Search This Blog

Wednesday, November 27, 2013

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DERAH


MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DERAH
1
Oleh:
M.
Akil Mochtar
2
I. Pendahuluan
Salah satu kewenangan konstitusional
yang diberikan kepada
Mahkamah Konstitusi (MK) o
leh
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
adalah
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk
memutus tentang perselisihan hasil pemilihan umum.
Dari ketentuan te
rsebut belum jelas tentang penge
rtian dan ruang
lingkup apa yang d
imaksud dengan “perselisihan hasil pemilihan umum”
(selanjutnya disingkat PHPU), sehingga
muncul berbagai pertanyaan
,
di
antara lain
, yaitu:
1.
Apa saja
macam
P
emilu yang dapat diperselisihkan hasilnya di MK
?
2.
Apa ruang lingkup dan
pengertian
PHPU
?
A
pakah juga
termasuk proses
Pemilu yang melanggar asas
P
emilu
yang L
uber dan
J
urdil
(pelanggaran administratif dan pidana Pemilu) yang dapat
mempengaruhi hasil Pemilu
?
3.
Bagaimana
meka
nisme pengajuan keberatan di MK
dan
bagaimana
tindak lanjut (eksekusi)
P
utusan MK ten
tang PHPU.
Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan secara sederhana dan
ringkas mengenai beberapa pertanyaan di atas
semata
-
mata agar seluruh
pihak, khususnya Komisi Pemilihan Umum, dapat mempersiapkan
pelaksanaan Pemilu sebaik
-
baiknya.
1
Disampaikan dalam
Pertemuan Koordinasi Kerjasama
Mahkamah Konstitusi dengan Asosiasi
Pengajar
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Hotel Sultan, 2 November 2
010.
2
Hakim Mahkamah Konstitusi.
2
II.
Jenis
Perseli
sihan Hasil Pemilu
Secara eksplisit, melalui Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, yang
dimaksud dengan Pemilu adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD,
dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden
. Oleh karena
itu, dapat
dimengerti apabila Pasal 74 s.d Pasal 7
9 Undang
-
Undang
No
mor
24 Tahun
2003
tentang Mahkamah Konstitusi (UU
MK) hanya mengatur hukum
acara perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Mengenai pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota
),
Pasal 18 ayat
(4) UUD 1945 hanya mengamanatkan bahwa
pemilihan
harus dipilih secara demokratis, sehingga menimbulkan perdebatan
apakah termasuk rezim hukum Pemilu atau bukan.
B
erdasarkan
Undang
-
Undang
No
mor
22 Tahun 2007
t
entang Penyelenggara Pemilihan
Umum
(
selanjutnya disebut
UU 22/2007)
,
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah kemudian dikategorikan sebag
ai Pemilu yang juga harus
disele
nggarakan oleh KPU beserta jajarannya (KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota)
, sehingga disebut Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah (untuk selanjutnya disingkat Pemilukada). Semula,
perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
(P
ilkada) berdasarkan Pasal 106 Undang
-
Undang
No
mor
32 Tahun 2004
t
entang Pemerintahan Daerah (
selanj
utnya disebut
UU 32/2004) menjadi
kewenangan Mahkamah Agung (MA) untuk menyelesaikannya
. Namun,
dengan lahirnya
Undang
-
Undang
No
mor
12 Tahun 2008
t
entang
Perubahan Kedua UU 32/2004, kewenangan mengadili perselisihan hasil
Pilkada atau sekarang disebut Pemi
lukada dialihkan ke MK (
vide
Pasal
236C UU 12/2008) yang secara efektif telah berlaku sejak 1 November
2008
setelah dilakukannya
serah terima
secara
resmi dari MA ke MK pada
tanggal 29 Oktober 2008.
Dengan demikian,
perselisihan hasil
pemilihan umum (PHPU
) yang
ditangani oleh Mahkamah Konstitusi
menjadi 3 (
tiga
) jenis
, yakni:
a. PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
b. PHPU Presiden dan Wakil Presiden;
c. PHPU
Kepala Daerah
.
3
III. Mekanisme pengajuan keberatan
Untuk
Pemilukada
yang belum ada pengaturannya seca
ra rinci
dalam UU, MK
telah mengeluarkan PMK Nomor 15 Tahun
2008 tentang
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala
Daerah
, yang acuan
awal
nya adalah UU 32/2004
juncto
UU
12/2008 dan
PMK PHPU Presiden dan Wakil Presiden, atas dasar pertimbangan bahwa
pada hakikatnya prosedur penyelesaian PHPU Pemilukada hampir sama
dengan PHPU Presiden dan Wakil Presiden, terutama tenggat 14 hari kerja
permohona harus sudah tersel
esaikan
.
Sementara itu, p
ermohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan suara Pemilukada
harus sudah
diajukan ke
MK
paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon
menetapkan hasil
penghitungan suara Pemilukada di daerah yang
bersangkutan
.
Permohonan
yang d
iajukan setelah melewati tenggang waktu
tidak dapat
diregistrasi.
Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam
perselisihan hasil
Pemilukada
ini
adalah
Pasangan Calon sebagai Pemohon
dan
KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota sebagai T
ermohon.
Pasangan Calon selain Pemohon dapat
juga
menjadi Pihak Terkait dalam
perselisihan hasil Pemilukada. Para pihak ini
dapat diwakili dan/atau
didampingi
oleh kuasa hukumnya masing
-
masing yang mendapatkan
surat kuasa khusus
dan/atau surat keterangan u
ntuk itu.
Kemudian, o
bjek
perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan
oleh Termohon yang mem
engaruhi
penentuan Pasangan Calon yang dapat
men
gikuti putaran kedua Pemilukada
atau
terpilihnya Pasangan Calon
sebagai kepala daerah da
n wakil kepala daerah.
Adapun tindak lanjut
Putusan MK mengenai PHPU
mengharuskan
KPU beserta jajarannya wajib
menindakla
njuti Putusan MK
tersebut.
IV
. Pengertian dan Ruang Lingkup PHPU
Secara sekilas
sudah dikemukakan
di atas
bahwa
UUD 1945 tidak
meneg
askan tentang pengertian dan ruang lingkup mengenai apa yang
dimaksud dengan “perselisihan tentang hasil pemilihan umum” yang
tercantum dalam Pasal 24C ayat (1),
sehingga undang
-
undang
yang
kemudian mengaturnya, yakni
:
UU
MK, UU Pemilu Anggota DPR, DPD,

No comments: