Search This Blog

Monday, May 13, 2013

Gubernur Diminta Hentikan Operasi Pertambangan di Aceh

Gubernur Diminta Hentikan Operasi Pertambangan di Aceh

Jakarta - Banjir bandang yang melanda berbagai kawasan di Aceh, harus menjadi momentum bagi Gubernur Aceh menghentikan operasi pertambangan dan perkebunan sawit  tanpa izin.
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian Effendi menyatakan hal itu menanggapi banjir bandang yang mengantam Singkil, Nagan Raya, Aceh Tengah, Pidie dan Pidie Jaya.
“Saya kira ini saat tepat bagi gubernur meninjau seluruh pertambangan dan perkebunan sawit tanpa izin,” kata Elfian, Senin (13/5/2013) di Jakarta.
Ia mengatakan, saat ini terdapat operasi pertambangan tanpa izin di kawasan hutan seluas lebih dari 700 ribu hektar, serta perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan yang belum mengantongi izin pelepasan kawasan hutan oleh menteri kehutanan.
Menurut Elfian, Gubernur Aceh yang pernah menetap lama di negara skandinavia, harus berani menjaga dan melestarikan hutan Aceh. “Ekologi Aceh sangat memprihatinkan, karenanya harus menjadi perhatian, terutama pemerintah Aceh,” tukas Elfian Effendi.
Elfian mengimbau agar gubenrur ikut bermalam di tempat pengungsian terutama di Nagan Raya dan Singkil yang dilaporkan banjir bandang kali ini merupakan yang terparah sejak satu dekade terakhir.
Secara terpisah Forum Seniman Hijau yang dimotori sejumlah seniman Indonesia menyerukan agar dilakukan penyelamatan  hutan Aceh.
“Kami pro perbaikan lingkungan. Kami kontra kerusakan lingkungan. Kami pasti perangi para perusak lingkungan,” demikian antara lain bunyi pernyataan sikap Forum Seniman Hijau.(fik)

Di Simeulue, Aceh Di Temukan Ratusan Milliar Barel Kandungan Minyak Bumi dan Gas Yang Di Prediksi Melebihi Arab Saudi

Bendera China dan Macau Yang Berdampingan.

Foto: Reportase dari China: Macau Yang Terus Berkembang Dan Diberikan Wewenang Penuh, Tapi Tetap Di Bawah China, Bagaimana Dengan Indonesia, Untuk Opsi Ini Bagi Aceh ? 

Foto : Bendera China dan Macau Yang Berdampingan.

- Sebagai daerah khusus, Macau tidak diperkenankan membuka kedutaan sendiri di luar negeri. Polisi China juga tidak punya kewenangan yurisdiksi di Macau.

Dengan berbagai kewenangan itu, toh Macau tetap berada di bawah China. Sebagai sesama negara republik, tak ada salahnya Indonesia belajar membagi kewenangan untuk daerah khusus seperti Aceh. Mau?

Macau tidak diperkenankan membuka kedutaan sendiri di luar negeri. Polisi China juga tidak punya kewenangan yurisdiksi di Macau. Dengan berbagai kewenangan itu, toh Macau tetap berada di bawah China

TANGGAL 20 Desember 1999 dikenang lelaki itu sebagai sejarah baru Macau. Pada sebuah gedung, tepat tengah malam, bendera Portugis dan bendera Macau yang berlogo serupa bendera Portugis, tetapi berlatar warna biru, diturunkan. Sebagai gantinya, berkibarlah dua bendera lain: bendera China dan bendera Macau yang berlogo bunga lotus dinaungi lima bintang dengan latar belakang warna hijau.

“Sejak itu, Macau resmi menjadi Special Administrative Region dalam negara China,” kata lelaki yang lebih fasih berbahasa Portugis daripada bahasa Inggris itu.

Saya menemuinya saat ia sedang bekerja di sebuah museum yang disebut Handover Gift Museum. Diresmikan pada 2005, museum yang berdampingan dengan Macau Art Museum itu menyimpan benda-benda bersejarah saat penyerahan Macau dari tangan Portugis ke China.

