Search This Blog

Wednesday, November 27, 2013

Masjid Asal Penampaan Tertua di Aceh

Masjid Asal Penampaan Tertua di Aceh


Sebuah sumber mengatakan bahwa masjid Asal – Penampaan didirikan pada tahun 815 H/1412 M. Jika informasi ini akurat, berarti masjid Asal didirikan dalam masa Kerajaan Pasai. Sebab setidaknya, Kerajaan Pasai telah berdiri dari tahun 1282 M, (Ibrahim Alfian, 2004: 26) dan jatuh dalam kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam di tahun 1524 M, (Amirul Hadi, 2004: 13).
Sejak pendiriannya sampai saat ini masjid Asal-Penampaan tidak pernah dirombak dan tetap difungsikan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat ibadah. Masjid ini dipandang keramat oleh masyarakat sekitar, sebab secara logika bangunan berkonstruksi kayu seperti masjid ini tidak mungkin dapat bertahan sampai 500 tahun. Namun kenyataannya, masjid Asal-Penampaan masih tetap berdiri kokoh sampai sekarang, diperkirakan sudah berumur 800 Tahun.
Masjid Asal juga menjadi dasar pemberian nama kampung dimana masjid itu berada. Nama Desa Penampaan berasal dari kata “penampaan” yang artinya “penampakan/tampak atau terlihat”.
Konon menurut riwayat, di masa lalu masjid ini bisa dilihat dari berbagai wilayah di Gayo Lues. Mungkin hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah sekitar masjid Asal yang merupakan daerah datar dan masih minim dihuni penduduk. Dengan demikian ia bisa dilihat dari berbagai arah yang umumnya berdataran tinggi. Oleh karena itu, daerah di mana masjid Asal berada disebut Desa (Kampung) Penampaan (yang tampak dari berbagai arah).
Seperti yang ditulis kemenag Aceh, dalam buku masjid bersejarah di Aceh, bagian pertama. Masjid Asal-Penampaan didirikan atas prakarsa beberapa tokoh dan pemuka agama. Dari beberapa sumber yang berhasil dihimpun, tokoh pendiri masjid ini adalah sebagai berikut:
1. Datok Masjid
2. Syekh Siti Mulia
3. Syekh Said Ibrahim
4. Syekh Said Ahmad
5. Syekh Abdurrahman
6. Syekh Abdullah
7. Syekh Abdul Wahab
8. Said Hasan
9. Said Husin
10. Syekh Abdul Qadir
11. Said Ali Muhammad
12. Datok Gunung Gerudung
13. Mamang Mujra
Masjid ini dinamakan masjid Asal karena merupakan masjid yang pertama sekali dibangun di wilayah sekitar Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai “Masjid Asal” yang konotasinya adalah asal-muasal pendirian masjid di seluruh Gayo Lues dan sekitarnya.
Bangunan fisik masjid Asal dibina dengan kostruksi yang bahan utamanya adalah kayu. Bahan-bahan bangunan masjid ini diperoleh dari pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar desa, bebatuan sungai serta tanah kuning yang ada di sekitar masjid itu sendiri. Bahan-bahan dasar yang digunakan pada saat pembangunan masjid ini masih utuh bertahan sampai sekarang, termasuk dinding dari tanah kuning.
Arsitektur masjid Asal Kampung Penampaan mengikuti karakteristik arsitektur masjid tradisional Aceh yang berkembang selama berabad-abad. Arsitektur masjid seperti ini sudah jarang ditemukan di masa sekarang, kecuali pada masjid yang dibangun Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila dengan mengadopsi arsitektur masjid Demak. Arsitektur masjid yang khas ini menjadi bukti terhubungnya kerajaan Demak dengan Aceh dalam pengembangan Islam di Nusantara.
Dengan demikian, masjid Asal merupakan salah satu masjid bersejarah yang merekam jejak pengembangan Islam di Aceh dan Indonesia umumnya. Arsitektur tradisional bangunan Masjid Asal segera memberi kesan kepurbakalaan masjid ini. Kesederhanaan konstruksinya memancarkan kharisma dari kemegahan Islam masa lalu. Kubah masjid berbentuk runcing berwarna hitam pekat terbuat dari logam. Atapnya terbuat dari ijuk (serat serabut pohon aren) serta plafon yang dibuat dari pelepah aren yang dirajut dengan rotan.
Masjid berukuran luas 8 x 10 meter ini dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari tanah kuning di sepanjang sisi tiang sebelah luar. Empat tiang penyangga utama masjid dihubungkan dengan empat balok kayu sebagai penyokong kubah dan atap Masjid. Menurut masyarakat setempat, keempat tiang tersebut merupakan kayu pilihan yang diambil dari beberapa desa. Dua di antaranya diambil dari desa Gele-Penampaan, menjadi pelengkap keenambelas tiang yang masih berdiri dengan kokoh sampai saat ini.
Di bagian luar sebelah kiri masjid terdapat makam para pendiri masjid. Mereka merupakan tokoh agama yang disegani, salah seorang di antaranya dikenal sebagai tokoh penyebaran agama Islam di dataran tinggi tanah Gayo.
Di halaman masjid terdapat sebuah sumur tua yang dahulu digunakan sebagai sumber air untuk berwudhuk. Dalam perkembangannya kemudian, sumur ini mulai jarang digunakan. Namun air sumur ini masih tetap diambil masyarakat meskipun untuk maksud yang lain. Konon menurut penuturan masyarakat, sumur tersebut disebut “Telaga Nampak” yang keramat. Air dari sumur ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, menyegarkan jasmani dan digunakan sebagai air untuk tepung tawar (pesejuk) dalam berbagai acara masyarakat.
Menilik tahun pendiriannya (1412 M), jika ini valid maka dapat disimpulkan bahwa masjid ini telah berdiri jauh sebelum berdirinya kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam adalah kerajaan pertama yang menyatukan seluruh wilayah Aceh dalam satu kekuasaan.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa upaya penyatuan oleh Kerajaan Aceh Darussalam ini dimulai dengan ditaklukkannya kerajaan Daya pada tahun 1520 M. Di masa kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam, pengelolaan dan perawatan masjid Asal diemban oleh pejabat kerajaan Kejurun Patiambang (Gayo, Patiamang). Kejurun Patiambang merupakan salah satu dari enam kejurun di daerah Gayo. Keenam teritori tersebut adalah; Kejurun Bukit, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, Kejurun Patiamang, Kejurun Bebesen, dan Kejurun Abuk. (lihat Snouck Hurgronje, 1996: 107, dst. dan H. M. Gayo, 1983: 51).
Untuk pengelolaan masid Asal, Raja Patiamang mengangkat Reje Cik yang ditugaskan untuk merawat dan mengelola pelaksanaan kegiatan keagamaan di Masjid Asal. Masjid Asal telah mengalami beberapakali renovasi. Pada tahun 90-an masjid ini di rehab bagian luarnya dengan pemasangan tembok keliling di sekitar masjid sampai ke perkuburan. Lalu pada tahun 1989, dilakukan pemasangan kaca pada lubang angin bagian atas (kubah masjid).
Rehabilitasi di atas dilakukan dalam masa daerah ini masih masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Lalu pada tahun 2002, daerah ini masuk dalam wilayah pemekaran Kabupaten Gayo Lues. Maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues melakukan rehabilitasi Masjid Asal, dan menjadikan masjid ini sebagai icon Kabupaten Gayo Lues.
Pada tahun 2008, masjid Asal direhab kembali dengan bantuan dana dari BRR NAD-Nias, namun tidak merombak bangunan dasarnya. Pada masa ini dibangun mesjid baru dengan konstruksi beton berukuran 60 x 40 meter berdampingan dengan mesjid lama yang berkonstruksi kayu. Dengan demikian masjid Asal menjadi dua bagian, bagian utama merupakan bangunan inti, yaitu masjid Asal yang asli. Sedangkan bagian kedua merupakan masjid baru sebagai perluasan masjid Asal, sehingga pengujung akan medapati dua ruang berbeda di dalam masjid.
Masjid Asal Penampaan dipadati pengunjung pada setiap hari Jumat, mulai dari subuh sampai masuk waktu shalat Jumat. Para pengunjung berdatangan dari berbagai daerah, baik dari Aceh sendiri maupun dari luar Provinsi Aceh. Biasanya pengunjung datang untuk bersedekah, memenuhi niatan dan melunasi nazar mereka. Selain hari Jumat, masjid akan dipadati pada saat perayaan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi‘raj, Megang Ramadhan dan Megang Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Pada saat-saat seperti ini, masjid akan dipadati pengunjung untuk beribadah dan memenuhi nazar mereka.
Masjid Asal-Penampaan masih banyak menyimpan misteri sejarah kehidupan masyarakat Gayo Lues yang belum tergali. Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh, daerah ini dipimpin oleh Kejurun Patiamang yang banyak berkontribusi bagi hidupnya beragam adat dan budaya dalam masyarakat. Di masa penyerbuan Kolonialis Belanda ke tanah Gayo, konon masjid ini pernah dibom, tapi anehnya bom itu tidak meledak.
Ada pula kisah lain yang mengatakan bahwa mesjid ini pernah dicoba hancurkan oleh Belanda. Upaya ini juga tidak berhasil, dan sampai sekarang bekas tebasan pedang masih terlihat pada tiang mesjid ini. Setidaknya kisah ini menjadi cermin kuatnya upaya masyarakat mempertahankan masjid ini dari serbuan Belanda.
Namun sayangnya masih belum bisa terungkap, fakta-fakta itu masih terpendam dalam warisan khasanah masa lalu. Kondisi ini terus menjadi misteri seiring dengan tidak terjawabnya misteri masjid Asal itu sendiri. Misalnya beberapa pertanyaan berikut:
1. Berapa usia masjid Asal sebenarnya? Hendaknya dilakukan penelitian ilmiah semisal penghitungan usia kayu masjid. Mungkin dapat dilakukan dengan karbon isotop 12 (C12)seperti menghitung fosil peninggalan zaman purba.
2. Apa kandungan air sumur di masjid Asal yang dipercaya masyarakat bisa menyembuhkan?
3. Apa benar sumur masjid Asal merupakan air dari Telaga Nampak yang ada di masjid pada masa ulama dan aulia masa lalu? Konon katanya bisa memperlihatkan niat seseorang kala ia berada di Telaga Nampak?
Semua pertanyaan ini cukup urgen untuk dijawab, kiranya pihak berwenang perlu melakukan langkah-langkah positif untuk menjawab rasa penasaran masyarakat. (SG/LG)
- See more at: http://www.lintasgayo.com/43929/masjid-asal-penampaan-tertua-di-aceh.html#sthash.dyW1eQvF.dpuf

ADANYA PRAKTIK MANIPULASI DAN KECURANGAN YANG SISTEMATIS, TERSTRUKTUR DAN MASSIV DALAM PROSES PENDATAAN, PENYUSUNAN, DAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAFTAR PENDUDUK POTENSIAL PEMILIH PEMILU (DP4), DAFTAR PEMILIH SEMENTARA (DPS) DAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) PEMILUKADA KOTA DEPOK 2010

Kembali ke Arah dan Jalur yang Benar - Back to Rigth Lane and Right Way

Selasa, 07 Februari 2012

ADANYA PRAKTIK MANIPULASI DAN KECURANGAN YANG SISTEMATIS, TERSTRUKTUR DAN MASSIV DALAM PROSES PENDATAAN, PENYUSUNAN, DAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAFTAR PENDUDUK POTENSIAL PEMILIH PEMILU (DP4), DAFTAR PEMILIH SEMENTARA (DPS) DAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) PEMILUKADA KOTA DEPOK 2010


PENYATAAN KHUSUS
TENTANG
ADANYA PRAKTIK MANIPULASI DAN KECURANGAN
YANG SISTEMATIS, TERSTRUKTUR DAN MASSIV DALAM PROSES
PENDATAAN, PENYUSUNAN, DAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH
DAFTAR PENDUDUK POTENSIAL PEMILIH  PEMILU (DP4),
DAFTAR PEMILIH SEMENTARA (DPS) DAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT)
PEMILUKADA KOTA DEPOK 2010
Oleh :
TIM PENCARI FAKTA PASANGAN BK-PRI
Bidang IT, Data Base dan Program
                                                                                                                    
DP4 (DAFTAR PENDUDUK POTENSIAL PEMILIH PEMILU)
  1. Bahwa, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pedoman Tata Cara Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan, untuk dapat menggunakan hak memilih dalam Pemilukada adalah Warga Negara Republik Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih. Dengan ketentuan,  Warga Negara tersebut nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannyaTidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetapdan telah berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau dokumen kependudukan dari instansi yang berwenang.
  2.  Bahwa, berdasarkan sosialisasi jadwal, program dan tahapan Pemilukada Kota Depok, jadwal pelaksanaanpenetapan/pengesahan DPS dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2010, dengan demikian, yang dimaksud dengan pemilih terdaftar yang berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya Daftar Pemilih Sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk adalah pemilih yang telah terdaftar sekurang-kurangnya pada tanggal 22 Januari 2010. 
  3.  Bahwa, pada tanggal 1 Maret 2010, KPU Kota Depok telah mengajukan permohonan Data Kependudukan untuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) kepadaPemerintah Daerah Kota Depok dengan Surat bernomor No. 17/KPU-D/II/2010 perihalPermohonan Data Kependudukan untuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu.Selanjutnya untuk maksud dan tujuan yang sama, pada 19 Maret 2010, KPUD Kota Depok kembali melayangkan surat bernomor No. 26/KPU-D/III/2010 perihal Permohonan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu mendesak Pemerintah Daerah Kota Depok agarmenyerahkan DP4 paling lambat pada akhir Maret karena dan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan KPU No 12 tahun 2010, Pemerintah Daerah sekurang-kurang selama 6 (enam) bulan sebelum hari dan tanggal pemungutan suara harus menyampaikan data kependudukan kepada KPUD Kota Depok yang akan digunakan dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 16 April 2010 yang terinci untuk tiap desa/kelurahan atau sebutan nama lainnya, atau ic casu
  4.  Bahwa, pada tanggal 12 April 2010, Pemerintah Daerah Kota Depok dan KPUD Kota Depok menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Nomor Berita Acara No. 470/67/BA/IV/2010 tentang Penyerahan Data Penduduk Potensial dan Pemilih Pemilu. Namun demikian pada penandatangan MOU tersebut, Pemerintah Daerah Kota Depokbelum menyerahkan data DP4 baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy. Hal ini jelas menyalahi Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010 khususnya Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi : Penyerahan DP4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam berita acara serah terima dan disertai dengan cetakan (hardcopy) dan data elektronik (softcopy). 
  5. Bahwa, pada tanggal 26 April 2010, KPUD Kota Depok kembali melayangkan surat bernomorNo. 51/KPU-D/IV/2010 Tentang Permohonan Data Kependudukan untuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu dan Jumlah Penduduk Pada Tanggal 16 Aprilguna mendesak Pemerintah Daerah Kota Depok menyerahkan DP4 baik dalam bentuk hard copy dan soft copy sebagai bahan untuk penyusunan Daftar Pemilih Sementara dan sebagai pedoman penetapan jumlah dukungan calon perseorangan (jalur Independen) dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada 16 Oktober 2010.
  6. Bahwa, berdasarkan Berita Acara No. 470/67/BA/IV/2010 Tentang Penyerahan Data Penduduk Potensial dan Pemilih Pemilu tanggal 12 April 2010.  Pemilih terdaftar per April 2010 adalah1.109.015 (satu juta seratus sembilan ribu lima belas) Pemilih. Bahwa di bulanJanuari 2010, dalam forum Pleno (hearing) Komisi A DPRD Kota Depok dengan Pemerintahan Kota (Disdukcapil)Sdr. Sayid Kholid selaku Kepala Dinas DISDUKCAPIL Kota Depok menjelaskan bahwa pemilih Kota depok sampai dengan Januari 2010 adalah berjumlah 1.040.000 (?)
  7. Bahwa, Setelah KPUD Kota Depok telah menerima Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) dari Pemerintah Kota Depok (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil), KPUD Kota Depok telah melakukan pemutakhiran dan validasi data pemilih, sehingga jumlah hasil DP4 validasi KPUD adalah menjadi 1.092.345 Pemilih atau berkurang 17.112pemilih dibandingkan DP4 sebelum validasi (versi Pemerintah Daerah Kota Depok).  
  8. Bahwa, Pada tahapan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4),berdasarkan uraian point 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 di atas, telah terjadi pelanggaran-pelanggaran dilaksanakan secara tidak jujur dan tidak adil dan penuh dengan praktik kecurangan yang bersifat massif, terstruktur dan sistematis, terutama menyangkut:
8.1        Terjadi keterlambatan penyerahan Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) ; Pemerintah Daerah Kota Depok (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) dalam kurun waktu 16 April 2010 sampai dengan 26 April 2010 belum menyerahkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) kepada KPUD Kota Depok. Dengan demikian, Penyerahan DP4terebut mengalami keterlambatan setidak-tidaknya 10 Hari dari waktu ditentukan (tidak sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Peraturan KPU No 12 tahun 2010)
8.2        Terjadi Lonjakan jumlah Pemilih tidak wajar menjelang Pemilukada Depok 2010 ; Dalam DP4 per April 2010 dibandingkan dengan Data Pemilih per Januari yang disampaikan Kepala Disdukcapil Kota Depok dalam forum Pleno (hearing) dengan Komisi A DPRD Depok. Lonjakan Pemilih Kota Depok dalam kurun waktu Januari 2010 sampai dengan April 2010 mengalami peningkatan sebesar ± 69.457 Pemilih. Dan jika data pemilih berdasarkan DP4 per April 2010 dibandingkan dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap) Pemilu Terakhir (Pileg/Pilpres) yang jumlah 1.045.480(satu juta empat puluh lima ribu empat ratus delapan puluh) pemilih, maka dalam kurung waktu 298(dua ratus sembilan puluh delapan) HariDP4 mengalami kenaikan sebesar 63.535  Pemilih ataupertambahan pemilih rata-rata berjumlah 213 pemilih per hari. Padahal data BPS Kota Depok menunjukan laju pertumbuhan rata-rata penduduk Kota Depok hanya 2,21% per tahun atau sekitar 85 s/d 90 orang per hari.
8.3        Adanya tenggang waktu Penyerahan DP4 dengan batas waktu pemilih yang terdaftar (per 22 Januari 2010). Penyerahan DP4 dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil baru dilakukan setelah tanggal 26 April 2010, sementara ketentuan pemilih terdaftar sebagaimana yang diatur pada Peraturan KPU No 12 tahun 2010 Pasal 4, harus berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk, atau adalah pemilih yang terdaftar sekurang-kurangnya pada tanggal 22 Januari 2010. Adanya tenggang waktu tersebut diduga kuat berpengaruh terhadap terjadinya lonjakan pemilih pada Pemilukada Kota Depok;
8.4        Apalagi, selama Kurun waktu Januari s/d April 2010, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok telah mengoperasikan mobil layanan KTP keliling. Layanan bergerak ini berkeliling ke seluruh wilayah Kota Depok untuk melayani total 11 kecamatan dan 63 kelurahan yang ada di Kota Depok. Mobil KTP keliling diarahkan menempati lokasi lokasi yang strategi dan mudah dijangkau, misalnya di kantor kelurahan, komplek perumahan dan pusat keramaian lainnya. Dengan menggunakan kendaraan mini bis, 6 orang petugas dari Disdukcapil dapat melayani pembuatan KTP baru dan perpanjangan KTP (padahal sesuai Ketentuan, Mobil KTP keliling tidak melayani Pembuatan KTP baru). Di dalam mobil KTP keliling tersebut dilengkapi dengan beberapa komputer portable (notebook/laptop) yang terhubung dengan kantor dinas dengan modem 3G. Juga perangkat kamera digital untuk pengambilan gambar/foto serta printer dan alat laminating untuk mencetak KTP. Proses pembuatan KTP berjalan cukup cepat, hanya memerlukan waktu 15-30 menit untuk setiap permohonan KTP.  Layanan mobil keliling ini hanya melayani sekitar 70-100 permohonan per lokasi per hari. Keberadaan Mobil KTP Keliling itupun juga diperkuat dengan kebijakan, “dikembalikannya” proses pembuatan KTP di tiap Kelurahan dari awalnya hanya terpusat di kantor Disdukcapil Depok.
8.5        Berdasarkan kedua fakta di atas, DIDUGA KERAS, bahwa Pihak Disdukcapil dalampenyusunan data pemilih dalam DP4, dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangannya, telah melakukan mobilisasi virtual dengan memasukan pemilih-pemilih tidak berhak dalam DP4, yakni Pemilih yang terdaftar melewati batas waktu tanggal 22 Januari 2010, halmana berdampak langsung pada melonjakan jumlah Pemilih menjelang Pemilukada Kota Depok 2010;
DPS (DAFTAR PEMILIH SEMENTARA) dan DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) 
9.  Selanjutnya, KPUD Kota Depok menyusun daftar pemilih tiap kelurahan denganmenggabungkan/membandingkan DPT Terakhir (Pilpres) dengan DP4 yang diserahkan Disdukcapil sebagai bahan penyusunan DPS (draft DPS) oleh PPS. Draft DPS tersebut kemudian disampaikan ke PPS melalui PPK. Daftar pemilih sebagai bahan penyusunan DPS (draft DPS) oleh PPS adalah berjumlah  1.092.345 Pemilih;
10.  Bahwa, setelah menerima Draf Daftar Pemilih Sementara dari KPU Kota Depok, PPS mengangkat Petugas pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) sebanyak 1 (satu) orang untuk setiap TPS, yang di ambil dari pengurus RT/RW atau elemen masyarakat lainnya yang berdomisili di wilayah yang bersangkutan dan dianggap mengerti betul tentang kondisi wilayahnya tersebut;
11.  Bahwa, PPS dibantu oleh Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) berdasarkan masukan dari masyarakat/pengurus RT/RW telah melakukan perbaikan Daftar Pemilih Sementara sebagai bahan untuk menyusun Draft Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jumlah perbaikan Daftar Pemilih Sementara yang ditetapkan PPS dibantu dengan PPDP adalah 1.062.970 pemilih. Dengan demikian, jumlah pemilih yang dihilangkan adalah 29.375 Pemilih;
12.  Bahwa, Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki dan disusun oleh PPS menjadi Draf Daftar Pemilih Tetap diserahkan PPS melalui PPK kepada KPUD Depok. KPUD Kota Depok kembali melakukan verifikasi dan validasi, sehingga jumlah pemilih yang terdaftar DPT menjadi 1.053.917 Pemilih, berkurang 9.053 Pemilih dari Draf Daftar Pemilih Tetap yang diserah PPS melalui PPK;
13.  Bahwa, proses Pemutakhiran Data Pemilih dari tahap Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4), Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT)Dilakukan Oleh PPS, PPDP dan KPU Kota Depok  telah berhasil menghilangkan 55,540 Pemilih;
14.  Bahwa, Pada tahapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), berdasarkan uraian point 9, 10, 11, 12, dan 13 di atas, diduga kuat terjadi pelanggaran-pelanggaran dilaksanakan secara tidak jujur dan tidak adil dan penuh dengan praktik kecurangan yang bersifat massif, terstruktur dan sistematis, terutama menyangkut:
14.1          Petugas pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) sebagai ujung tombak pemutakhiran data pemilih, dalam menjalankan tugasnya PPDP diharuskan berkoordinasi dengan aparat setempat yang berada wilayahnya masing-masing mulai dari tingkatan RT/RW dan kelurahan yang telah dikondisikan terlebih dahulu melalui serangkaian mutasi birokrasi.
14.2          PPS dalam pada tahap seleksi atau pencalonan PPS, diisyaratkan harus mengantongirekomendasi Lurah. Celah hukum ini dimanfaatkan secara negatif oleh Incumbentmenempatkan orang-orang tertentu dalam jajaran PPS dalam rangka rangka memulus rencana tersebut di atas.
14.3          Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) merupakan hasil dari pendataan Disdukcapil didasarkan pada masukan perangkat RT, RW dan masyarakat setempat. Sementara, Pemutakhiran data pemilih Pemilukada yang dilansir oleh KPUD yang dilakukan oleh PPS, juga dibantu oleh perangkat RT, RW dan masyarakat setempat, yang tergabung dalam “Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP)”. Sehingga mudah dipahami, PPDP yang sebelumnya memasukan data-data dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4), tapi kemudian menghilangkan sendiri data tersebut pada proses perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPS), dalam jumlah yang sangat Fantastis;
14.4          Langkah yang ditempuh oleh PPS dan PPDP, diduga kuat terkait dengan upaya menutup celah lonjakan tidak wajar pada data pemilih dalam DP4 per April 2010 dibandingkan dengan Data Pemilih per Januari yang disampaikan dalam forum Pleno (hearing) Komisi A DPRD Depok.
PEMUNGUTAN SUARA DAN PERHITUNGAN SUARA
15.  Bahwa, setelah pelaksanaan Pemilukada Kota Depok tepatnya H+1 setelah Pemilukada Kota Depok banyak pemilih yang melaporkan kepada Tim Sukses BK-PRI (Badrul Kamal-Agus Supriyanto) bahwa mereka tidak memilih dengan alasan karena tidak terdaftar dalam DPSdan hilang dari DPT. Dan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim BK PRI dengan membandingkanData Pemilih dalam DPS dengan data pemilih dalam DPT dan sebaliknya, ditemukan ada beberapa modus pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan massif yang terjadi pada pemilukada Kota Depok. Modus Pertama,  Pemilih Yang Tercatat Di DPS Tapi Tidak Tercatat Di DPT. Modus Kedua,  Pemilih Yang Tercatat Di DPT Tapi Tidak Tercatat Di DPS
16.  Bahwa, Tim Sukses BK-PRI telah menurunkan Tim pencari Fakta untuk menginvestigasi terjadi pelanggaran serius sebagaimana diuraikan pada Point 15 di atas. Dari 23 kelurahan (⅓ dari 63 Kelurahan) yang kami cek, diketahui bahwa sekitar 18.181 pemilih Yang Tercatat di DPS Tapi Tidak Tercatat di DPT, sedangkan  Pemilih Yang Tercatat di DPT Tapi Tidak Tercatat di DPSberjumlah 21.597 Pemilih.
17.  Bahwa, Pada tahapan Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara, diduga kuat terjadi pelanggaran-pelanggaran dilaksanakan secara tidak jujur dan tidak adil dan penuh dengan praktikmanipulasi dan kecurangan yang bersifat massif, terstruktur dan sistematis, terutama menyangkut:
17.1          Modus Pertama, Pemilih Yang Tercatat Di DPS Tapi Tidak Tercatat Di DPT (DPS non DPT). berjumlah 18.181 pemilih. Modus ini terjadi antara lain: Abadi Jaya (4.984), Bojong Pondok Terong (558), Depok (2.895), Kemiri Muka (897), Pangkalan Jati (497), Cilangkap (404), Gandul (911), Krukut (341), Cipayung  (925), Pancoran Mas (956), Jatimulya (389), Tirtajaya (395), Ratu Jaya (1.756), Sukatani (799) dan Sukamaju (547), Tim Sukses BK-PRI berkeyakinan, pola yang sama juga terjadi pada 43 kelurahan lainnya;  
17.2          Bahwa, dari 23 kelurahan tersebut diketahui, jumlah modus pertama paling kecil 33 pemilih dan paling besar 4984 Pemilih atau angka rata-rata 790 Pemilih. Kalau ditiap kelurahan terjadi modus pertama rata-rata sebesar 790 Pemilih, maka dari keseluruhan kelurahan di Depok yang berjumlah 63, jumlah modus pertama diperkirakan sekitar 49.770 Pemilih (790 pemilih x 63 kelurahan)
17.3          Modus Kedua, Pemilih Yang Tercatat Di DPT Tapi Tidak Tercatat Di DPS (DPS non DPT) berjumlah 21.597 Pemilih. Diduga keras, Pihak Disdukcapil dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangannya, telah melakukan mobilisasi virtual, dengan cara memasukan pemilih-pemilih tidak berhak dalam DP4. Modus ini terjadi antara lain: Abadi Jaya (2.050), Bojong Pondok Terong (1.893), Depok (7.729), Kemiri Muka (557), Pangkalan Jati (464), Pasir Putih (331), Cilangkap (400) Gandul (1.496), Krukut (303), Cipayung (816), Pancoran Mas (702), Ratu Jaya (2.225), sukatani (0) dan Sukamaju (986); dan Tim Sukses BK-PRI berkeyakinan pola yang sama juga terjadi pada 43 kelurahan lainnya;
17.4          Bahwa, dari 23 kelurahan tersebut diketahui, jumlah modus Kedua paling kecil 0 (sukatani) pemilih dan paling besar 7729 Pemilih atau angka rata-rata 939 Pemilih. Kalau di tiap kelurahan terjadi modus pertama rata-rata sebesar 939 Pemilih, maka dari keseluruhan kelurahan di Depok yang berjumlah 63, jumlah modus kedua diperkirakan sekitar 59.157 Pemilih (939 Pemilih x 63 Kelurahan)
17.5          Bahwa, Jika modus pertama ditambahkan dengan modus kedua, maka total terjadi manipulasi dan kecurangan dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah 108.927 Pemilih (49.770 Pemilih + 59.157 Pemilih), hal ini tanpaMENGURANGI dan/atau MENAMBAH pemilih terdaftar di Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan di Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilukada Kota Depok tersebut.
17.6          Bahwa, Modus Pertama dan Modus Kedua adalah BUKTI NYATA adanya kerjasamasistematis, terstruktur dan massif dari jajaran  yang terlibat dalam pemutakhiran data pemilih, mulai dari Disdukcapil, PPS, PPDP, Lurah, Camat, RW dan RT; 
18.  Bahwa, dari Kedua Modus di atas, Tim Pencari Fakta Pasangan BK-PRI coba melebarkan “spektrum area investigasi”. Investigasi selanjutnya diarahkan pada penelusuran keberadaan/keterdaftaran pemilih dari Kedua Modus di atas DIBANDINGKAN (compared) denganDaftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Depok (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil);
19.  Bahwa, Hasil investigasi sebagaimana yang disebut pada point 18, Hasil investigasi terhadap Modus Pertama, Tim Pencari Fakta Pasangan BK-PRI juga menemukan pelanggaran yang lebih fatal serius yakni terdapat Pemilih Modus Pertama (DPS non DPT) yang terdata dalamDaftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) berjumlah 15.399 Pemilih atau 2.782 pemilih yang tidak terdata oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4).
20. Bahwa, Adanya temuan sebagaimana yang dimaksudkan pada point 19 dalam jumlah fantastisMEMBUKTIKAN dugaan adanya:
 20.1          Dihilangkannya pemilih dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal terdata di DP4 dan DPS;
Fakta kecurangan ini terutama pada kelurahan Depok (2637), Pancoranmas (961), Pasir Putih (123), Pengasinan (77), Sawangan Baru (143), Krukut (312), Meruyung (111), Abadijaya (5044), Tirtajaya (314), Beji Timur (77), Kemiri Muka (858), Bojong Pondok Terong (571), Cipayung (917), Ratu Jaya (150), Jatimulya (369), Sukamaju (327), Gandul (901), Pangkalan Jati (506), Cilangkap (306), Sukatani (474), Duren Mekar (57), Duren Seribu (16), dan Pondok Petir (148). Total jumlah 15.399 pemilih;
20.2          Masuknya pemilih tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS); 
Fakta kecurangan ini terutama pada kelurahan Depok (258), Pancoranmas (5), Pasir Putih (27),Pengasinan (33), Sawangan Baru (5), Krukut (29), Meruyung (9), Abadijaya (60), Tirtajaya (81), Beji Timur (23), Kemiri Muka (39), Bojong Pondok Terong (13), Cipayung (8), Ratu Jaya (1,606), Jatimulya (20), Sukamaju (220), Gandul (10), Pangkalan Jati (9), Cilangkap (98), Sukatani (325), Duren Mekar (12), Duren Seribu (17), Pondok Petir (49). Total jumlah 2.782 pemilih; 
21.  Bahwa, Hasil investigasi terhadap Modus Kedua (DPT non DPS), Tim Pencari Fakta Pasangan BK-PRI menemukan pelanggaran yang lebih fatal serius yakni terdapat Pemilih Modus Pertama (DPS non DPT) yang tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) berjumlah 15.435 Pemilih atau hanya 6.162 pemilih yang terdata oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada(DP4)
22. Bahwa, Adanya temuan sebagaimana yang dimaksudkan pada point 21 dalam jumlah fantastisMEMBUKTIKAN dugaan adanya pelanggaran:
22.1          Masuknya kembali pemilih terdata dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) yang telah diverifikasi/dihilangkan dalam proses pemutakhiran data pemilih Daftar Pemilih Sementara (DPS) tetapi masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT);
Fakta kecurangan ini terutama pada kelurahan Depok (4,665), Pancoranmas (40), Pasir Putih (7), Pengasinan (7), Krukut (25), Meruyung (4), Abadijaya (16), Tirtajaya (10), Beji Timur (8), Kemiri Muka (41), Bojong Pondok Terong (191), Cipayung (16), Ratu Jaya (114), Jatimulya (8), Sukamaju (547), Gandul (407), Pangkalan Jati (24), Cilangkap (12), Duren Mekar (8), Duren Seribu (5) Dan Pondok Petir (7). Total jumlah 6.162 pemilih; 
22.2          Masuknya PEMILIH TIDAK BERHAK atau setidaknya pemilih  melewati batas waktu tanggal 22 Januari 2010 ke dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) 
Fakta kecurangan ini terutama pada kelurahan Depok (3,064), Pancoranmas (662), Pasir Putih (324), Pengasinan (172), Sawangan Baru (66), Krukut (278), Meruyung (89), Abadijaya (2,034), Tirtajaya (365), Beji Timur (92), Kemiri Muka (516), Bojong Pondok Terong (1,702), Cipayung (800), Ratu Jaya (2,111), Jatimulya (370), Sukamaju (439), Gandul (1,089), Pangkalan Jati (440), Cilangkap(388), Duren Mekar (157), Duren Seribu (106) Dan Pondok Petir (171). Total jumlah 15.435 Pemilih; 
23. Bahwa, Tim Pencari Fakta Pasangan BK-PRI telah melakukan komparasi diagonal antaraModus Pertama (DPS non DPT) dengan Modus Kedua (DPT non DPS)Tujuan komparasi diagonal adalah untuk mengungkap, Apakah pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) DIGANTIKAN oleh pemilih lain yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan apakah pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) DIGANTIKAN oleh pemilih lain yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS). Hasil dari komparasi ini tidak diperoleh angka temuan yang signifikan. Dengan demikian dapatDIPASTIKAN bahwa:
23.1          Tidak ada kesamaan pemilih antara pemilih yang terdapat pada Modus Pertama dengan pemilih Modus Kedua;
23.2          Pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) TIDAK DIGANTIKAN oleh pemilih lain yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau sebaliknya;
23.3          Pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) TIDAK DIGANTIKANoleh pemilih lain yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) atau sebaliknya;
24. Dengan demikian, dari uraian point 23, dapat disimpulkan:
24.1          Masuknya kembali pemilih terdata dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) yang telah diverifikasi/dihilangkan dalam proses pemutakhiran data pemilih Daftar Pemilih Sementara (DPS) tetapi masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 6.162 pemilih, disertai dengan pelanggaran lain, yakni DIGANTIKANNYA6.162 pemilih lain dalam DPT;
24.2          Masuknya PEMILIH TIDAK BERHAK yakni pemilih setelah 22 Januari 2010 atau pemilih tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 15.435 Pemilih, disertai dengan pelanggaran lain yakni DIGANTIKANNYA 15.435 Pemilih lain dalam DPT;
24.3          Dihilangkannya pemilih dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal terdata di Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) dan di  Daftar Pemilih Sementara (DPS)berjumlah 15.399 pemilih, disertai dengan pelanggaran lain, yakni DIGANTIKANNYA 15.399 pemilih lain dalam DPT;
24.4          Masuknya pemilih tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial PemilihPemilukada (DP4) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) berjumlah 2.782 pemilih, disertai dengan pelanggaran lain, yakni DIGANTIKANNYA 2.782 pemilih lain dalam DPS;
25. Bahwa, dari uraian point 24, disimpulkan bahwa terdapat 8 modus pelanggaran sistematis, terstruktur dan massif dalam pemilukada Kota Depok, yaitu:
1. Masuknya kembali pemilih terdata dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) yang telah diverifikasi/dihilangkan dalam proses pemutakhiran data pemilih Daftar Pemilih Sementara (DPS) tetapi masuk  dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT);
Jumlah Pelanggaran : 6.162 pemilih
2. Diganti/dihilangkan pemilih lain dalam DPT akibat masuknya pemilih sebagaimana yang disebut pada No. 1 di atas;
Jumlah Pelanggaran : 6.162 pemilih
3. Masuknya PEMILIH TIDAK BERHAK (pemilih setelah 22 Januari 2010); atau pemilih tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) ke dalam DPT.
