hutan.

Di samping itu, ia juga banyak menangkap belalang di sawah, untuk dimakan apabila tidak berhasil memperoleh binatang buruan. Belalang itu ia kumpulkan sedikit demi sedikit di dalam lumbung.

Pada suatu hari ia pergi ke hutan untuk berburu rusa, di rumah tinggal istri dan kedua anaknya, pada waktu makan, anak yang sulung merajuk, karena di meja tidak ada daging sebagai teman nasinya. Karena di rumah memang tidak ada persediaan lagi, maka kejadian ini membuat ibunya bingung memikirkan bagaimana dapat memenuhi keinginan anaknya yang sangat dimanjakannya itu.

Akhirnya si ibu menyuruh anaknya tersebut untuk mengambil belalang yang berada di dalam lumbung. (padahal sebelumnya siayah memesan kepada sang ibu jangan di buka lumbung yang berisikan belalang itu), Ketika si anak membuka tutup lumbung, rupanya ia kurang berhati-hati, sehingga menyebabkan semua belalang itu habis berterbangan ke luar.

Sementara itu ayahnya pulang dari berburu, ia kelihatannya sedang kesal, karena tidak berhasil memperoleh seekor rusa pun. Kemudia ia sangat marah ketika mengetahui semua belalang yang telah di kumpulkan dengan susah payah telah habis terlepas.

Kemudian, dalam keadaan lupa diri si ayah memotong sebelah (maaf) payudara istrinya, dan memanggangnya, untuk dijadikan teman nasinya. Kemudian wanita malang yang berlumuran darah dan dalam kesakitan itu segera meninggalkan rumahnya.

Dalam keadaan keputusasaan si wanita tersebut pergi ke hutan, di dalam hutan tersebut si ibu menemukan sebongkah batu, dengan keputusasaan si ibu meminta kepada batu untuk dapat menelannya, agar penderitaan yang di rasakanya berakhir.

Selepas itu si ibu bersyair dengan kata-kata, “Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu,” kalau diartikan dalam bahasa indonesia “Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa yang lalu. “Kata-kata” itu dinyanyikan berkali-kali secara lirih sekali oleh ibu yang malang itu.

Tiba-tiba suasana berubah, cuaca yang sebelumya cerah mejadi gelap disertai dengan petir dan angin besar, dan pada saat itu pula batu bersebut terbelah menjadi dua dengan perlahan-lahan tanpa ragu lagi si ibu melangkahkan kakinya masuk ke tengah belahan batu tersebut. Setelah itu batu yang terbelah menjadi dua tersebut kembali menyatu.

Si ayah dan kedua anaknya tersebut mencari si ibu, tetapi tidak menemukannya, mereka hanya menemukan beberapa helai rambut diatas sebuah batu besar, rambut tersebut adalah milik siibu yang tertinggal ketika masuk kedalam atu belah.

Kini atu belah sudah hilang populernya hal itu di buktikan masyarakat Gayo khususnya generasi sekarang masih banyak yang tidak tau cerita dari legenda atu belah dan di kwatirkan cerita rakyat ini dengan waktu berlalu makin hilang dengan sendirinya.

Tempat wisata atu belah sudah tidak terawat lagi dan para wisatawan pun tidak pernah lagi kesana, apakah karena jauh dari pusat kota takengon ataupun karena sudah tidak populer lagi di masyarakat.

3. Umah Edet Pitu Ruang
Rumah Adat Tujuh Ruang (Umah Edet Pitu Ruang) bahasa Gayo,  adalah peninggalan raje  Baluntara yang nama aslinya Jalaluddin sudah berdiri sejak pra-kemerdekaan. Rumah adat itu adalah bukti sejarah orang Gayo yang masih ada, tapi sayang tampaknya tidak ada yang peduli dengan peninggalan sejarah tersebut.

Rumah tua Umah Edet Pitu Ruang (Rumah Adat Tujuh Ruang) bukti sejarah orang Gayo tersebut letaknya di sebuah kampung pinggiran Danau Lut Tawar  tepatnya di Kampung Toweren, Kecamatan Laut Tawar Aceh Tengah siapa saja boleh melihatnya, tetapi rumah tesebut warnanya mulai pudar bahkan nyaris hilang dimakan waktu seakan akan tidak ada yang perduli, padahal rumah itu adalah bukti sejarah yang masih ada di Dataran Tinggi Gayo yang benar-benar asli peninggalan tidak seperti rumah adat di Linge dan Mess Pitu Ruang di Kampung Kemili Takengon yang hanya copyan dari bentuk aslinya.

Beberapa bagian lantai rumah adat tersebut sudah mulai lapuk. Begitu juga dengan 27 tiang penyangga dari kayu pilihan dan diukir dengan pahatan kerawang Gayo sudah mulai bergeser dan tidak lagi tegak lurus. Beberapa batu gunung dipakai sebagai alas tiang utama agar posisi rumah tetap stabil.

Beberapa warga (Petua Kampung) Toeren tersebut mengatakan saat kami wawancarai, Rumah adat Umah Pitu Ruang Toweren memang dibuat dari kayu pilihan. Diameter tiang penyangganya pun seukuran dekapan dewasa. Tidak diketahui tahun berapa rumah itu dibangun, tetapi menurut cerita, bangunannya sudah berdiri sebelum kolonial Belanda masuk ke Dataran Tinggi Gayo.

Umah Edet Pitu Ruang Gayo tersebut tidak mengunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu  dan  bermacam-macam ukiran di setiap kayu. Ukiran tersebut bentuk nya berbeda-beda, ada yang berbentuk hewan dan ada yang berbetuk seni kerawang Gayo yang di pahat khusus.

Walaupun tidak mengunakan paku tapi kekuatan rumah adat pitu ruang tersebut sangatlah kuat apalagi bahan kayu yang sangat bermutu pada zaman duhulu, tetapi bagaimana pun kuatnya tanpa adanya perawatan bangunan tersebut akan roboh dengan sendirinya di makan zaman.

Luas Umah Edet Pitu Ruang itu, panjangnya 9 meter dengan lebar 12 meter. Berbentuk rumah panggung dengan lima anak tangga, menghadap utara. Sementara di dalamnya terdapat empat buah kamar. Selain empat kamar, ada dua lepo atau ruang bebas di arah timur dan barat.

Semua sambungan memakai ciri khas tersendiri menggunakan pasak kayu. Hampir semua bagian sisi dipakai ukiran kerawang yang dipahat, dengan berbagai motif, seperti puter tali dan sebagainya. Di tengah ukiran kerawang terdapat ukiran berbentuk ayam dan ikan yang melambangkan kemuliaan dan kesejahteraan. Sementara ukiran naga merupakan lambang kekuatan, kekuasaan dan kharisma. Peninggalan Raja Baluntara, bukan hanya bangunan tua yang bertengger usang di Kampung Toweren Uken, tetapi aset bersejarah lain masih tersimpan rapi oleh pihak keluarga seperti Bawar.

Bawar adalah sebuah tanda kerajaan yang diberikan oleh Sultan Aceh kepada Raja Baluntara.
Selain Bawar yang masih disimpan oleh keluarga keturunan raja itu, ada piring, pedang, cerka dan sejumlah barang peninggalan yang sangat bersejarah. Di belakang rumah adat tersebut dahulunya ada rumah dapur di bagian Selatan yang ukurannya sama dengan ruang utama yang berukuran 9 x 12. Ruangan dimaksud telah hancur. Selain itu, juga ada mersah, kolam dan roda, alat penumbuk padi dengan kekuatan air yang semuanya juga sudah musnah.

Reje Baluntara merupakan seorang raja yang juga mengusai kawasan hutan sehingga disebut sebagai Reje Baluntara (raja belantara- red). Menurut cerita yang berkembang foto Reje Baluntara, ditemukan oleh salah seorang keluarga Reje Baluntara yang bekerja di Jakarta, almarhum Reje Amat Banta.

Dalam sebuah kesempatan ke Belanda, Reje Amat Banta menemukan foto Reje Baluntara yang dibuat oleh Belanda, kemudian dibawa pulang ke Takengon, kemudian dibuat lukisannya sesuai foto aslinya.

Sekeliling rumah pitu ruang tersebut pada tahun 1990 dubuat pagar kawat oleh Suaka Sejarah dan Peninggalan Purbakala Banda Aceh, kini rumah itu tidak lagi di tempati oleh keluarga reje baluntara.

4. Gua Putri Pukes
GOA Putri Pukes merupakan salah satu objek wisata di Kabupaten Aceh Tengah. Ceritanya diriwayatkan sebagai legenda antara mitos dan fakta.
Betul tidaknya legenda Putri Pukes, hingga sekarang belum ada yang bisa memastikannya. Gua Putri Pukes tempat legenda itu diceritakan, kini sudah menjadi tempat wisata, tetapi sangat di sayangkan gua tempat manusia yang menjadi batu itu sudah disemen dan ditambah-tambah sehingga tidak lagi alami.

Di dalam gua Putri Pukes tersebut terdapat batu yang dipercayai adalah Putri Pukes yang telah menjadi batu, sumur besar, kendi yang sudah menjadi batu, tempat duduk untuk bertapa orang masa dahulu, alat pemotong zaman dahulu.

Abdullah, penjaga gua, Batu putri pukes tersebut membesar karena kadang-kadang batu tersebut menangis sehingga air mata yang keluar tersebut menjadi batu dan makin lama batu tersebut makin membesar.

Sementara sumur besar kata Abdullah, setiap tiga bulan air di sumur tersebut kering dan tidak ada air nya, bila ada air orang pintar akan datang untuk mengambil air tersebut. Sedangkan kendi yang telah menjadi batu tersebut pernah dibawa oleh orang, tetapi dikembalikan lagi karena dilanda resah setelah mengambilnya. “Sedangkan tempat bertapa itu di gunakan oleh orang zaman dahulu untuk melakukan bertapa guna mencari ilmu dan alat pemotong (pisau) peninggalan manusia purbakala kata yang ditemukan di dalam goa putri pukes,” jelas Abdullah.

Tidak semua orang Gayo mengetahui cerita legenda Putri Pukes, sebagian dari orang Gayo itu mengetahui legenda itu tetapi tidak mengetahui bagaimana ceritanya. Menurut cerita dan informasi yang  dikumpulkan dari berbagai sumber yang mengetahui tentang legenda Putri Pukes.

Gua Putri Pukes terletak di sebelah utara, tepatnya di Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah Putri Pukes merupakan nama seorang gadis kesayangan dan anak satu-satunya yang berasal dari sebuah keluarga di Kampung Nosar, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah.

Suatu hari dia, dijodohkan dengan seorang pria yang berasal dari Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama Kabupaten Aceh Tengah (sekarang Kabupaten Bener Meriah). Pernikahan pun dilaksanakan, berdasarkan adat setempat.

Mempelai wanita harus tinggal dan menetap di tempat mempelai pria. Setelah resepsi pernikahan di rumah mempelai wanita selesai, selanjutnya kedua mempelai diantar menuju tempat tinggal pria. Pihak mempelai wanita diantar yang dalam bahasa gayo disebut ‘munenes’ ke rumah pihak pria ke Kampung Simpang Tiga Bener Meriah.

Pada acara ‘munenes’ pihak keluarga mempelai wanita dibekali sejumlah peralatan rumah tangga seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring, periuk dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Adat ‘munenes’ biasanya dilakukan pada acara perkawinan yang dilaksanakan dengan sistem ‘juelen’, dimana pihak wanita tidak berhak lagi kembali ke tempat orangtuanya.

Berbeda dengan sistem ‘kuso kini’ (kesana kemari) atau ‘angkap’. Kuso kini, pihak wanita berhak tinggal di mana saja, sesuai kesepakatan dengan suami. Sementara sistem ‘angkap’, adalah kebalikan dari ‘juelen’, pada sistem perkawinan ini, pihak lelaki diwajibkan tinggal bersama keluarga pihak wanita, disebabkan pihak wanita yang mengadakan lamaran terlebih dahulu.

Pernikahan ini juga disebabkan beberapa hal antara lain, mempelai pria sebelumnya meminta atau mengemis kepada wali mempelai wanita untuk dinikahkan dengan putrinya, dengan alasan sangat mencintainya. Sehingga sebagai persyaratannya, pihak pria harus tinggal bersama keluarga mempelai wanita.

Disinilah detik-detik terjadinya peristiwa sehingga nama Putri Pukes terkenal hingga sekarang, saat akan melepas Putri Pukes dengan iringan-iringan pengantin, ibu Putri Pukes berpesan kepada putrinya yang sudah menjadi istri sah mempelai pria. “Nak…sebelum kamu melewati daerah Pukes yaitu daerah rawa-rawa sekarang menjadi Danau Laut Tawar. Kamu jangan penah melihat ke belakang,”  kata ibu Putri Pukes.

Sang putri pun berjalan sambil menangis dan menghapus air matanya yang keluar terus menerus. Karena tidak sanggup menahan rasa sedih, membuat putri lupa dengan pantangan yang disampaikan oleh ibunya tadi. Secara tak sengaja putri menoleh ke belakang, dengan tiba-tiba putri pukes langsung berubah menjadi batu seperti yang sekarang kita jumpai di dalam Gua Putri Pukes. Apakah itu hanya mitos atau memang benar-benar terjadi, tetapi warga setempat percaya kalau cerita Putri Pukes itu benar ada.

Selain tempat-tempat wisata di atas masih banyak lagi tempat-tempat wisata yang terdapat di Takengon Aceh Tengah, seperti: Pantan Terong, Burni Kelieten, Gayo Waterpark, Loyang Datu, Gua Loyang Koro dll.
 
 
GAYO Nusantara.

Jeruk Keprok Gayo Mulai Langka

Jeruk Keprok Gayo Mulai Langka

www.serambinews.com on 10 July 2009, 10:23
TAKENGON – Sejak dua bulan terakhir, jeruk Keprok Gayo mulai langka di sejumlah pasar tradisional Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Padahal, jeruk ini merupakan komoditas kebanggaan masyarakat Gayo yang sudah memperoleh pengakuan dari Menteri Pertanian Republik Indonesia beberapa tahun lalu.
Menteri Pertanian RI sudah menetapkan Jeruk Keprok Gayo sebagai komoditas unggul nasional dan menjadi ciri khas dataran tinggi Gayo. Pedagang jeruk di Takengon, Inen Halimah (50), Kamis (9/7) mengatakan, jeruk Keprok Gayo mulai langka di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, padahal, jeruk keprok Gayo sangat diminati oleh para pelancong yang datang ke Kabupaten Aceh Tengah. Beberapa tahun sebelumnya, jeruk Keprok Gayo banyak dibudidayakan masyarakat Gayo, dan hampir setiap harinya, persediaan jeruk Keprok Gayo ada pada tempat usahanya.
“Setiap pendatang dari luar daerah yang berkunjung ke Takengon, selalu membeli jeruk Keprok Gayo sebagai oleh-oleh,” ujar Inen Halimah. Namun, beberapa bulan terakhir ini, kata Inen Halimah, tidak ada lagi petani yang menjual jeruk kepadanya, sehingga persediaan jeruk kebanggan masyarakat Gayo tidak ada sama sekali pada kiosnya. Kini, katanya, petani yang membudidayakan Jeruk Keprok Gayo hanya tinggal satu dua orang saja, dengan jumlah produksi yang terbatas.
Dalam sepekan, katanya, ia mengaku memperoleh jeruk Keprok Gayo sekitar 12 hingga 20 kilogram. Ia membeli jeruk Keprok Gayo dari seorang petani di Kecamatan Bebesen Aceh Tengah dan Pondok Baru Kabupaten Bener Meriah dengan jumlah terbatas. Harga jual Jeruk Keprok Gayo beberapa bulan lalu berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per kilogram.
Ia mengharapkan agar masyarakat Gayo dapat membudidayakan kembali Jeruk Keprok Gayo, sehingga tidak terancam kepunahan. Sebelumnya, jeruk Keprok Gayo banyak dibudidayakan para petani di Kampung Paya Tumpi Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah, sehingga dikenal dengan sebutan jeruk Keprok Paya Tumpi. “Sangat disayangkan, bila Jeruk Keprok Gayo hanya tinggal nama,” ujar Inen Halimah.(min)

JUAL KOPI GAYO ACEH – HARGA KOPI ACEH GAYO

JUAL KOPI GAYO ACEH – HARGA KOPI ACEH GAYO


Jual Kopi Gayo Aceh yang kami sangrai dengan profile khusus. Kopi Arabika dengan citarasa earthy sweet chocolate, heavy body dan fruity.
Anda bisa dapatkan dengan harga yang sangat spesial, hanya disini.

Harga

Rp 60.000, / 250 gram


Free Biaya Pengiriman

Spesial

Tersedia Green Bean & Roasted***
Kemasan foil dilengkapi dengan Valve.
Sangrai Profile Khusus.



Jual Kopi Aceh Gayo
Kopi Aceh Gayo
Siapa yang tidak mengenal kopi yang berasal dari dataran tinggi di daerah Aceh NAD. Kopi Aceh cukup terkenal di dunia sebagai salah satu kopi terbaik dunia, hal ini didukung oleh suburnya tanah didaerah ini. Kopi Gayo Aceh, memiliki citarasa dan aroma yang unik yakni spicy dan body dengan keasaman yang pas.

Karakteristik Kopi Gayo Aceh Yang Kami Jual Adalah :

  1. Jenis: Arabica (arabika),
  2. Proses: Semi washed,
  3. Aroma: Earthy sweet chocolate earthy caramely,
  4. Body: Heavy body low acid,
  5. Aftertaste: Pepper earthy fruity.