Sayangnya, karena ia sedang sibuk melayani pengunjung, saya tak dapat menggali informasi lebih banyak darinya.
Saat serah terima Macau dari genggaman Portugis ke China, presiden kedua hadir. Dari China, hadir Presiden Jiang Zemin, sementara dari Portugis datang Presiden Jorge Sampaio.
“Setelah kembalinya Macau, Pemerintah China akan teguh menerapkan kebijakan satu negara dua sistem, dengan sistem otonomi tingkat tinggi,” kata Presiden Jiang Zemin kala itu seperti dikutip situs berita BBC. “Daerah Administratif Khusus Macau akan punya eksekutif, legislatif dan kekuasaan kehakiman yang independen."

China juga melindungi kepentingan Macau dengan tidak membuat undang-undang yang mengatur Macau dan Hongkong.
Presiden Portugal Jorge Sampaio kembali menegaskan hal itu dalam sambutannya. “Di bawah undang-undang baru, dengan mengutamakan hukum, orang-orang Macau akan mengatur tanah air mereka secara bebas dan demokratis seperti telah disepakati oleh China dan Portugal dalam Deklarasi Bersama pada 1987. Dengan demikian, penduduk wilayah ini akan terus menikmati jaminan hak-hak  kebebasan  untuk kemakmuran negeri ini,” kata Sampaio. “Namun demikian, Portugal berkomitmen untuk masa depan Macau.”

Empat belas tahun setelah serah terima itu, ketika saya menginjakkan kaki di sana, Macau benar-benar menikmati status otonomi khusus. Gemerlap kasino bertabur di sekujur kota. Hotel-hotel raksasa yang sekaligus dijadikan kasino tumbuh subur. Beberapa di antaranya dimiliki oleh pengusaha judi asal Las Vegas, seperti Sands, Galaxy Macau, dan Venetian yang disebut sebagai salah satu bangunan terbesar di Asia. Macau adalah satu-satunya daerah di China yang diizinkan menjalankan bisnis judi secara sah.

Macau juga menjalankan kebijakan ekonomi yang berbeda dengan China daratan. Sebagai negara komunis, China menganut sistem ekonomi sosialis. Namun, tidak begitu dengan Macau. Meski termasuk wilayah China, Macau diizinkan menjalankan sistem ekonomi kapitalis.

Sejak 1887, Macau resmi diserahkan oleh Pemerintah China ke Portugis. China memberi hak Portugal untuk menguasai koloni itu sampai 1974. Hak penguasaan koloni itu lalu diperpanjang 25 tahun lagi. Pada 20 Desember 1999, Macau resmi kembali ke pangkuan China dengan status daerah otonomi khusus.

Yang bikin saya kaget, ternyata penduduk Macau memiliki paspor sendiri yang berbeda dengan warga China daratan. Suatu sore, di pintu gerbang perbatasan, saya menyaksikan seribuan warga China daratan dengan langkah tergesa-gesa berjalan ke sebuah gedung. Itu adalah tempat mereka harus menyerahkan paspornya untuk diperiksa.

Liputan lebih lengkap tentang wilayah otonom di Cina simak tabloid The Atjeh Times pekan ini dengan cover story "Reportase Bendera dari China."

Konsulat Amerika Serikat Bertemu DPRA Aceh Tanyakan Nasib Qanun Bendera Aceh

Konsulat Amerika Serikat Bertemu DPRA Aceh Tanyakan Nasib Qanun Bendera Aceh


Jendela BANDA ACEH - Polemik pengesahan bendera Bintang Bulan sebagai Bendera Aceh oleh DPRA beberapa waktu lalu, ternyata juga menarik perhatian  perwakilan pemerintah Amerika Serikat di Indonesia. Hal ini terlihat saat Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera, Kathryn Crockart, mempertanyakan persoalan ini dalam pertemuan dengan pimpinan DPRA, di Banda Aceh, Jumat 
( 26/4) siang.
Pertemuan itu dihadiri oleh Wakil Ketua II DPRA Sulaiman Abda, Ketua  Komisi A, Adnan  euransyah, Wakil Ketua Nurzahri, serta Sekretaris Komisi   A, M Harun, di ruang kerja Wakil Ketua II.  Kathryn juga mempertanyakan rancangan qanun yang akan dibahas oleh DPRA  selama masa cooling down terkait bendera dan lambang Aceh, selama enam  bulan ke depan.

Terkait hal ini, Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah mengatakan, proses pembuatan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, sudah memenuhi ketentuan. Artinya, tahapan pembahasan raqan itu sudah menempuh mekanisme standar pembuatan sebuah qanun atau perda yang berlaku  di Aceh dan Indonesia.

Pempinan DPRA dan Komisi A Berharap USA Menanamkan Modal Di Aceh Melalui Investasi Asing.  Pimpinan DPRA dan Komisi A itu pun berharap agar Konsul Amerika Serikat  untuk Sumatera bisa membantu mempromosikan Aceh kepada dunia usaha di Amerika Serikat, agar mereka mau datang ke Aceh dan menanamkan modalnya di 23 kabupaten/kota di Aceh.

Menanggapi ini, Konsul Kathryn Crockart mengatakan, pihaknya akan menyampaikan hal itu kepada Dubes Amerika Serikat di Jakarta. Ia juga meminta anggota legislatif dari Aceh, sering berkomunikasi padanya untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. “Misalnya, tentang masalah politik, percepatanpembangunan ekonomi Aceh agar bisa lebih baik lagi ke depan, masalah pendidikan, kesehatan dan sosial budaya lainnya,” ujar  Kathryn (@ri)

Kopi ‘Besarkan’ Tanah Gayo

Kopi ‘Besarkan’ Tanah Gayo

Kopi1 (1)Aceh Tengah – Tanah Gayo, dataran tinggi dengan segenap anugerah Allah SWT berupa tanah subur dan pemandangan yang memanjakan mata. Tentu saja tidak hanya itu, banyak anugerah Yang Maha Kuasa lainnya yang dapat dinikmati siapa saja di negeri Raja Linge itu. Satu dari sekian banyak yang dibicarakan orang ialah Kopi Gayo.
Tanaman yang mudah dijumpai di setiap rumah warga disana adalah tulang punggung komoditi unggulan yang sudah diwarisi turun-temurun. Konon menurut penggalan cerita dalam masyarakat, bahan baku utama kopi ini sudah melekat dalam kehidupan masyarakat, bahkan diyakini kopilah satu-satunya komoditi sebagai pegangan ekonomi masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah.
Berbicara kopi Aceh identik berbicara kopi yang tumbuh di Gayo dan sedikit sekali kopi yang dihasilkan di luar tanah Gayo. Sejalan dengan itupula, banyak pihak menyadari bahwa kopi adalah satu komoditi bernilai tinggi dan dilirik oleh sejumlah negara luar. Dan mayarakat tanah Gayo dalam beberapa tahun kebelakang terus berbenah dan memfokuskan diri serta mengupayakan jaringan agar kopi Gayo tetap menjadi pilihan penikmat kopi, lokal maupun internasional.
Dalam beberapa tahun ini sejumlah lembaga swadaya masyarakat maupun perusahaan dalam lingkar perdagangan kopi sudah mulai mengajak petani kopi guna mencapai standarisasi komoditi sebagai syarat agar kualitas kopi Gayo tetap menjadi salah satu yang terbaik dalam pergadangan dunia dengan mengolah kopi secara organik dan higienis.
Nurdin (34), petani kopi yang dijumpai AtjehLINK, Sabtu (11/5/2013 ) di Kecamatan Bebesan menyadari benar jika kopi adalah pegangan ekonomi bagi sebagian besar masyarakat Aceh Tengah, sehingga dengan kopi masyarakat Aceh Tengah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, sebagai contoh untuk pendidikan anak-anaknya.
“Tidak hanya orang tua saja, pada hari libur anak-anaknya juga ikut membantu orang tua di kebun kopi. Memang masyarakat Aceh Tengah tidak mungkin dipisahkan dari kopi karena dari kecil saja dalam kesehariannya sudah akrab dengan kopi,” ujarnya.
Masih menurut Nurdin, mengikutsertakan anak-anak untuk bekerja di kebun walau hari libur itu sudah dinilai tidak baik oleh sejumlah lembaga standarisari atau LSM, namun budaya ke kebun saat hari libur itu sepertinya sudah mendarah daging bagi masyarakat setempat, jadi biarkan saja tetap ada dalam masyarakat selama tidak mengganggu hak anak. “Bahkan banyak positifnya jika kita lihat kopi adalah sesuatu yang harus diwariskan untuk anak cucu,” katanya.
Selanjutnya, sisi lain dari dunia kopi adalah dinamika harga kopi yang berkiblat pada harga kopi dunia. Bagi masyarakat yang tidak mengikat kontrak dengan pihak tertentu, jika harga dunia kopi dunia turun maka kopi petani akan dibeli murah, begitu pula sebaliknya. Dampak ini tidak akan ada jika petani sudah mengikat kontrak harga beli dengan pihak tertentu, namun jika harga kopi dunia melebihi harga kontrak, petani kopi tetap menerima seharga yang disepakati dalam perjanjian.
Dari informasi yang diperoleh dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, hampir tidak ada masyarakat setempat yang tidak memiliki kebun kopi yang sering disebut emasnya tanah Gayo. Pernyataan ini tidak berlebihan karena memang intensitas interaksi masyarakat Aceh Tengah  dengan kopi tidak perlu diragukan, mulai dari menanam dan membersihkan kebun kopi, mengupas kopi, menjemur kopi, memilih kopi, menjual kopi dan tentu saja minum kopi.
Pemadangan yang paling mudah kita jumpai disepanjang jalan adalah aktivitas masyarakat menjemur kopi di halaman rumah mereka, banyak pula yang memanfaatkan sebagian badan jalan untuk area menjemur kopi, tidak jarang juga ini kita temukan di lapangan jemur perusahaan pengumpul kopi yang sudah berhasil mengekspor kopi Gayo hingga ke luar negeri, seperti Australia, China, Belanda dan beberapa negera besar lainnya di dunia.
Sebut saja Oro Coffe Gayo yang beralamat di Kampung Mongal, Bebesen, Aceh tengah. Usaha perdagangan kopi milik H Rasyid tersebut tergolong besar. Dalam gudangnya saja mampu menampung puluhan ton karung biji kopi dan sudah siap ekspor.
“Ada beberapa negara luar yang menjadi tujuan ekspor dan kami sudah merintisnya sejak beberapa tahun lalu,” ujar lelaki berpenampilan sederhana ini saat dijumpai AtjehLINK di tempat usahanya.
Katanya,  seluruh kopi dari pabriknya itu berasal dari kebun kopi masyarakat di Aceh Tengah dan sekitarnya yang dibeli dengan harga yang pantas. Masyarakat yang diperkerjakan disini untuk memilah (sortir) biji kopi juga dibedakan sesuai nama dan kelasnya, seperti Luwak, Long Berry, Pie Berry, Fenci dan Special.
Dari barang contoh dalam toples “Kedai Gratis” bertingkat dua miliknya yang terletak searea dengan pabrik, lebih dari 35 nama yang tertempel dibagian luar toples. Di “Kedai Gratis” itu pula, lelaki tamatan SPG Aceh Tengah ini memajang produk kopinya di etalase.
Tidak ada angka pasti berapa banyak sudah lidah penikmat kopi atau peminum kopi di penjuru dunia yang sudah tersentuh dengan cita rasa kopi Gayo. Namun semua masyarakat sadar jika tanah Gayo sudah memberikan yang terbaik untuk penduduknya hingga mereka masyhur ke seantero dunia karena karena satu potensi dari banyak potensi lainnya, yakni Kopi, tanaman berbiji kecil yang telah ‘membesarkan’ satu bangsa yang besar. (zamroe)

GAYO Nusantara.

Apa Kaoy: Menonton To’et seperti Menonton Michael Jackson

 

|

Apa Kaoy: Menonton To’et seperti Menonton Michael Jackson

IMG_9358
Banda Aceh | Lintas Gayo – Pelantun Him Aceh sekaligus penyair M Yusuf Bombang menilai To’et itu betul-betul seniman alami yang bukan mencari sensasi. Keseniannya muncul lahiriah sebagai seniman total.
“Dia bukan seniman biasa,” kata M Yusuf Bombang, penulis khas Apa Kaoy di Atjeh Post kepada Lintas Gayo di Banda Aceh, Minggu (12/05/2012).
Yusuf Bombang alias Apa kaoy pertama kali mengenal To’et di taman Budaya Banda Aceh, bahkan sejak awal dia berkesenian sudah menyukai To’et.
“Walau tidak mengetahui bahasa, dengan gaya dan mimiknya To’et sudah menterjemahkan maksud syairnya. Menonton To’et sama seperti kita menonton Michael Jackson,” kata Apa Kaoy.
Menurut Apa kaoy, To’et dipanggung cukup totalitas sehingga menontonya dipanggung menjadi menghibur.
“To’et pantas diabadikan sebagai aikon seni Gayo, karena dialah sosok yang bisa masuk kemanapun,karena seni rakyatnya memang cukup menghibur,” demikian kata Apa Kaoy. (Atia)

KSB Lintas Gayo akan Terbitkan Buku To’et

 

|

KSB Lintas Gayo akan Terbitkan Buku To’et

To'et, foto direpro dari postcard beberapa tahun silam oleh Kha A Zaghlul
To’et, foto direpro dari postcard beberapa tahun silam oleh Kha A Zaghlul
Takengon| Lintas Gayo – Aceh Tengah memiliki, seorang penyair besar, yang karya-karyanya masih melegenda hingga saat ini. Penyair tersebut bernama Abdul Kadir  lebih dikenal nama penyairnya dengan nama To’et. Nama To’et melekat padanya karena sebuah syair yang didendangkannya berjudul “Ret Ret Tum”.
Menurut seorang penyair nasional asal Gayo, LK Ara, Dia (To’et) adalah seorang penyair yang gigih dalam mempertahankan seni Tradisional Gayo: “Didong”—seni berdendang mendengarkan syair-syair tentang alam sekitar.
LK Ara, adalah penyair bertangan dingin memperkenalkan To’et pada masyarakat seni nasional dan internasional. Dimana, To’et bisa berkeliling sejumlah Negara di dunia, untuk bersyair. Sekaligus membuka mata dunia pada Gayo.
Pada 25 Mei ini, genap 8 tahun kepergian To’et. Banyak karyanya yang masih terkenang dan digandrungi hingga saat ini. Disamping itu, banyak juga teman, kerabat, penggemar dan masyarakat Gayo dan luar Gayo yang mengenalnya.
Berlatar belakang itulah, Komunitas Seni Budaya (KSB) Lintas Gayo, akan membukukan berbagai tulisan tentang To’et dimata masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, siapa saja bisa menulisnya. Nantinya bagi 30 tulisan terbaik pilihan penyunting dan editor, akan kita terbitkan dalam buku, kumpulan tulisan tentang To’et.
“Buku ini kita harapkan, menjadi catatan sejarah tentang To’et, sehingga sampai kapanpun tidak akan pernah hilang,” ujar Khalisuddin, Pembina KSB Lintas Gayo, Minggu (13/5/2013).
Menyangkut teknis penulisan, lanjut Khalis, nanti akan disampaikan lagi dan diumumkan secara luas.(red.04)