Jumlah Pelanggaran : 15.435 pemilih
4. Diganti/dihilangkan pemilih lain dalam DPT akibat masuknya pemilih sebagaimana yang disebut pada No. 3 di atas;
Jumlah Pelanggaran : 15.435 pemilih
5. Dihilangkannya pemilih dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal terdata di DP4 dan DPS
Jumlah Pelanggaran : 15.399 pemilih
6. Penggantian pemilih lain dalam DPT akibat dihilangkannya pemilih sebagaimana yang disebut pada No. 5 di atas;
Jumlah Pelanggaran : 15.399 pemilih
7. Masuknya pemilih tidak terdata dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilukada (DP4) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS);
Jumlah Pelanggaran : 2.782 Pemilih
8. Penggantian pemilih lain dalam DPS akibat masuknya pemilih sebagaimana yang disebut pada No. 7 di atas;
Jumlah Pelanggaran : 2.782 Pemilih
Total Jumlah Pelanggaran :
79.556 Pemilih
26.     Bahwa, 8 modus pelanggaran sebagaimana yang terungkap dalam point 25   adalah BUKTI NYATA adanya kerjasama sistematis, terstruktur dan massif dari jajaran  yang terlibat dalam pemutakhiran data pemilih, mulai dari Disdukcapil, PPS, PPDP, Lurah, Camat, RW dan RT;
27. Bahwa, penghilangan pemilih dari DPS dan/atau DPT adalah pelanggaran HAM berat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kondisi Pemilkada Kota Depok menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap jaminan hak memilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
28. Bahwa sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 78 ayat 1 berbunyi: Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/ Kota adalah: a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu diwilayah kabupaten/ Kota yang meliputi: pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap. Bahwa pada kenyataannya Panwaslu Kota Depok tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan membiarkan hilang nama-nama yang tercantum dalam DPS dan munculnya nama-nama yang tidak tercantum dalam DPS tapi Muncul dalam DPT.
29. Bahwa dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 (Pemilukada Gubernur Jawa Timur) halaman 129 dalam putusannya menyatakan: Menimbang bahwa dalam memutus perselisihan hasil Pemilukada Mahkamah tidak hanya menghitung kembali hasil penghitungan suara yang sebenarnya dari pemungutan suara tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil penghitungan yang diperselisihkan, sebab kalau hanya menghitung dalam arti teknis-matematis sebenarnya bisa dilakukan penghitungan kembali oleh KPUD sendiri di bawah pengawasan Panwaslu dan/atau aparat kepolisian, atau cukup oleh pengadilan biasa. Oleh sebab itu, Mahkamah memahami bahwa meskipun menurut undang-undang, yang dapat diadili olehMahkamah adalah hasil penghitungan suara, namun pelanggaran pelanggaran yang menyebabkan terjadinya hasil penghitungan suara yang kemudian dipersengketakan itu harus pula dinilai untuk menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi,”Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orangberhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Kemudian kedua ketentuan UUD 1945 tersebut dituangkan lagi ke dalam Pasal 45 ayat (1) UU MK yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim”;
30. Bahwa selain putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi telah diperkuat dengan putusannya Nomor 115/PHPU.D-VIII/2010 halaman 77-78 yang menyatakan Bahwa dalam mengemban misinya Mahkamah sebagai pengawal konstitusi dan pemberi keadilan tidak dapat memainkan perannya dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara dalam memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat jika dalam menangani sengketa Pemilukada hanya menghitung perolehan suara secara matematis. Sebab kalau demikian, Mahkamah tidak dapat atau dilarang memasuki proses peradilan dengan memutus fakta hukum yang nyata-nyata terbukti tentang terjadinya suatu tindakan hukum yang menciderai hak-hak asasi manusia, terutama hak politik. Lebih dari itu, apabila Mahkamah diposisikan untuk membiarkan proses Pemilu ataupun Pemilukada berlangsung tanpa ketertiban hukum maka pada akhirnya sama saja dengan membiarkan terjadinya pelanggaran atas prinsip Pemilu yang Luber dan Jurdil. Jika demikian maka Mahkamah selaku institusi negara pemegang kekuasaan kehakiman hanya diposisikan sebagai “tukang stempel” dalam menilai kinerja Komisi Pemilihan Umum. Jika hal itu terjadi berarti akan melenceng jauh dari filosofi dan tujuan diadakannya peradilan atas sengketa hasil Pemilu atau Pemilukada tersebut; Bahwa dari pandangan hukum di atas, Mahkamah dalam mengadili sengketa Pemilukada tidak hanya membedah permohonan dengan melihat hasil perolehan suara an sich, melainkan Mahkamah juga meneliti secara mendalam adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang memengaruhi hasil perolehan suara tersebut. Dalam berbagai putusan Mahkamah yang seperti itu terbukti telah memberikan makna hukum dan keadilan dalam penanganan permohonan, baik dalam rangka pengujian Undang-Undang maupun sengketa Pemilu atau Pemilukada. Dalam praktik yang sudah menjadi yurisprudensi dan diterima sebagai solusi hukum itu, Mahkamah dapat menilai pelanggaran-pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif sebagai penentu putusan dengan alasan pelanggaran yang memiliki tiga sifat itu dapat memengaruhi hasil peringkat perolehan suara yang signifikan dalam Pemilu atau Pemilukada (Lampiran: Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 41/PHPU.D-VI/2008).
Demikian hal ini kami nyatakan, atas perhatian dan kerjasamanya di ucapkan terima kasih.
Jakarta, 15 November 2010

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DERAH


MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DERAH
1
Oleh:
M.
Akil Mochtar
2
I. Pendahuluan
Salah satu kewenangan konstitusional
yang diberikan kepada
Mahkamah Konstitusi (MK) o
leh
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
adalah
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk
memutus tentang perselisihan hasil pemilihan umum.
Dari ketentuan te
rsebut belum jelas tentang penge
rtian dan ruang
lingkup apa yang d
imaksud dengan “perselisihan hasil pemilihan umum”
(selanjutnya disingkat PHPU), sehingga
muncul berbagai pertanyaan
,
di
antara lain
, yaitu:
1.
Apa saja
macam
P
emilu yang dapat diperselisihkan hasilnya di MK
?
2.
Apa ruang lingkup dan
pengertian
PHPU
?
A
pakah juga
termasuk proses
Pemilu yang melanggar asas
P
emilu
yang L
uber dan
J
urdil
(pelanggaran administratif dan pidana Pemilu) yang dapat
mempengaruhi hasil Pemilu
?
3.
Bagaimana
meka
nisme pengajuan keberatan di MK
dan
bagaimana
tindak lanjut (eksekusi)
P
utusan MK ten
tang PHPU.
Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan secara sederhana dan
ringkas mengenai beberapa pertanyaan di atas
semata
-
mata agar seluruh
pihak, khususnya Komisi Pemilihan Umum, dapat mempersiapkan
pelaksanaan Pemilu sebaik
-
baiknya.
1
Disampaikan dalam
Pertemuan Koordinasi Kerjasama
Mahkamah Konstitusi dengan Asosiasi
Pengajar
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Hotel Sultan, 2 November 2
010.
2
Hakim Mahkamah Konstitusi.
2
II.
Jenis
Perseli
sihan Hasil Pemilu
Secara eksplisit, melalui Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, yang
dimaksud dengan Pemilu adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD,
dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden
. Oleh karena
itu, dapat
dimengerti apabila Pasal 74 s.d Pasal 7
9 Undang
-
Undang
No
mor
24 Tahun
2003
tentang Mahkamah Konstitusi (UU
MK) hanya mengatur hukum
acara perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Mengenai pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota
),
Pasal 18 ayat
(4) UUD 1945 hanya mengamanatkan bahwa
pemilihan
harus dipilih secara demokratis, sehingga menimbulkan perdebatan
apakah termasuk rezim hukum Pemilu atau bukan.
B
erdasarkan
Undang
-
Undang
No
mor
22 Tahun 2007
t
entang Penyelenggara Pemilihan
Umum
(
selanjutnya disebut
UU 22/2007)
,
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah kemudian dikategorikan sebag
ai Pemilu yang juga harus
disele
nggarakan oleh KPU beserta jajarannya (KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota)
, sehingga disebut Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah (untuk selanjutnya disingkat Pemilukada). Semula,
perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
(P
ilkada) berdasarkan Pasal 106 Undang
-
Undang
No
mor
32 Tahun 2004
t
entang Pemerintahan Daerah (
selanj
utnya disebut
UU 32/2004) menjadi
kewenangan Mahkamah Agung (MA) untuk menyelesaikannya
. Namun,
dengan lahirnya
Undang
-
Undang
No
mor
12 Tahun 2008
t
entang
Perubahan Kedua UU 32/2004, kewenangan mengadili perselisihan hasil
Pilkada atau sekarang disebut Pemi
lukada dialihkan ke MK (
vide
Pasal
236C UU 12/2008) yang secara efektif telah berlaku sejak 1 November
2008
setelah dilakukannya
serah terima
secara
resmi dari MA ke MK pada
tanggal 29 Oktober 2008.
Dengan demikian,
perselisihan hasil
pemilihan umum (PHPU
) yang
ditangani oleh Mahkamah Konstitusi
menjadi 3 (
tiga
) jenis
, yakni:
a. PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
b. PHPU Presiden dan Wakil Presiden;
c. PHPU
Kepala Daerah
.
3
III. Mekanisme pengajuan keberatan
Untuk
Pemilukada
yang belum ada pengaturannya seca
ra rinci
dalam UU, MK
telah mengeluarkan PMK Nomor 15 Tahun
2008 tentang
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala
Daerah
, yang acuan
awal
nya adalah UU 32/2004
juncto
UU
12/2008 dan
PMK PHPU Presiden dan Wakil Presiden, atas dasar pertimbangan bahwa
pada hakikatnya prosedur penyelesaian PHPU Pemilukada hampir sama
dengan PHPU Presiden dan Wakil Presiden, terutama tenggat 14 hari kerja
permohona harus sudah tersel
esaikan
.
Sementara itu, p
ermohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan suara Pemilukada
harus sudah
diajukan ke
MK
paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon
menetapkan hasil
penghitungan suara Pemilukada di daerah yang
bersangkutan
.
Permohonan
yang d
iajukan setelah melewati tenggang waktu
tidak dapat
diregistrasi.
Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam
perselisihan hasil
Pemilukada
ini
adalah
Pasangan Calon sebagai Pemohon
dan
KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota sebagai T
ermohon.
Pasangan Calon selain Pemohon dapat
juga
menjadi Pihak Terkait dalam
perselisihan hasil Pemilukada. Para pihak ini
dapat diwakili dan/atau
didampingi
oleh kuasa hukumnya masing
-
masing yang mendapatkan
surat kuasa khusus
dan/atau surat keterangan u
ntuk itu.
Kemudian, o
bjek
perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan
oleh Termohon yang mem
engaruhi
penentuan Pasangan Calon yang dapat
men
gikuti putaran kedua Pemilukada
atau
terpilihnya Pasangan Calon
sebagai kepala daerah da
n wakil kepala daerah.
Adapun tindak lanjut
Putusan MK mengenai PHPU
mengharuskan
KPU beserta jajarannya wajib
menindakla
njuti Putusan MK
tersebut.
IV
. Pengertian dan Ruang Lingkup PHPU
Secara sekilas
sudah dikemukakan
di atas
bahwa
UUD 1945 tidak
meneg
askan tentang pengertian dan ruang lingkup mengenai apa yang
dimaksud dengan “perselisihan tentang hasil pemilihan umum” yang
tercantum dalam Pasal 24C ayat (1),
sehingga undang
-
undang
yang
kemudian mengaturnya, yakni
:
UU
MK, UU Pemilu Anggota DPR, DPD,