+(62) 0821-2256-4048

kopiluwak@pemenangsejati.com
0190427226

a/n SIVARAJA

Last Updates

Kopi Gayo, Nama yang Mendunia dan " Petani Miskin "

|

Kopi Gayo, Nama yang Mendunia dan Petani Miskin

Kopi Gayo (Lintas Gayo | Win Ruhdi Bathin)
 Kopi Gayo (Lintas Gayo | Win Ruhdi Bathin)

DALAM sebuah diskusi aktual bulanan yang digagas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh pada 28 Februari lalu, Dr Iskandarsyah Madjid,SE.MM selaku Direktur UKM Centre Univesitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh melontarkan sebuah pernyataan menarik, yakni bahwa kopi yang menjadi komuditas unggulan daerah Gayo, dan Aceh secara umum ternyata tidak mampu menjadi penambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi daerah penghasil.
Bagi saya yang awam tentang perkopian ini, langsung terlintas dibenak saya. Berarti kopi Gayo ini hanya menang namanya saja, namun tak ada membawa manfaat besar bagi daerah, baik sebagai sumber PAD maupun kepada petaninya.
Sementara diluar Gayo, orang terus berbicara tentang kopi Gayo yang terkenal sebagai kopi Arabika dengan kualitas terbaik di dunia. Bahkan, mengalahkan kopi Amerika dan Brazil sekalipun.
Gayo sebagai daerah kaya dengan hasil kopinya, namun daerahnya tetap miskin dan masyarakatnya tak berdaya akan kemegahan kopi yang dihasilkan dari lahan-lahan pertanian milik masyarakat. Kasarnya, jika boleh saya katakan, petani kopi masih terjajah dilumbung kopi.
Dari berbagai refrensi yang saya himpun, di Dataran Tinggi Gayo, perkebunan Kopi telah dikembangkan sejak tahun 1908. Kopi ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues. Ketiga daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luasan sekitar 94.800 hektar.
Masing-masing di Kabupaten Aceh Tengah 48.000 hektare yang melibatkan petani sebanyak 33.000 kepala keluarga (KK), Bener Meriah 39.000 hektare (29.000 KK) dan 7.800 hektare di Kabupaten Gayo Lues dengan keterlibatan petani sebanyak 4.000 KK.
Dari 66 ribu KK petani kopi ini, bisa dikatakan hanya 30 persennya saja yang bisa hidup baik, belum mapan atau sejahtera. Selebihnya, mereka laksana buruh dikebun sendiri.mereka para petani kopi ini bahkan terlilit hutang sana-sini ketika mulai mempersiapkan lahan kopi mereka sejak mulai penaman, perawatan hingga jelang masa panen.
Akhirnya, saat panen tiba, hasil penjualan kopi tersebut hanya bisa menutupi hutang-hutang mereka, plus sedikit simpanan yang mungkin hanya bertahan 2-3 ulan saja, setelah itu merekapun kembali telilit hutang disana-sini untuk memehuni kebutuhan hidup  sehari-harinya.
Kondisi petani miskin inilah, salah satu penyebab mengapa masyarakat Gayo tidak ada bercita-cita jadi petani kopi. Para anak-anak Gayo hanya sebagian kecil saja yang mau melanjutkan sekolah di jurusan pertanian di berbagai universitas, yang seharusnya mereka geluti agar nanti bisa menambah ilmu untuk bisa menjadi kopi yang handal.
Siklus kehidupan para petani kopi yang terasa teramat sulit bisa mapan atau sejahtera dari hasil kopinya, membuat anak-anak Gayo terkesan tidak bangga menjadi anak petani kopi di dataran tinggi Gayo. Bayangkan saja, andai para orang tua mereka bisa hidup layaknya petani kopi di Brazil yang pergi ke kebunnya dengan mobil mewah dan berpakaian rapi, mungkin kebanggaan itu akan pulih dan minat untuk menjadi petani kopi akan lebih besar lagi.
Petani Kopi.(Lintas Gayo | Khalis)
Petani Kopi.(Lintas Gayo | Khalis)
Kondisi petani kopi yang memprihatinkan ini, pernah terangkat kepermukaan saat media berusaha memberika advokasi akan kondisi petani kopi. Namun akhirnya kembali ternggelam, karena euporia keberhasial usaha yang dilakoni sebagian kecil pengusaha yang membesar-besarkan nama kopi Gayo, sehingga perhatian bagi para Petani kopi kembali tersingkirkan. Nasib mereka tetap seperti biasa, petani miskin di tengah kebesaran nama Kopi Gayo yang telah mendunia.
Realitas ini pernah tersaji sebagaimana dilansir Kompas.com (15/06/2012) dimana, terungkap bahwa sekitar 95 persen dari 700.000 petani kopi Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Provinsi Aceh, masih terbelit sistem perdagangan yang dikendalikan tengkulak atau tauke. Akibatnya, pendapatan petani tidak maksimal karena produknya dihargai lebih rendah dari harga pasar.
Hal ini seperti diakui, Suparjo (38), petani kopi yang juga transmigran di Desa Kampung Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Menurut Suparjo, dirinya terpaksa menjual hasil produksinya kepada tengkulak karena terikat utang yang nilainya hingga puluhan juta rupiah. ”Kami tidak mudah melepaskan diri dari tauke-tauke karena punya kewajiban membayar utang yang dipinjam pada tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Petani asal Wonogiri, Jawa Tengah, yang sudah 10 tahun tanam kopi, itu mengaku masih memiliki utang sekitar Rp 5 juta kepada seorang tengkulak asal Medan. Dia meminjam uang sekitar Rp 8 juta untuk modal tanam tiga tahun lalu. Itu sebabnya, Suparjo terpaksa menjual kopi petik Rp 17.000 per kilogram. Padahal, harga di pasaran Rp 20.000-Rp 22.000 per kg. Belum lagi, bunga yang dibebankan tauke cukup tinggi, yakni 5-10 persen per bulan.
Nasib serupa juga dialami Zulfikar (44), petani kopi lain di Desa Jamur Uluh, Kecamatan Wih Desam, menilai, tingginya ketergantungan kepada tengkulak membuat posisi tawar petani sangat rendah. Mereka harus menjual hasil panennya kendati pada saat itu harga kopi di pasaran sedang anjlok.
Dua sample tersebut, kiranya perlu dicarikan solusi bersama. Bagaimana caranya petani kopi juga bisa sejahtera, bersamaan dengan keuntungan besar yang diperoleh para pengusaha kopi di Gayo sekarang ini. Salah satu solusinya dengan mendirikan pabrik olahan yang refresentatif di kawasan Gayo. Dengan begitu, banyak matarantai yang bisa diputuskan dan harga jual petanipun tidak jauh dibandingkan harga jual olahan yang dihasilkan para pengusaha kopi yang berada di luar Gayo.
Sebab, selama ini banyak kopi asal Gayo akan berganti nama atau tetap memakai nama Gayo, namun di jual bahkan di ekspor dari luar Aceh. Berapa kerugian daerah selama ini dalam kondisi demikian? Andai saja di Gayo, ada pabrikan yang mampu mengolah hasil kopi rakyat, banyak keuntungan yang diperoleh baik daerah sebagai PAD maupun lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Sebagai gambaran, bisa dilihat dari pernyataan Ketua Forum Fair Trade Asia Pasifik, Mustawalad yang mengikuti pameran kopi di Oregon pada tahun lalu. Dimana menurutnya, harga kopi Gayo merupakan yang termahal di AS, sehingga posisi pasar turun dari empat pada 2010 menjadi lima pada 2011.
“Meski peringkat kopi Gayo turun di pasar Amerika Serikat, namun jumlah yang dipasarkan meningkat 11 persen,” jelasnya. Dia menyebutkan, kopi Brazil atau Kolombia asal Amerika Latin hampir setengah harga dari kopi Gayo. Kopi Amerika Latin dibandrol 3,5 sampai 4 dolar AS/kg atau sekitar Rp 32.000 sampai Rp 37.000/kg.
Sedangkan kopi Arabika Gayo 7,2 sampai 8 dolar AS/kg atau sekitar Rp 67.000 sampai Rp 74.000/kg. Dia menilai, kopi Gayo memiliki cita rasa khas dibandingkan dari negara lain, sehingga harganya lebih mahal. “Kopi Gayo merupakan kopi khusus (specialty) dengan skor cupping test di atas 80,” jelasnya.
Bayangkan saja, harga kopi yang dahsyad tersebut, kebanyakan diekspor ke luar Gayo hanya bermanfaat kecil bagi petani kopi. Masyarakat mungkin sudah sangat puas, dengan hasil selama ini, yang penting dapurnya tetap ngepul dan anak-anaknya bisa sekolah. Sebab, kecendrungan dalam satu decade terakhir ini animo orang tua anaknya bisa sekolah sangat tinggi, namun dikuliahkan anaknya itu bukan sebagai penerusnya sebagai petani kopi yang sukses, tapi hanya berharap kelak jika sudah selesai kuliah bisa menjadi kerani alias PNS.

Jenis-jenis kopi

Jenis-jenis kopi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Peta produksi kopi: r untuk C. robusta, a untuk C.arabica, and m untuk kedua spesies
Varietas kopi merujuk kepada subspesies kopi. Biji kopi dari dua tempat yang berbeda biasanya juga memiliki karakter yang berbeda, baik dari aroma (dari aroma jeruk sampai aroma tanah), kandungan kafein, rasa dan tingkat keasaman. Ciri-ciri ini tergantung pada tempat tumbuhan kopi itu tumbuh, proses produksi dan perbedaan genetika subspesies kopi.

Daftar isi

Varietas kopi arabica

Kopi dari spesies Coffea arabica memiliki rasa yang kaya daripada Coffea robusta. C. arabica memiliki banyak varietas. Tiap varietas memiliki ciri yang unik. Beberapa varietas yang terkenal meliputi:
  • Kopi Kolombia (Colombian coffee) - pertama kali diperkenalkan di Kolombia pada awal tahun 1800. Saat ini kultivar Maragogype, Caturra, Typica dan Bourbon ditanam di negeri ini. Jika langsung digoreng, kopi Kolombia memiliki rasa dan aroma yang kuat. Kolombia adalah penghasil kopi kedua terbesar di dunia setelah Brasilia. Sekitar 12% kopi di dunia dihasilkan di negara ini
  • Colombian Milds — Varietas ini termasuk kopi dari Kolombia, Kenya dan Tanzania. Semuanya adalah jenis kopi arabica yang telah dicuci.
    Biji kopi yang belum digoreng dari varietas C. arabica
  • Costa Rican Tarrazu — dari (en)"San Marcos de Tarrazu valley" di pegunungan di luar San José, Costa Rica.
  • Guatemala Huehuetenango — Ditanam di ketinggian 5000 kaki di bagian utara Guatemala.
  • Ethiopian Harrar — dari Harar, Ethiopia
  • Ethiopian Yirgacheffe — dari daerah di kota Yirga Cheffe di provinsi Sidamo (Oromia) di Ethiopia.
  • Hawaiian Kona coffee — ditanam di kaki pegunungan Hualalai di distrik Kona di Hawaii. Kopi diperkenalkan pertama kali di kepulauan ini oleh Chief Boki. Ia adalah gubernur Oahu pada tahun 1825.
  • Jamaican Blue Mountain Coffee — dari Blue Mountains di Jamaika. Kopi ini memiliki harga yang mahal karena kepopulerannnya.
  • Kopi Jawa (Java coffee) — dari pulau Jawa di Indonesia. Kopi ini sangatlah terkenal sehingga nama Jawa menjadi nama identitas untuk kopi.
  • Kenyan — terkenal karena tingkat keasamannya dan rasanya.
  • Mexico - memproduksi biji kopi yang keras.
  • Mocha — Kopi dari Yemen dahulunya diperdagangkan di pelabuhan Mocha di Yemen. Jangan disalahartikan dengan cara penyajian kopi dengan coklat.
  • Santos - dari Brasilia. Memiliki tingkat keasaman yang rendah. (en) [1]
  • Sumatra Mandheling dan Sumatra Lintong — Mandheling dinamakan menurut suku Batak Mandailing di Sumatra utara di Indonesia. Kopi Lintong dinamakan menurut nama tempat Lintong di Sumatra utara.
  • Gayo Coffee — berasal dari Dataran Tinggi Gayo — Gayo adalah nama Suku Asli di Aceh — yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
  • Sulawesi Toraja Kalosi — Ditanam di daerah pegunungan tinggi di Sulawesi. Kalosi adalah nama kota kecil di Sulawesi, yang merupakan tempat pengumpulan kopi dari daerah sekitarnya. Toraja adalah daerah pegunungan di Sulawesi tempat tumbuhnya kopi ini. Kopi dari Sulawesi ini memiliki aroma yang kaya, tingkat keasaman yang seimbang (agak sedikit lebih kuat dari kopi Sumatra) dan memiliki ciri yang multidimensional. Warnanya coklat tua. Kopi ini cocok untuk digoreng hingga warnanya gelap. Karena proses produksinya, kopi ini dapat mengering secara tidak teratur. Walau demikian biji yang bentuknya tidak teratur ini dapat memperkaya rasanya.
  • Tanzania Peaberry — di tanam di Gunung Kilimanjaro di Tanzania. "Peaberry" artinya biji kopi ini hanya satu dalam setiap buah. Tidak seperti layaknya dua dalam satu buah. Ini biasanya tumbuh secara alami pada 10% dari hasil panen kopi.
  • Uganda - Meskipun sebagian besar penghasil kopi robusta. Ada juga kopi arabika berkualitas yang dikenal sebagai Bugishu. (en) [2]
  • Kopi Luwak- salah satu varietas kopi Arabika dan Robusta yang telah dimakan oleh luwak kemudian dikumpulkan dan diolah. Rasa dan aroma kopi ini khas dan menjadi kopi termahal di dunia.

Campuran

Biji kopi biasanya dicampur untuk keseimbangan rasa dan kompleksitas aromanya. Salah satu campuran tradisional yang tertua adalah Mocha-Java, terdiri dari biji kopi yang sama namanya. Rasa coklat yang khas sangatlah cocok dengan Cafe mocha, yang merupakan minuman kopi yang dicampur dengan coklat. Saat ini campuran Mocha-Java biasa dicampur dengan varietas lainnya untuk menciptakan ciri khas yang unik. Banyak perusahaan kopi yang memiliki campurannya tersendiri.
Beberapa biji kopi sangatlah terkenal dan oleh sebab itu memiliki harga yang lebih mahal dari biji kopi lainnya. Jamaican Blue Mountain dan Hawaiian Kona mungkin adalah contoh yang baik. Biji kopi ini sering dicampur dengan biji kopi lainnya yang tidak seberapa mahal dan dengan itu nama campuran ini disebut blend (seperti "Blue Mountain blend" atau "Kona blend"), walau hanya sedikit biji kopi dari jenis itu yang digunakan.

Varietas kopi robusta

Salah satu varietas kopi robusta yang terkenal adalah kopi luwak dari Indonesia dan Kape Alamid dari Filipina. Biji kopi ini dikumpulkan dari musang luwak. Kopi ini memiliki rasa yang khas.

Pranala luar

KOPI GAYO COFFEE

Monday, January 14, 2013

Minum Kopi Massal 50 Ribu Orang di Bener Meriah Masuk Rekor MURI

 REDELONG  - Minum opi massal sebanyak 50 ribu plus 1 orang dan pagelaran kesenian Didong sebanyak 2.013 peserta memecahkan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Penyerahan plakat MURI tersebut berlangsung pada penutupan Pacuan Kuda Tradisional Gayo di Lapangan Sengeda, Rembele Kecamatan Bukit, Bener Meriah, Minggu 13 Januari 2013.

Acara tersebut dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah untuk memperigati Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Bener Meriah yang ke 9. Penutupan acara tersebut juga dihadiri oleh Menteri Pembagunan Daerah Tertinggal, Helmy Faishal Zaini, Anggota DPR RI Nova Iriansyah, Asisten Ekonomi dan Pembagunan Setda Aceh, Said Mustafa dan Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.

Pihak Muri langsung menyerahkan piagam penghargaan kepada Bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani, karena telah memecahkan rekor Muri minum kopi massal sebanyak 50 ribu plus 1 orang dan pagelaran kesenian Didong oleh 2.013 peserta yang langsung disaksikan oleh Menteri Pembagunan Daerah Tertinggal.

Penutupan pacuan kuda tradisional gayo tersebut dimeriahkan oleh berbagai kesenian seperti Didong, Saman, Seudati, Kuda Kepang yang disaksikan oleh puluhan ribu pengunjung.[] (ihn)

Sumber: http://atjehpost.com

Tuesday, January 01, 2013

Apa Rahasia Kopi Indonesia dan Kopi Gayo?

TEMPO.CO , Jakarta--Jika benar kopi Gayo kini memiliki cita rasa beragam dan semakin baik dalam 2-3 tahun terakhir seperti yang dikatakan Adi Wicaksono Taroepratjeka, seorang Q grader--ahli uji rasa kopi, lalu apa yang menyebabkan itu terjadi?

Faktor tanah dan lingkungan sekitar memang amat menentukan, tapi itu saja tak cukup. Munculnya multirasa kopi spesial Nusantara ini ternyata dipicu oleh pengolahan kopi pasca-panen yang berbeda. Dan itu disebabkan oleh Internet. Bagaimana bisa Internet mempengaruhi rasa kopi? Koran Tempo edisi Ahad, 18 November 2012 mengulas soal kopi premium di Indonesia.

Dulu, perdagangan kopi selalu memakai perantara. Kopi dibeli oleh tengkulak, dikumpulkan di gudang, dijual ke makelar luar negeri, seperti Singapura, baru ke perusahaan pengolahan kopi di berbagai negara. Kini, setelah ada Internet, para pengelola kopi luar negeri banyak yang potong kompas, mendatangi langsung para petani di desa-desa Indonesia.

Adi melihat, mata rantai penjualan kopi yang kian pendek merupakan faktor penyebab terjadinya multirasa kopi Indonesia tersebut. “Buyer bisa meminta perubahan pengolahan kopi pasca-panen,” kata Adi. Akibatnya, beda petani, beda kebun, akan bisa berbeda rasa kopinya, tergantung bagaimana pengolahan pasca-panennya. Sebelumnya, kata Adi, petani umumnya hanya mengenal satu cara pengolahan, yakni proses natural. Petani memetik buah kopi kemudian langsung menjemurnya hingga kering.

Kini ada banyak alternatif pengolahan. Ada yang dicuci bersih baru dijemur; dicuci lalu dijemur setengah kering dan terus digiling. Ada juga yang menginginkan fermentasi yang tiga kali lebih lama (3 x 12 jam). “Setiap metode pengolahan akan menghasilkan karakter rasa yang berbeda-beda,” ujar Adi.

Adi mengaku belum bisa memastikan apakah kian kayanya cita rasa kopi Indonesia ini memberi keuntungan ataukah kerugian dalam jangka panjang. Misalnya, berkaitan dengan penerapan standar kualitas kopi. “Ini memang menyangkut quality control,” kata Adi.

Spektrum rasa yang sangat beragam ini, menurut Adi, bisa dibilang hanya terjadi di Indonesia. Negara penghasil kopi lainnya, seperti Brasil dan Ethiopia, mempunyai pakem pengolahan kopinya. Apalagi, di Brasil, produsen kopi umumnya adalah perkebunan pribadi milik keluarga kaya sehingga rasa cenderung seragam. Keseragaman ini bisa dikatakan sebagai hasil quality control yang bagus, tapi bisa juga ditafsirkan sebagai kemiskinan cita rasa.

Yang pasti, menurut Adi, beragam cita rasa itu membuat kopi Indonesia bisa memenuhi banyak pasar. Bisa masuk ke pasar Amerika, Jepang, Korea, yang selera rasanya berbeda-beda. Adi mencontohkan, PT Perkebunan Nusantara XII di Jawa Timur punya kebun-kebun kopi yang dikhususkan untuk kawasan tertentu. Ada kebun khusus untuk Italia, Amerika Serikat, dan Jepang.


IQBAL MUHTAROM | ISTIQOMATUL HAYATI | MAHBUB DJUNAIDY (JEMBER) | HIMAS PUSPITO PUTRA (TORAJA) | KETUT EFRATA (BANGLI)

Sumber: http://www.tempo.co

Industri Pariwisata adalah Perang, Siapkah Aceh Tengah Ikut Bertempur?

 Oleh : Win Wan Nur*

SEHARIsetelah pelantikan Nasaruddin sebagai Bupati Aceh Tengah untuk periode kedua. Lintas Gayo menurunkan berita tentang rencana Nasaruddin untuk memfokuskan masa jabatannya yang kedua ini untuk mengembangkan Pariwisata.

Ini tentu sebuah berita bagus yang perlu kita sambut dengan gembira. Sebab Pariwisata adalah salah satu industri terbesar di dunia, yang mendatangkan uang tunai (cash) yang selalu menimbulkan DAMPAK EKONOMI MULTI GANDA.

Bayangkan bagaimana dampak ekonomi langsung, dampak ekonomi tak langsung, dan dampak ikutan yang menggerakkan UMKM dan ekonomi rakyat Aceh Tengah. Seandainya pemerintahan Nasaruddin mampu mendatangkan 100.000 wisatawan saja per tahunnya dan masing-masing wisatawan menghabiskan uang 1 juta rupiah saja. Tentu saja itu sebuah bayangan yang indah.

Tapi perlu kita ketahui bersama, bahwa mengembangkan pariwisata dan mendatangkan turis ke tempat kita tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Mengapa?, karena ketika bicara tentang industri pariwisata berarti kita sedang bicara tentang sebuah industri yang sangat kompetitif dengan tingkat persaingan yang sangat tinggi dan ketat. Karena itulah keputusan untuk terjun ke industri pariwisata bisa diibaratkan seperti keputusan untuk turun berlaga ke dalam sebuah perang besar yang melibatkan banyak orang. Siapapun yang berencana melibatkan Aceh Tengah dalam industri pariwisata, harus menyadari bahwa bukan hanya Aceh Tengah tapi hampir semua daerah di dunia tergiur mengembangkan industri tanpa asap ini. Itu terbukti dari ada begitu banyaknya tempat berlibur di dunia. Di planet ini ada puluhan ribu tujuan wisata mulai dari tempat, fenomena alam, kota, museum, kapal pesiar, atraksi sampai resort wisata artifisial yang semuanya bertarung habis-habisan untuk menarik perhatian wisatawan.

Karena itulah ketika Nasaruddin benar-benar serius ingin membawa Aceh Tengah masuk dan sukses di industri ini, tentu saja Nasaruddin harus membuat Aceh Tengah siap berperang, bertarung dan bertempur dengan semua pesaing yang ada. Tanpa kesiapan itu, bisa dipastikan Nasaruddin hanya akan menghamburkan dana APBD tanpa hasil apapun yang bisa dipertanggung jawabkan kepada warga.

Tanpa perencanaan yang jelas dan matang, hampir bisa dipastikan promosi pariwisata akan berakhir seperti melempar garam ke laut. Contohnya seperti pembuatan Graffiti Gayo Highland pada periode pertama kekuasaan Nasaruddin, proyek bernilai ratusan juta ini menghasilkan efek NOL BESAR bagi pariwisata Aceh Tengah. Atau Visit Aceh Year, promosi yang menyedot anggaran entah berapa milyar yang sudah bisa dipastikan tidak akan membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan wisata di Aceh.

Lalu apa modal dan senjata Aceh Tengah untuk bertarung di dalam keras dan ketatnya persaingan industri pariwisata?.

Pertama-tama, tentu saja kenali diri, kelemahan dan kekurangan, dan petakan pula siapa pesaing dan temukan bagaimana cara mengungguli mereka.

Untuk itu sebelum memutuskan untuk mengembangkan pariwisata dengan tujuan memperoleh benefit baik bagi daerah maupun bagi warga, Aceh Tengah harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara membuat wisatawan memutuskan untuk mengunjungi tujuan wisata yang kita tawarkan, bukan yang lain.

Untuk itu, Aceh Tengah bisa berkaca pada tetangga kita, Malaysia.

Mengapa Malaysia yang memiliki potensi ala kadarnya bisa mendatangkan turis sebanyak 40 juta orang per tahun, sementara Indonesia yang melimpah potensi dan sumber daya di lebih dari 17 ribu pulau hanya mampu mendatangkan 8 juta wisatawan setiap tahunnya, itupun 6 juta di antaranya disumbangkan oleh satu pulau kecil bernama Bali?

Jawabannya karena Pariwisata Malaysia dirancang dengan matang, sedangkan pariwisata Indonesia terbentuk dengan sendirinya tanpa perencanaan sama sekali.

Lalu, bagaimana cara merancang konsep pariwisata yang bisa mendatangkan turis seperti yang kita inginkan?

Pertama-tama, seperti yang sudah diulas di atas, kita harus mengetahui dengan baik kekurangan dan kelebihan kita. Membandingkannya dengan pesaing kita, kemudian menentukan segmen pasar yang ingin kita rebut dan setelah itu baru membuat strategi promosi yang tepat dan diarahkan tepat ke segmen yang kita sasar.

Berkaca kepada Malaysia, sebelum melakukan promosi habis-habisan dengan tagline “Malaysia Truly Asia”. Malaysia sudah terlebih dahulu mengukur kapasitas mereka.

Apa yang mereka punya?. Malaysia adalah negara tropis, artinya untuk menjual pariwisatanya mereka harus bertarung dengan negara-negara tropis lainnya, beberapa di antaranya adalah tetangga dekat yang sudah terlebih dahulu dikenal dalam peta pariwisata dunia. Sebelum kebangkitan pariwisata Malaysia, Thailand adalah icon pariwisata Asia Tenggara. Untuk yang lebih elit, Bali adalah nama yang mendunia. Baik Thailand maupun Bali adalah negeri tropis dengan pantai yang indah yang juga ada di Malaysia, tapi Bali dan Thailand memiliki budaya khas Asia yang begitu eksotis di mata pelancong barat yang menjadi target pasar mereka, sesuatu yang tidak dimiliki Malaysia.

Jadi bagaimana cara Malaysia meyakinkan wisatawan yang menjadi target mereka untuk berkunjung ke Malaysia, bukan Thailand atau Bali?. Mereka harus menciptakan sesuatu yang unik yang berbeda (different) sebagai magnet untuk menarik wisatawan berkunjung ke sana. Dan apa yang mereka punya?. Kebetulan di Malaysia didiami oleh tiga etnis utama Asia, Cina, India dan Melayu. Sebenarnya ini adalah masalah di dalam negeri Malaysia, tapi dalam konteks pariwisata justru kelemahan inilah yang mereka olah dan posisikan menjadi keuntungan mereka. Keberadaan ketiga etnis utama itu membuat Malaysia berani menegaskan diri sebagai Asia yang sebenarnya. Untuk memposisikan diri berbeda dan lebih unggul dibanding kompetitor lainnya. Inilah yang disebut dengan positioning. Oleh Malaysia, posisi ini kemudian mereka olah menjadi sebuah Branding dahsyat “MALAYSIA TRULY ASIA” yang dipromosikan secara massif ke seluruh penjuru dunia.

Bagi kita yang mengetahui keadaan Malaysia sebenarnya, mungkin menganggap tagline ini sebagai omong kosong saja. Tapi itulah BRANDING yang diciptakan untuk menarik perhatian target pasar. Sebenarnya apa yang dilakukan Malaysia ini masih dalam tahap wajar jika dibandingkan dengan yang dilakukan Skotlandia yang memproduksi dongeng ‘Nessie’, yang konon merupakan monster di Loch Ness (Danau Ness) untuk menciptakan rasa penasaran orang untuk berkunjung ke sana. Meskipun sampai hari ini tidak pernah ada bukti kuat tentang keberadaan makhluk itu, tapi dongeng dan kontroversi tentang ‘Nessie’ terbukti telah berhasil menarik jutaan wisatawan berkunjung ke sana setiap tahunnya.

Dengan Brand yang kuat seperti itu, Malaysia kemudian menyerang ke semua segmen pariwisata seperti; Health & wellness tourism, education tourism, shopping tourism, sport tourism, eco tourism, cruise tourism, youth tourism bahkan gambling tourism. Tentu saja setiap segmen itu diserang dengan pendekatan yang khas pula. Sehingga tidak mengherankan, mereka yang potensinya hanya seujung kuku Indonesia bisa menghadirkan 40 juta wisatawan setiap tahunnya.

Dengan promosi yang masif seperti itu, di dalam negeri sendiri, mereka juga memastikan semua infrastruktur, regulasi dan pelayanan juga mendukung konsep pariwisata yang mereka canangkan. Sehingga wisatawan yang datang karena promosi besar-besaran yang mereka lakukan, benar-benar puas dan tidak menyesal sudah mengeluarkan uang untuk berlibur ke Malaysia.

Lalu bagaimana dengan Aceh Tengah, apa kelebihan Aceh Tengah yang bisa membuat wisatawan datang berkunjung, rela menghabiskan waktu dan membelanjakan uang?

Yang langsung kelihatan tentu saja pesona danau Laut Tawar.

Pertanyaan selanjutnya, siapa pesaingnya?. Untuk pertanyaan ini, jawabannya tergantung pada pasar mana yang akan disasar.

Kalau pasar yang dituju adalah penduduk Sigli, Bireun sampai Lhokseumawe. Laut Tawar tak punya pesaing, kita bisa membuat satu brand yang kuat, kata-kata promosi yang mengena yang ditujukan ke pasar tersebut.

Tapi untuk penduduk Banda Aceh, Langsa, Meulaboh, Tapak Tuan apalagi Medan. Kalau sekedar melihat danau dan menikmati dinginnya kota Takengen, sudah hampir pasti mereka berpikir, pengorbanan itu terlalu besar. Sebab dengan pengorbanan yang hampir sama mereka bisa menikmati wisata ke Medan yang menawarkan wahana liburan yang lebih beragam, atau kalaupun ingin menikmati danau, sekalian saja ke danau Toba yang secara nasional dan internasional sudah memiliki Branding yang sangat kuat, ditinjau dari segi apapun jauh mengungguli Laut Tawar.

Apalagi kalau kita bicara tentang mengundang turis manca negara. Kalau hanya mengandalkan Laut Tawar, jelas yang bisa diharapkan datang hanya turis-turis kere ‘tersesat’ bermodalkan informasi dari ‘Lonely Planet’ atau ‘Le Guide du Routard’ yang iseng datang ke Takengen yang nyaris tidak membawa dampak ekonomi apapun pada Aceh Tengah. Sebab, berbicara tentang mendatangkan turis Manca Negara. Jangankan bicara bersaing dengan berbagai tujuan wisata di dunia. Bersaing dengan kompetitor di Sumatera saja, Laut Tawar sudah jelas keteteran dibandingkan danau Toba, Singkarak dan Maninjau yang memiliki akses yang lebih mudah dan infrastruktur serta SDM yang sudah lebih tertata.

Lalu apa yang harus dilakukan oleh Aceh Tengah supaya terlihat berharga untuk dikunjungi oleh turis Manca Negara?.

Aceh Tengah harus menemukan satu pembeda (Differentiation) yang jelas dengan tujuan wisata lainnya, sebagaimana Malaysia menemukan “Malaysia Truly Asia”.

Apa itu?. Jawabannya adalah KOPI.

Harap diketahui, Tanoh Gayo, yang merupakan gabungan dari tiga kabupaten (Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues) adalah penghasil kopi Arabika terbesar di Asia.

Terkait dengan ini, satu fakta baru yang penulis dapatkan ketika pulang ke kampung halaman september silam. Saat berbincang-bincang dengan para pelaku usaha kopi di Takengen. Ternyata Kopi Gayo memiliki satu karakter yang sangat unik. Segala perbedaan lingkungan ekstrim yang ada di Tanoh Gayo ini, membuat segala macam rasa khas kopi istimewa Dunia ada di Tanoh Gayo. Rasa khas Kopi Kintamani, Sulawesi bahkan sampai Kolombia dan Kenya pun bisa ditemukan di tanah ajaib ini. Keajaiban seperti yang ada di Gayo, tidak dapat ditemukan di sentra produksi kopi manapun di planet Bumi. Ternyata Gayo adalah surga kopi layaknya Bordeaux yang merupakan surga bagi para pecinta anggur.

Dan perlu diketahui pula kopi arabica sendiri adalah jenis kopi yang dikonsumsi oleh 85% peminum kopi dunia yang jumlahnya lebih dari semilyar orang, tersebar di berbagai negara. Ini semua adalah target pasar yang empuk bagi Aceh Tengah yang merupakan Surga Kopi. Dengan memposisikan diri sebagai surganya kopi dan dengan potensi pasar sebesar itu, sangatlah tidak mustahil untuk mendatangkan 100.000 turis ke Aceh Tengah, setiap tahunnya.

Selanjutnya, yang perlu dilakukan oleh pemerintah Aceh Tengah adalah menemukan strategi promosi yang tepat, pemilihan kata-kata yang bertenaga (powerful) dan yang terpenting sasaran yang tepat. Sebab fakta ini sangat bisa dieksploitasi menjadi satu senjata berupa Branding yang kuat untuk membuat Gayo secara umum dan Aceh Tengah secara khusus sebagai satu daerah tujuan wisata penting di dunia. Karena dengan mengambil ‘positioning’ ini, Aceh Tengah akan benar-benar melaju sendirian di Asia Tenggara. Tanpa lawan sama sekali.

Bersamaan dengan itu, pemerintah Aceh Tengah juga harus menyiapkan berbagai regulasi, infrastruktur dan terutama SDM, edukasi dan advokasi kepada masyarakat yang akan menjadi subjek utama pariwisata yang akan dikembangkan.

Dan menariknya, kalau yang dijadikan tema utama pariwisata Aceh Tengah adalah Kopi, pemerintah Aceh Tengah hanya perlu menganggarkan dana untuk promosi dan infrastruktur saja, bahkan untuk promosi ke luar negeri masih bisa meminta dana dari Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif. Sementara untuk pengembangan SDM, edukasi dan advokasi masyarakat, pemerintah Aceh Tengah tidak perlu pusing dalam menganggarkan dana. Sebab sistem perdagangan modern melalui WTO telah mewajibkan seluruh perusahaan yang ‘Go Public’ untuk mengeluarkan ‘CSR’ (Corporate Social Responsibility), dana semacam zakat yang berjumlah 2,5% dari keuntungan bersih perusahaan setiap tahunnya, untuk dikembalikan ke masyarakat yang memiliki kaitan dengan produk mereka.

Untuk itu sebagaimana pemerintah Kabupaten Buleleng di Bali yang merupakan daerah penghasil cengkeh (bahan baku utama rokok kretek) yang berhasil membuka sekolah unggulan dengan biaya sepenuhnya berasal dari dana CSR PT. H.M Sampoerna. Pemerintah Aceh Tengah hanya perlu menyiapkan konsep yang jelas tentang pengembangan SDM pariwisata terkait kopi, edukasi dan advokasi masyarakat, selanjutnya tinggal mengajukannya ke perusahaan-perusahaan kopi yang sudah Go Public, semacam Starbucks, Illy dan roaster-roaster besar di Amerika, Jepang dan Eropa. Mereka pasti akan mengeluarkan dana.

Jadi sekarang, mau dibawa kemana pariwisata Aceh Tengah. Mau sekedar ‘membuang garam ke laut’ yang fungsinya tidak lebih sebagai pencitraan yang mendongkrak popularitas pribadi?. Atau menjadikannya sebagai sebuah industri yang mensejahterakan rakyat?.

Semua berpulang kepada Nasaruddin sebagai bupati.



*Penulis adalah Direktur PT. Fortuna Media
Perusahaan Konsultan Branding yang berpusat di Jakarta

Sudah pernah dimuat di www.lintasgayo.com

Tahun 2012, Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo

 Catatan Khalisuddin*

TAHUN 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Pernyataan ini dicuatkan oleh tim peneliti tentang Kopi dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Gayo yang difasilitasi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.

Dari data penelitian dan amatan selama beberapa waktu belakangan ini dapat disimpulkan bahwa tahun 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Demikian kami nyatakan bersama-sama didepan puluhan peserta seminar yang digelar 24 Nopember 2012 lalu di hotel Oasis Banda Aceh.

Kebangkitan tersebut diawali dengan berhasilnya diperoleh Identifikasi Geografis (IG) kopi Gayo yang digawangi Masyarakat Petani Kopi Gayo (MPKG) dan Forum Kopi Aceh didukung APED-UNDP, 28 April 2010 silam. Ini merupakan kekuatan dan kekayaan yang diakui secara sah

Lalu perhatian terhadap kopi dengan segala sisinya dari hulu hingga hilir mulai bermunculan. Di tahun 2012, tidak berlebihan disimpulkan merupakan puncaknya. Nyaris semua kalangan, masyarakat, elemen sipil dan pemerintahan di Gayo (Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah) menaruh perhatian terhadap kopi.

Tahun 2012 sebagai Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Dasarnya, banyak hal yang terjadi terkait perkembangan kopi Arabika Gayo yang puncaknya terjadi di tahun 2012.

Kualitas bibit, teknis pemeliharaan, panen, pengolahan pasca panen dan bagaimana memasarkan kopi mendapat perhatian lebih dari pelaku kopi dari hulu hingga hilir, termasuk pemerintah.

Penjelasan Armiyadi, seorang Q-Grader (penguji kualitas) Kopi Gayo sekaligus pemilik Asa Kopi Cafe yang berlokasi di Simpang Wariji Takengon, tahun 2012 adalah tahun kebangkitan kopi Gayo memiliki sejumlah latar belakang.

Pertama, pihak asing melalui Non Government Organization (NGO) seperti IOM yang terlibat langsung untuk aktif dan berpartisipasi terhadap dunia perkopian seperti IOM yang memberi sumbangan terhadap perkopian Gayo baik dari segi pendidikan sarana dan informasi lain yang bertujuan untuk membangkitkan perkopian Gayo. Lalu Mercy Corp yang memberi sumbangan pendidikan keuangan kepada kelompok tani sehingga petani mampu memanfaatkan uang ketika panen kopi dan bisa tidak berhutang ketika masa paceklik. Save Children, beroperasi di Bener Meriah membina kelompok melalui pembinaan kelompok dan bantuan modal kepada kelompok tani.

Di Gayo mulai dikenal luas tentang pentingnya test cup dan 99 persen pembeli luar mewajibkan adanya test cup untuk mengukur kualitas citarasa kopi yang akan mereka beli.  Jumlah pembeli yang datang langsung ke Tanah Gayo tidak kurang dari 2 kelompok perbulannya, yang melihat dan mencari pasar langsung kepada setiap koperasi bersertifikasi yang saat ini sudah 17 koperasi bersertifikasi Internasional. Perkembangan Koperasi yang bersertifikasi terus bertambah dan di tahun 2012 saja bertambah 4 koperasi yang sudah sah bersertifikasi Internasional dan siap memasarkan produk kopi Gayo.

Selanjutnya, terbentuk koperasi-koperasi bersertifikasi internasional membuahkan Asosiasi perkopian yang berperan dalam memberi masukan dan saran ke dunia internasional baik dari segi aturan dagang atau standar maupun posisisi tawar kopi dan even-even yang berskala internasional dan nasional yang bertujuan untuk mempopulerkan atau mempromosikan Kopi Gayo termasuk petani atau pelaku kopi yang saat ini bukan hal yang langka lagi melakukan meeting dan pameran di luar negeri seperti India, Amerika, Korea, Vietnam dan negara-negara lainnya.

Harga kopi dan hasil yang cukup baik  2011 dan 2012 memberi dampak yang sangat hebat terhadap pertumbuhan ekonomi di dataran tinggi Gayo. Salahsatu contoh efeknya adalah peningkatan daya beli petani terhadap kenderaan bermotor, roda dua misalnya. Sempat mengalami antrian disalahsatu dealer di Takengon.

Kondisi pasar kopi dunia yang mengedepan kualitas tinggi merangsang lahirnya penguji kualitas (Q-Grader) sebelum di ekspor dan di Gayo terbentuklah Gayo Cupper Team. Dan peminat untuk menguasai keahlian ini sangat banyak hingga ratusan orang dari banyak kalangan, khususnya kaum muda Gayo. Kini ada 14 orang yang kantongi sertifikat Q-Grader.

Di Tahun 2012 terjadi modernisasi minum kopi, bermunculan cafe dan usaha roasting. Tumbuhnya kopi shop atau kopi retail yang saat ini sudah berjamur dan berjumlah sedikitnya 12 kedai atau toko dengan merek Kopi Gayo meyakinkan kita bahwa kopi Gayo memang sedang tumbuh dan bermetamorfosis menuju Kopi Gayo yang lebih mantap.

Armiyadi mengklaim, perdagangan kopi Gayo yang awalnya berkiblat ke Medan Sumatera Utara dalam waktu 5 tahun terakhir sudah terbalik. Medan dipaksa terpaksa berkiblat ke Gayo. Buktinya, berbilang perusahaan kopi di kota Medan membuat perusahaan dan koperasi di Dataran Tinggi Gayo serta harga kopi yang berbeda harga Rp. 1000 hingga Rp. 2000 lebih tinggi di Gayo.

Tahun 2012 tahun kebangkitan kopi Arabika Gayo, juga ditandai dengan tumbuhnya Pasar Specialty contohnya King Gayo, Peaberry, Luwak, Long Bery dan Berry-berry yang lain saat ini sudah di eskpor dalam bentuk bubuk, biji roasting dan jumlahnya dalam kapasitas yang kecil tapi mengiurkan untuk keuntungan.

Mahasiswa KSDL Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Sekretaris KBQ Baburrayyan ini menilai, kegiatan dan perkembangan ini seperti bola salju ketika bergelinding semakin lama semakin kencang dan semakin besar. Asa kita di akhir 2012 ini walaupun harga kopi anjlok dan produksi yang sedikit bukanlah sebuah malapetaka, tapi ini adalah sebuah tahapan untuk sukses yang harus dilalui, tentu dengan istilah Gayo “Hemat Jimet tengah ara, inget-inget sebelem kona”. Artinya ketika tahun sebelumnya kita diberikan rahmat yang begitu besar  kalau tidak dapat manfaatkan tentu akan sia-sia. Dan berharap badai turunnya harga kopi dan hasil kopi saat ini berlalu di bulan Maret hingga Juni tahun 2013 karena merupakan panen harapan untuk Masyarakat Gayo.

Referensi tentang kopi Arabika Gayo dalam bentuk buku ilmiah juga bermunculan. Tidak hanya dari sisi budidayanya yang sudah ada 5 judul buku. Di tahun 2012 muncul penelitian tentang Kopi Gayo dari sisi budayanya dan akan segera terbit bukunya yang digawangi Jamhuri, Khalisuddin, Win Ruhdi Bathin, Ayuseara Gayonesia, Agung Suryo dan Nab Bhany AS dengan dukungan Kementrian Kebudayaan RI melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.

Selanjutnya pernyataan Mustawalad, ketua Asosiasi Fair Trade Indonesia (AFTI) menegaskan di tahun 2012 muncul gairah baru yang luar biasa terkait kopi Arabika Gayo. Pemerintah di dua Kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah lebih fokus memberikan perhatian, terkhusus di Bener Meriah. Tawaran-tawaran kerjasama dengan pihak luar negeri didominasi kopi. “Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Making Gayo Coffee more than Specialty Coffee,” seru Mustawalad.

Kata sepakat dan penuh semangat juga dilontarkan Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) Mustafa Ali. “Kita bangkit tahun 2012 ini. Kopi Gayo on the way tahun 2015 mendatang. Kopi Gayo menjadi kebutuhan dunia. Hulu dan hilirnya sudah bagus dan harus lebih bagus lagi kedepannya,” ujar Mustafa Ali.

Para penulis berita di Gayo seperti kehilangan ID Card jika tak kerap menulis tentang kopi. Sebagaimana fungsinya, pembaca berita semakin teredukasi seiring makin banyaknya berita tentang kopi Gayo dari segala sisinya. Sisi ekonomi, budidaya dan budayanya. “Menulis tentang kopi Gayo adalah panggilan jiwa saya selaku putra Gayo yang hidup dan besar dengan kopi dan menggantungkan hidup sebagai wartawan,” kata Irwandi dari salah satu media cetak ternama di kota Medan Sumatera Utara.

Bicara kebangkitan Kopi Arabika Gayo tak bisa dilepaskan dengan peran para kuli tinta Win Ruhdi Bathin, Jalimin, Wen Rahman, Khairul Akhyar, Irwandi, Julihan Darussalam, Mahyadi, Jurnalisa, Bahtiar, Darmawan Masri, Zulkarnain, Ria Devitariska, dan lain-lain.

Tentang kopi Gayo dalam kaitannya dengan lingkungan yang belakangan dikenal dengan Kopi Konservasi. Seorang penulis Tanoh Gayo berhasil raih juara pertama se-Aceh dalam lomba menulis tentang lingkungan bertemakan “Sejahtera tanpa merusak” yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh. Muhammad Syukri dengan judul “Kopi Konservasi, Mengais Rejeki Dari Bumi Lestari” yang diposting di media online Lintas Gayo menyisihkan sederetan penulis handal di Aceh.

Generasi muda alumni Duta Wisata Aceh Tengah atau Abang Aka Gayo tak mau ketinggalan. Dataran tinggi Gayo sebagai penghasil kopi juga mesti unjuk diri. Untuk pertama kali mereka menggagas ajang Pemilihan Putri Kopi Gayo dengan menseleksi putri-putri Tanoh Gayo yang memiliki inteligensia di bidang perkopian. Apresiasi layak diberikan untuk Abang Aka Takengon, walau putri Kopi Gayo masih gagal dinobatkan sebagai Putri Kopi di level provinsi Aceh.

Dibidang sinematografi, dalam tahun 2012 juga muncul gagasan pembuatan film besar layar lebar. Film dengan sutradara Andhy Pulung yang karyanya seperti King (2009), Obama Anak Menteng (2010), Tanah Air Beta (2010) dan sederetan karya lainnya ini mengambil ide cerita keluarga petani Kopi Arabika Gayo. Dia bersama rekannya Jeremias Nyangoen (penulis skrip) dan kameramen Samuel Uneputty telah melakukan observasi di Gayo.

“Cerita tentang kopi dan kehidupan masyarakat Gayo itu film besar, terlebih digarap oleh anak-anak muda Indonesia kreatif,” ujar sang penyair Ibrahim Kadir menanggapi rencana produksi film tersebut seperti diberitakan Lintas Gayo.

Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi juga dicetuskan secara tidak langsung oleh para penyair dan seniman Gayo. Fikar W Eda dan Salman Yoga S beberapa bulan ini telah mengumpulkan puisi-puisi tentang Kopi dan segera akan menerbitkan buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI).

Ervan Ceh Kul, sang musisi muda Gayo ternama dengan album Muniru juga mengaku mendidih darahnya jika bicara kopi Gayo. Dia telah menggarap sejumlah lagu bertema khusus “Kopi”.

Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo, data primer dan sekunder tentang Kopi Gayo semakin terungkap, teknologi semakin maju, informasi semakin terbuka. Sematkan kata Gayo jika bicara kopi di ujung paling barat pulau ini. Kopi Gayo ya Kopi Gayo dengan 300 citarasanya. Nikmati citarasa kopi sebenarnya, bukan yang grade lapis kedua dan seterusnya. Cita rasa kopi dunia ada di Gayo.

 —

*Penikmat Kopi Espresso Arabika Gayo, tinggal di Takengon

Sudah pernah dimuat di http://www.lintasgayo.com/

Friday, December 07, 2012

Mengenal Biji Kopi dengan Kualitas Spesial

Nurul Fajri | The Globe Journal

Banda Aceh – Kualitas kopi takkan sempurna bila dinilai dari penampilan dan aroma semata saat dihidangkan di atas meja. Mengenal biji kopi merupakan langkah awal mendapatkan seduhan kopi dengan kualitas istimewa.

Ketua Gayo Cupper Team, Mahdi kepada The Globe Journal Jum’at (2/11/2012) berbagi cerita mengenai upaya mendeteksi biji kopi berkualitas. Pada dasarnya sebagaimana standar penilaian kualitas biji kopi, perbandingan keistimewaannya dikategorikan dalam enam kelas. Ke-enam kelas tersebut yakni Super Premium Speciality, Premium Speciality, Speciality, Premium, Usual Good Quality, dan Averange Quality.

Aceh sebagai penghasil biji kopi Arabica dan Robusta di Dataran Tinggi Gayo berada dalam kelas Speciality. Penentuan kelas kopi Aceh ini dilakukan secara resmi oleh lembaga terkait. Secara umum, Mahdi menyebutkan beberapa poin penilaian itu semisal penilaian citarasa kopi (cupping) yang mencapai angka minimal 80.

“Ada standar untuk menentukan kopi jenis speciality. Skor cuppingnya minimal 80, keseragaman biji kopi sebesar 95%, kadar air dalam biji maksimal 12,5%,” jelas Mahdi.

Tidak hanya itu saja. Bagus dan tidaknya biji kopi juga ditentukan oleh warna biji tersebut. Bilamana saat proses penggongsengan (roasting) biji kopi tidak berwarna hitam atau tetap berwarna coklat (quaker), maka kualitas kopi itu dikategorikan tidak bagus.

Di lain hal, proses pengolahan pascapanen memberikan pengaruh yang besar akan peningkatan kualitas biji kopi. Biji kopi matang yang dipanen mesti dibersihkan dan dikeringkan dengan baik. Nah, jangan sampai tidak! [005]

Kopi Gayo dan Perubahan Iklim

Tanaman kopi dapat berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim, bagaimana caranya?

Oleh  Saodah Lubis

Para penikmat kopi pasti mengenal Kopi Gayo. Karena  selain sebuah trade mark kopi Arabica berkualitas. Kopi yang berasal dari Dataran Tinggin Gayo Aceh ini sudah dikenal sejak abad 17.  Padahal kopi, bukanlah tanaman asli Indonesia, tanaman ini dibawa oleh kolonial Belanda melalui korporasi VoC  ke Indonesia pada tahun 1699 dan dibudidayakan di Pulau Jawa.

Namun setelah itu mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia antara lain, di  Pulau Sumatera seperti Mandailing, Dairi dan  di Dataran Tinggi Gayo. Di dataran Tinggi Gayo tanaman ini  mulai dikembangkan pada tahun 1924. Kopi berasal dari Afrika, dimana pada mulanya tanaman ini adalah tanaman hutan yang hidup secara liar.

Namun saat ini hampir semua orang mengenal tanaman kopi. Tercatat ada empat  juta orang manusia yang meminum kopi per detik. Menu kopi disajikan untuk menghangatkan suasana dingin, penghalau rasa antuk dan menciptakan kehangatan tubuh. 

Adapun kopi arabika dari dataran Tinggi Gayo, telah  dikenal dunia karena memiliki citarasa khas dengan ciri utama antara lain aroma dan perisa  yang kompleks dan kekentalan yang  kuat.  International Conference on Coffee Science, Bali, Oktober 2010 menominasikan kopi Dataran Tinggi Gayo ini sebagai the Best No 1, dibanding kopi arabika yang berasal dari tempat lain.

Kopi Gayo  dari Aceh
Dataran Tinggi Gayo merupakan penghasil kopi Arabika terluas di Indonesia. Lahan yang ditanam di kopi dikawasan ini mencakup  46.493 ha, dengan jumlah petani kopi lebih dari 20.000  KK, dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat.

Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah pegunungan dengan kondisi tanah yang subur, dan iklim tropika basah, sehingga menghasilkan kopi yang  memiliki cita rasa tersendiri, sehingga terkenal ke mancanegara.

Ada dua jenis tanaman kopi  yang tumbuh di Kabupaten Aceh Tengah yaitu kopi Arabika yang tumbuh hanya pada ketinggian diatas 800 m dpl,  dan kopi Robusta yang tumbuh baik pada dataran rendah.  Ke dua kopi ini memiliki cita rasa yang berbeda dan biasanya orang yang sudah terbiasa dengan kopi robusta tidak akan menyukai kopi Arabika.

Sebagai contoh di Propinsi Aceh terkenal kopi Ulhee Kareng, dimana kopi yang dijual adalah jenis robusta.  Karena itu pada umumnya masyakarat di Banda Aceh atau daerah pesisir  lebih mengenal cita rasa kopi robusta.

Sedangkan kopi Arabika lebih banyak di ekspor ke Amerika, Europa, Jepang dan berbagai negara lainnya. Walaupun penikmat kopi tentunya akan menyukai cita rasa kopi ini. Salah satunya adalah gerai khas kopi Starbucks yang terkenal.   Para penikmat kopi akan sangat mengenal kualitas kopi strabucks, selain kualitas yang baik juga dengan harga yang hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas.

Kopi dan Perubahan Iklim
Pembukaan lahan untuk perkebunan kopi akibat sebagai dampak animo masyarakat yang menggemari kopi, ternyata ada kaitannya dengan perubahan iklim. Berdasarkan hasil survei dari Conservation International pada tahun 2009, bahwa petani kopi telah memperluas kebun-kebun mereka pada kawasan hutan.

Aryos Nevada, melaporkan bahwa penyebab tertinggi deforestasi di kabupaten Aceh Tengah adalah disebabkan oleh perluasan kebun kopi masyarakat ke dalam kawasan hutan.  Hal ini didukung pula dengan wawancara dengan masyarakat petani kopi bahwa mereka melakukan peluasan kebun kopi disebabkan setelah 5-6 tahun pohon kopi berproduksi maka produksinya akan menurun sangat tajam hanya mencapai 40- 60 %.  Oleh karena itu masyarakat mencari lahan baru untuk perluasan kebun kopi, tentunya kawasan hutan.

BACA JUGA : Kopi Konservasi

Salah satu upaya untuk mengurangi deforestasi terhadap hutan sekaligus juga untuk menyelamatkan hutan di dataran tinggi gayo adalah mengubah pola tanam kopi yaitu dari monokultur menjadi heterokultur  yang dikenal sebagai agroforestry.

Selama ini masyarakat memang menanam kopi secara tumpang sari, namun tanaman selanya adalah dengan tanaman semusim ketika pohon kopi masih kecil.  Sedangkan pohon pelindung yang umum digunakan adalah jenis lamtoro, yang secara ekonomi tidak memberikan nilai tambah.

Seperti diketahui bahwa kopi pada awalnya adalah tumbuh di kawasan hutan pada daerah ketinggian, maka sudah selayaknya kondisi ini kita kembalikan, yaitu dengan membuat kebun kopi yang mix-culture yaitu menumbukan bermacam jenis pohon pelindung yang bermanfaat secara ekonomi dan diselingi dengan tanaman semusim seperti cabe.  Di Kabupaten Aceh Tengah pola agroforestri di gunakan sejak lama, selain lamtoro, juga ditanam, jeruk, alpokat, nangka dan tanaman  pohon lainnya.

LEBIH LANJUT : Kopi Aceh Selamatkan Lingkungan

Jadi untuk menghasilkan pengelolaan kopi yang berkelanjutan, disarankan untuk memberlakukan sistem agroforestri.  Sistem ini  dapat meningkatkan nilai produksi kopi sekaligus memberikan mutu kopi yang lebih baik, juga akan menjaga ketersediaan air serta mengurangi deforestasi akibat pembukaan kebun kopi yang baru dan memberikan iklim mikro yang lebih baik.
No comments: