Search This Blog

Tuesday, December 17, 2013

SEJARAH GAYO

SEJARAH

07.29 / Diposkan oleh Suparman Sb /
SEJARAH GAYO

Sejarah Kerajaan
Kerajaan Lingga atau Linge (dalam bahasa gayo) di tanah Gayo, menurut M. Junus Djamil dalam bukunya "Gajah Putih" yang diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Atjeh pada tahun 1959, Kutaraja, mengatakan bahwa sekitar pada abad ke-11 (Penahunan ini mungkin sangat relatif karena kerajaan Lamuri telah eksis sebelum abad ini, penahunan yang lebih tepat adalah antara abad ke 2-9 M), Kerajaan Lingga didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Lingga I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Djohan Syah) dan Meurah Lingga(Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri atau Lambri. Ini berarti kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Kesultanan Daya merupakan kesultanan syiah yang dipimpin orang-orang Persia dan Arab.
Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wihni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.


Bahasa
Bahasa-bahasa yang ada di Nusantara masuk dalam kelompok Austronesia (Merrit Ruhlen dalam Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad Ke-21: 27). Sedangkan Bahasa Gayo termasuk dalam rumpun bahasa Melayo-Polinesia seperti yang disebutkan Domenyk EadesA Grammar of Gayo: A Language of Aceh, Sumatra: dalam bukunya
“Gayo belongs to the Malayo-Polynesian branch of the Austronesian family of languages. Malayo-Polynesian languages are spoken in Taiwan, the Philippines, mainland South-East Asia, western Indonesia…”(Eades 2005:4)
Bahasa ini (bahasa Gayo) merupakan bagian dari bahasa Melayo-Polinesia, dan dikelompokan dalam bagian Austronesia seperti yang disebutkan Merrit Ruhlen di atas. Secara khusus, masih belum diketahui kapan dan periodesasi perkembangan bahasa ini (Gayo). Yang pasti, bahasa ini ada sejak suku ini menempati daerah ini. Suku Gayo sendiri sudah menempati Aceh (Peureulak dan Pasai, pantai timur dan sebagian pantai utara Aceh) sejak sebelum masehi (Ibrahim, 2002:1). 
Untuk menelusuri sejarah awal terbentuknya dan periodesasi bahasa ini, diperlukan kajian komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu terutama linguistik historis, linguistik komparatif dan sosio-linguistik untuk mengetahui hal di atas secara pasti. "
Perkembangan bahasa ini kemudian tidak terlepas dari persebaran orang Gayo menjadi beberapa kelompok yaitu Gayo Lut (seputar danau Laut Tawar termasuk kabupaten Bener Meriah), Gayo Deret yaitu daerah Linge dan sekitarnya (masih merupakan bagian wilayah kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lukup/Serbejadi (kabupaten Aceh Timur), Gayo Kalul (Aceh Tamiang), Gayo Lues (kabupaten Gayo Lues dan beberapa kecamatan di Aceh Tenggara, juga sebagian kecil terdapat di Aceh Selatan. Faktor ekonomi menjadi motivasi utama persebaran tersebut, seperti yang dijelaskan dalam bahasa adat Gayo, “ari kena nyanya ngenaken temas, ari kena empet ngenaken lues.” Artinya, disebabkan karena kehidupan yang kurang baik, (sehingga) berusaha untuk lebih baik, karena sempit (lahan pertanian, perkebunan, dan lain-lain) berusaha untuk lebih luas.” Terjadinya persebaran tersebut turut mempengaruhi penamaan-penamaan suku Gayo, variasi dialek dan kosakata yang mereka miliki. Gayo LokopAceh Timur. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul dan Gayo Lues, komunitas Gayo yang masing-masing ada di hulu sungai Tamiang, Pulo Tige (kabupaten Aceh Tamiang) dan kabupaten Gayo Lues termasuk beberapa kecamatan di kabupaten Aceh Tenggara. Penamaan tersebut menggambarkan daerah hunian baru yang mereka diami. Orang-orang Gayo di kabupaten Bener Meriah masih merupakan bagian dari Gayo Lut (Takengon), yang beberapa tahun lalu, kabupaten Bener Meriah mekar dari kabupaten Aceh Tengah. Sementara, sebagian kecil komunitas Gayo di Aceh Selatan tidak menunjukan perbedaan nama seperti di tempat lain. atau Serbejadi misalnya, merupakan nama sebuah kecamatan yang ada di kabupaten.
 
Posted by : Edy linethink.Jr

KOMUNITAS PEDULI KERAWANG GAYO

ASAL MUASAL ORANG GAYO.
Ratusan suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satunya adalah suku Gayo. Suku ini merupakan salah satu suku minoritas terbesar yang mendiami wilayah pedalaman Aceh. Asal-usul masyarakat Gayo yang mendiami gugusan pengunungan Bukit Barisan ini hingga sekarang masih diselimuti kabut misteri. Beberapa narasumber mempunyai pendapat yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.

Arti Gayo
Kata “Gayo”, antara lain, diungkapkan oleh seorang pakar yang berasal dari Brunai Darussalam, yaitu Prof Dr Burhanuddin. Dia mengatakan, kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai Darussalam dan Malaysia adalah “Indah” Kata ini hanya pantas diungkapkan/ dilontarkan pada saat-saat upacara tertentu.

Menurut sebuah informasi yang disampaikan secara turun temurun (kekeberen/bahasa Gayo), kata Gayo berasal dari kata “Garib “ atau “Gaib”. Hal ini dihubungkan dengan datangnya pertama sekali leluhur orang Gayo ke wilayah ini, yaitu pemimpin rombongan yang datang tidak nampak wujudnya, tapi suaranya kedengaran. Ada lagi yang menghubungkan kata Gayo dengan “dagroian” yang berasal dari kata-kata “drang- gayu “, yang artinya orang Gayo. Dan ada juga menyebut dengan sebutan pegayon, yang artinya mata air yang jernih.

Asal usul
Dari beberapa literatur yang penulis baca dan hasil diskusi dengan beberapa orang yang pernah mendengar cerita tentang asal usul orang Gayo dan dari tokoh-tokoh Gayo, secara umum penulis menyimpulkan bahwa leluhur rakyat Gayo berasal dari Asia, yaitu Tionghoa bagian selatan tepatnya daerah Yunan Utara dari lembah hulu sungai Yang Tze Kig. Mereka bermigrasi ke selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam).

Suku Gayo adalah pecahan dari bangsa Melayu yang merupakan rumpun bangsa Austronesia yang termasuk ras Melayu Mongoloid. Mereka bermigrasi ke Indonesia pada gelombang I, kira-kira pada tahun 2000 SM - 2500 SM. Pendatang gelombang ini disebut Proto Melayu (Baca; Melayu Tua). Leluhur Suku Gayo masuk ke Indonesia melalui Semenanjung Melayu. Mereka masuk ke Sumatra dan membawa kebudayaan Neolithikum.

Mereka masuk ke Tanah Gayo melalui dua jalur. Pertama; melalui muara sungai peusangan yang berhulu ke danau Laut Tawar. Sehingga mereka disebut pegayon (air mata yang jernih). Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya kehidupan di dataran tinggi Tanoh Gayo di zaman prasejarah. Bukti ini dapat kita lihat dari hasil penelitian Madya Bidang Prasejarah Balai Arkeologi Medan yang menemukan adanya sebuah kehidupan manusia purba di Ceruk Mendale dan Loyang Putri Pukes. Proses hunian telah berlangsung di kawasan ini sejak periode mesolitik, 3.580 tahun yang lalu. Dan dalam penelitian tersebut, mereka juga menemukan kerangka manusia purba yang diyakini sebagai salah satu leluhur rakyat Gayo.

Kedua, masuk melalui jalur sungai Jambu Aye, kira - kira baru pada tahun 300 SM mereka menyingkir ke pedalaman wilayah Aceh. Hal ini disebabkan kedatangan Melayu Muda dari Kincir dan Kamboja. Dan juga dilatarbelakangi ekonomi, yaitu karena masyarakat tersebut bermata pencaharian mencari ikan dan bercocok tanam. Sebagian mereka ingin memperluas usaha dan menambah penghasilan, terus menyelusuri sungai tersebut sampai ke muara sungai yang ada di pedalaman.

Beberapa periode kemudian terjadi pembauran dengan pendatang - pendatang baru berikutnya yang menetap dan berkembang di tanah Gayo. Pertama, ini berhubungan dengan berdirinya kerajaan Islam Linge. Konon kabarnya Kerajaan Islam Linge didirikan oleh orang-orang keturunan Persia yang datang ke tanah Gayo. Ada sebuah informasi yang mengatakan, orang Gayo yang berada di daerah Serule merupakan keturunan mereka, yang mempunyai ciri - ciri fisik tinggi kurus dengan warna mata cokelat gelap dan berhidung mancung. Mereka ini berbeda dengan bentuk fisik orang Gayo kebanyakan.

Ketiga, ada sebuah informasi yang mengatakan, bahwa dulunya ada rombongan pengungsi dari wilayah kerajaan Majapahit yang menetap di sekitar daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan daerah Penarun. Raut wajah mereka lebih mirip kejawaan. Informasi ini berhubungan dengan cerita yang berkembang di masyarakat tentang “ Legenda Keris Majapahit”.

Keempat, kedatangan orang Batak Karo yang menuntut kematian saudara mereka yang datang untuk melihat keindahan danau Laut Tawar. Mereka dibunuh oleh rakyat kerajaan Bukit. Hasil negoisasi akhirnya menyepakati sebagian daerah kerajaan bukit diberikan kepada mereka. Maka berdirilah kerajaan Cik Bebesen atau mereka sering disebut dengan sebutan Batak 27.

Kelima, era tahun 1900 - an dengan dibukanya lahan perkebunan di dataran tinggi tanah Gayo oleh Belanda. Karena kekurangan tenaga pekerja, pemerintahan kolonialisme Belanda mendatangkan pekerjanya dari daerah luar tanah Gayo, khususnya dari pulau Jawa.

Dengan perjalanan waktu dan adanya interaksi antara mereka, terjadilah pembauran melalui jalur perkawinan. Mereka inilah cekal bakal masyarakat Gayo yang sekarang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.

Copy in ( http://aceh.tribunnews.com/2011/08/14/jejak-leluhur-rakyat-gayo )

Pembenaran Sejarah Gayo Jadi Dasar Nusantara

Selasa, 24 Januari 2012

Global Ilmu Ilmiah Karya Saya yang esensi untuk The Best

Memahami Ilmiah Sejarah Nusantara Indonesia
Pembenaran Sejarah Gayo, Gayo Raya Central Linge
TAKENGON DIGELAR TANAH DARI SURGA
  1. Gayo "Melayu" Tua jelas otentik ada, Deli Tua Tembung Sumatera Utara ikatan perkawinan Adi Genalai dengan Putri Ling, tembakau deli dan meriyuana gayo linge suara gayo dataran tinggi dan takengon Danau Tawar (danau lut tawar) arti Takengon dengan bahasa gayo sejak di lihat begitu indah danau tawar terbesar dan permai, Takengon mi nge lagu noya indahnya, dari zaman Neolitik jelas dan tepat ke otentikkan sejarah gayo, awal Nusantara RI bukan Megalitik (batu besar) di datangi di puja itu animis patung, batu besar-besar tujuan sacral, sejak Merah Johan anak Adi Genali menaklukan Nian Nio laksamana Cina di Lingke Atjeh, jelas islam berkembang di pesisir pase oleh Sultan raja pertama Atjeh tersebut Darussalam Indonesia dasar nusantara pertama dari Linge, Dah Isaq penyebaran islam keseluruh RI berawal di Gayo, tak perlu khawatir karena mutlak bahasa melayu tua awal nya dari Gayo rek (Tua) Deli tua, Tembung , Sumatera Utara, awal sejarah dari benua Linge, Sejarah Nusantara Indonesia , Budaya Batak dan Nias dengan tersebut.
  2. Melenisia, Rumpun Melayu Riau Kepulauan, melayu (Malaysia) Brunai Darussalam awalnya Darussalam Atjeh Merah Johan pernah di johor kejohanan, Bapak Malaysia dijiarahi di Riau, Syekh Sirajuddin Cik (Serule) yang mengusir mengalahkan perang konflik Atjeh dengan Portugis pertama berasal dari linge, benua Gayo Linge Merah Johan Putra Gayo dan Cik Serule tersebut, pemetaan oleh Marcopolo selat Malaka dan Kampung Malaka Malaya, bukti Sejarahnya kampung, kota Malaka Malaysia sebagai bukti.
  3. Papa Gayo pulaunya di Roma Paris Perancis, Gayo sumbernya dari Arab Persia, lewat laut Marselle Perancis ke selat Malaka, Kuala Bekkah Peureulak ke kuala ili waq Linge kemudian keseluruh pejuru pulau Jawa karenanya pusat pemerintahan islam pertama di Dah Linge Isaq. Kute pertama Indonesia dengan Pinus Gayo terbukti (TMII) Jakarta.
  4. Tepat Lingga "Linge" Isaq pusat sejarah berawal "awal serule ralik Linge" Asal linge Pulau Linga Riau Probo Lingga, Linggar Jati Jawa Tengah dan Sumenep kemudian pantai Kute Bali Nusa dan Bali, Kute alam Dah, Kute Keramil (Kelapa) Kute Rayang, Kute Riyem Isaq tersebut sampai di Philipina Arroyo, Koro (Kerbau) bhasa Indonesianya, bahasa jawi (Jawa) egeh mangan sama dengan bahasa Gayo, Gayo bagian dari Negara-negara Arab, Perancis, Jepang dan batas timur tenggara dan barat pelipen (Philipina)  Serkum Pasifik disebut pas epek (pah lepik) gayo, juga di Mongolia Cina ada bahasa Gayo adapun kamus Bahasa Gayo Lues oleh Dr. Rajab Bahary M,Pd disosialisasikan di Galus. AGARA keseluruhan Gayo sebagai pertanda Gayo kaya akan Bahasa dan Budaya eplemtasi.
  5. Ibu Kotanya ada di Jakarta saat ini meluas ke JABODETABEK, Indonesia metro pembangunan agar mengerti tidak dipolitisir oleh calon-calon Gubernur dan Cabub tentang budaya (seni budaya) juga sejarah Nusantara ini yang Bhineka Tunggal Ika sesuai dengan disiplin ilmu yang otentik dah, daerah agama hukum islam bermula di Linge Isaq ialah awal Kota disebut Kute sampai pantai Kute Nusa Dua Bali, sebagai pusat wisata Indonesia yang bermula dari Isaq Takengon Nusantara, penemuan dan ide untuk saran saya kepada ahli dan ilmuan Indonesia, jelas bukti Kute keramil (Kelapak) Kute Robel, Kute Riem, Kute Alamn di Banda Aceh dan Johor Selangor Malaysia ialah Malaya tersebut kota ke Johanan dasar Merah Johan ialah Gayo ada 14 jelajahannya se Asia dan dipulau-pulau Sumatera juga Jawa, Probolingga, Linggar Jati, dan Sumenep, Madura dari timur kebarat ke kota Sinabang, Siti Melu (Simelu) juga pulau Lingga di Riau inilah keilmiahan Gayo yang bermula papa gayo pulaunya di Paris Perancis tepat dan jelas dari nol generasi, pada kitab Al-Qur'an surat Al- Annisa Nabi Adam sumber keturunan Muslim meyakini contohnya Micel Adam di teknologi media TV dengan model wanita tercantik dengan indah begitu pula dengan Michael Jackson sebagai pahlawan seni Rock and Roll musik teknologi sejagat raya dikenal dengan gerakan tari Shaman Gayo nya bergerak dengan tari cak-cak Bali ialah dengan pengertian Bali (kembalikan Bali ku) ilmiah Papa Gayo yang sangat amat indah oleh Micel Adam ditayangan TV Fashion Show untuk dunia Model, di Gayo, tidak Papa Gayo ialah budaya Gayo khusus yang kaya akan bahasa dan budaya berawal nya Melayu Tua disebut Gayo Rek Ilmiah menyatakan Gayo bersumber dari Persia Arab lewat Paris Perancis tersebut ada 30 % agama Islam di Perancis tersebut dari adat dan budaya nya yang mirip orang Gayo juga Profilnya wajah tidak terlalu panjang hidung begitu juga tulisan dan nama Gayo ada di Paris Perancis tersebut sebagai bukti pulau PAPA GAYO, Gayo nya berawal di Linge Takengon sebagai bukti Gayo ada di Ambon  (Pang Gayo), jalan Biak di Jakarta, jalan Gayo ada di Malaysia, kampung Gayo ada di Brunei Darrusalam. Ini bermula dari sejarah Merah Johan sebagai Sultan pertama di Aceh ialah anak ke 4 dari Raja ke 4 Gayo yang bernama Adi Genali sebagai awal sejarah Atjeh, Atjeh dan Nangroh Aceh Darussalam dengan islam pertama jelas di peureulak tugu Islam pertama bermula dari Linge sebagai pusat pengembangan ajaran Islam tersebut turun ke peureulak lewat alurkuala ili waq sampai kekuala beukah dan Kuala Lumpur menjadi penghubung Selat Malaka yang datang dari Paris Perancis ke Linge lewat lautan, Ahmad Syarif Raja pertama Gayo tersebut, Raja ke 4 ialah Adi Genali anaknya MERAH JOHAN dari benua Linge Gayo menjadi Raja pertama Atjeh ialah Gayo bagian dari bangsa kiranya tidak disebut lagi etnik (suku) yaitu terdiri dari bangsa Arab Perancis serta lainnya Gayo yang ottentik Ilmiah yaitu potensial awal sejara NUSANTARA RI, percaya atau tidak ilmiah yang menyatakan tepat dan bersumber kuat yaitu Melayu Tua ikatan pernikahan Adi Genali dangan Putri Kerajaan Melayu Deli dari tembung Sumatera Utara yang dikenal dengan Kerajaan Maimun, Melayu Tua Deli (Deli Tua) sebagai bukti ada di Medan, cukup jelas dan tepat Gayo sebagai Melayu Tua kata tulisan Almarhum Prof. Ali Hasymi mantan Gubernur Aceh patut dan tepat menjadi karya Ilmiah Melayu Tua tersebut, yaitu bahasa Melayu bermula dari Gayo dan adat isti adat dari zaman Kolonialis penjajah Belanda dan Jepang di nasional Nusantara ini, dengan bukti Film Nasional Romusa (Kerja Paksa Oleh Serdadu Jepang Di Gayo), Rudi di Gayo didaerah lumut Linge yaitu sutradaranya SA KARIM putra Gayo tahun 1973 terjadinya peristiwa Malari di Jakarta oleh tokoh pemuda Dr. Hariman Siregar dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang bernama Tanaka.



Global Ilmu Ilmiah
Karya Saya yang Esensi untuk The Best 
Karya Ilmiah Negeri/Negara Indonesia 
Awal Nusantara Di Gayo
Dari Bapak Kota Republik Indonesia
Zaman / Era Reporma Indonesia 
Idu kisen (iju kisen pendidikan) tujuannya, inovatif inovasinya wajib harus teknologi yang diterapkan, agama ...? Pancasila dibidang pendidikan Nasional yang penting, Pancasilais. 
bahasa melayu menjadi BAHASA DUNIA, sama sebagai Bahasa Inggris sipelajari disekolah-sekolah Republik Indonesia ini.
Tulis baca, Ling Gayo (suara) Bahasa Indonesia nya RI (Ikraq) muslim 80 % menganut islam di nasional Nusantara"Linge Gayo" dari Gayo sumbernya tinjauan mengkaji dari ilmu ilmiah tes hipotis kita yang mengglobal Profesor tidak pesong mampu menerapkan hal ilmu  tersebut tentang apa ?
kompetensinya maaf tidak untuk menghina adalah untuk tujuan kesatuan dengan Humoris Anekdot sehari-hari di Bangsa Indonesia. Dari ideologi Aceh sumber dari Gayo dasar Nusantara politik - Demokrasi - Pemerintahan  parlem (Dewan) DPR/MPR RI belum mengakademis dari banyaknya parpol, kelembagaan - BUMM swasta ekonomi dagang/pasar kesosialan budaya - norma asas hukum pastikan tidak terombang-ambing individu-kumpulan masa, organisasi-parpol, konsulidasinya meyakini perlunya ilmmiah Global apakah kata istilah Repormasi sudah tepat berlaku seterusnya 
untuk bangsa kita ..? 
ini keliru cara Demonstran berdemo terlalu bebas tak terkendali dengan tak terarah, Indonesia dengan banyaknya partai juga Organisasi dengan tidak terkendalinya Reporma bisa mengakibatkan fatal.
Dari zaman Nabi Adam muslim itu Organisasi - dipara Nabi - Nabi pasti telah generasi penerapan (permulaan) kenyataan, Yahudi Nasrani Kristen dikenal dengan taurat Zabur dan Injil pada kitab-buku dan halaman tertentu, ada tertulis lahirnya penyempurnaan oleh seorang Nabi bernama Muhammad SAW sebagai penghulu, umat muslim bersumber di Arab Mekkah tersebut kejadian sejarah syariatdan ketentuan perjalanan Madinah, tepat tertulis pada Al-Qur'an nul karim (Alfurqan) serambi mekkahnya dari Linge Gayo secara Ilmiah keyakinan kepada alam ditemukan lagi oleh budi pekerti yang baik pemeliharaan perawatan pertanian penaklukan cuaca-cuaca oleh dalil-dalil, pertanian Dalil Lama Negeri Tibet, India, Jepang dan Jerman unggul sejarah tepat dari Gayo, kejadian alam dan budayanya manusia tampak seni-seni dari keindahan alam semesta ini, Laut dan danau Tawar berawal dari Linge Takengon.
Jelaslah termaktub lautan gunung - gunung hutan dan cuaca geografi serta geomateo metrologi ramalan-ramalan cuaca serta kelebihan dan normalnya cerah dan curah hujan menjadi rahmat bagi manusia, dengan bencana alam, Nabi Besar Muhammad SAW menjadi rahmatan lilalamin dengan serambi mekkah dan syariat islamnya ini sempurna dan yang diredhai Allah SWT setelah diyakini kebesaran pencipta, Allah SWT tiada lain dan tiada duanya didunia ilmu dunia dan akhirat telah didsampaikan sesuai wahyu-wahyu lewat Rasul tersebut tidak ada keraguan ilmu ilmiah dan kenyataan ilmu alam dan ahli ruang angkasa 7 lapis langit dan arasnya, bagian ilmu galaksi oleh ahli barat, menurut saya kelemahan demokrasi indonesia terlalu banyak parpol agar disederhanakan 5 - 7 saja dengan PPD demikian Reformasi menjadi bom waktu yang mengkhawatirkan sebagai PR pemerintahan Eksekutif dan Legislatif sejak tahun 2004/2005 telah sah dari sejarah Merah Johan Syah tepat dan jelas pusat penyebaran ajaran islam dari Linge, Gayo ialah sumber sejarah ajaran Islam menjadi benteng wilayah 1 Indonesia, wilayah tengah apakah dibagian timur di Poso atau di Papua sebagai benteng NKRI, sejati pusat sejarah Indonesia RI dengan ditandai pembangunan tugu penyebaran Islam pertama ke seluruh "Nusantara" ialah disebut BAPAK TUGU, ibu tugunya  ialah RRI - RRY (Rimba Raya) awalnya dinyatakan Bapak kota awalnya dari Linge, Isaq pemerintahan pertama dah ialah.

Penyusun/ Penulis 
MHD ALI HASAN, SH (MUHAMMAD ALI HASAN, S.H)
Pengawas sekolah SMP/SMA/SMK/MA Kabupaten Aceh Tengah Takengon
Prof-Profesor Indonesia yang kompeten tidak pesong data istilah humor yang nyata (anekdot) mari kita bahas kelebihan Gayo untuk dari dunia Keilmiahan Gayo serta agama Islam sedunia khususnya  muslim Nasional.
Dari ilmiah dan kenyataan Pra sejarah 10.000,- (7.400) tahun, islam pembenaran kebuadayaan yang mendasar sah-sah saja cikal bakal (Asal Usul Manusia) Teori Of Afrika kopianan, ialah di Gayo ada Kopi Awan (kakek dan Nenek Manusia) tepat. 4-5 lima pergantian Menteri Hukum dan HAM mohon tolong dibuat jangka waktunya 5 atau 10 tahun yang disederhanakan terarah dilapangan terbuka dimanapun terjadi demo atau orasi, bentuk reforma yang memenuhi persyaratan surat izin dari kepolisian dengan alat peralatan yang digunakan tulisan pada karton atau media sepanduk juga dengan jumlah peserta yang ditentukan yang manusiawi akibat banyaknya organisasi mengakibatkan tak terkendali banyak pula jatuh korban disaat peristiwa tersebut contoh Koja Jakarta Barat, Universitas Tri Sakti juga peristiwa Malari dr Hariaman Siregar aktifis . 1973
PUSTAKA 
  1. A Hasjimy (Prof. Tgk. H Almarhum) mantan cendikiawan muslim Aceh Gubernur Aceh. Merah Johan Sultan Raja Atjeh pertama bulan bintang Jakarta tahun 1976.
  2. The Gayo Institute (TGI) oleh anakanda Adam M.A, SH Demokrasi Aceh mengubur Ideology. Takengon 2011
  3. Papua bersatu bendera dan kongres tahun 2011 piktif, tuntutan tambang emas pripot TV Metro Dokumen
  4. Kalimantan dan tapal batas piktif TV Metro Dokumen 
  5. Bowen Jhon. R . 2003 Islam. Law and Eguality In. Gayo merangkai identitas Tahun 2011. Arkeologi pengantar oleh Profesor Dr. Bungaran A.S.
  6. Pelangi-pelangi kehidupan Gayo dan alas, oleh Hj. Abdul Latif 
  7. Pengantar Prof.Dr. S. Budhi Santoso, Zulyani Hidayah, suku bangsa di Indonesia 
  8. Drs. Ahmad Syafi'i, Mufid .M.A. Pendidikan Agama Islam edisi kedua .1 untuk kelas 1, SMU sudah sesuai kurikulum 1994 (Belum Tepat). 
- Prof. Ali Hasjimy yaitu hasil seminar kabupaten Aceh Tengah / Takengon tahun 2004 Merah Johan Sultan Aceh         pertama yang dilupakan sebagai perintis syariat Islam dan Serambih Mekkah, saat kerajaan Atjeh peralihan dari kerajaan Sendu dan kerajaan Purba, Indra Puri Aceh NAD sebagai bukti nyata.
- Siap diterbitkan buku Sejarah Awal Gayo untuk buku pelajaran Sejarah Nusantara /SMP/SMA (PKN)/dan Perguruan Tinggi, semester I dan II
NO HP: 0877 4758 3179 (SMS)
Penulis/Penyusun Sudah Baku 300 Lembar lebih (Untuk Komersial Penerbitan)
Sejarah Gayo Awal Nusantara, Takengon 25 - 01 - 2012
Muhammad A.H, S.H.

SEJARAH YANG TERTINGGAL DI GAYO (KERAJAAN LINGE)

SEJARAH YANG TERTINGGAL DI GAYO
(KERAJAAN LINGE)

"Cap Stempel Reje Linge"

PENDAHULUAN
Fhoto di atas adalah sebagian bukti yang tidak jelas keberadaannya, yang merupakan "peninggalan Kerajaan Linge", ada lagi peninggalan Kerajaan Linge konon orang desa setempat mengatakan bahwa rumah adat pitu ruang (tujuh ruang) itu adalah tempat tinggal Kerajaan Linge dari Raja Linge I-XIII, tapi ini semua di dapatkan berdasarkan hasil wawancara saja. Pertanyaan yang mungkin timbul salah satu dari kita adalah, siapakah raja yang I, II, III dan seterusnya sampai ke XIII tersebut yang pernah menjadi raja di kerajaan linge itu sendiri? Kemudian dalam hal ini juga ada sedikit yang belum jelas, yaitu tentang Silsilah dari Kerajaan Linge itu sendiri, yang konon kata penjaga rumah itu ada sampai 13 Raja yang berkuasa di Kerajaan Linge pada saat itu, tapi apakah benar adanya ini semua? atau mungkin hanya cerita belaka saja, atau juga mungkin referensi tentang menyangkut silsilah ini belum ditemukan.
Siapa yang harus di salahkan? Pemerintah, Sejarawan, Tokoh Masyarakat, atau orang tua terdahulu? Semua benar, mengapa demikian? Buktinya:
  1. Pemerintah kurang memperhatikan sejarah, bisa dilihat dari tempat kantor kerja pemerintah Aceh Tengah, contohnya di kantor Bupati Aceh Tengah, di kantor ini hampir setiap sudut ruangan tidak ada yang bercorak bangunan Gayo, Misal Kerawang Gayo. Di daerah Pematang Siantar, setiap kantornya itu ada corak dari pada adat bangunan kantor tempat mereka kerja. Sebab itulah kota Pematang Siantar menjadi terjaga dan banyak di minati oleh wisata-wisatawan asing datang kesana, Pertanyaannya adalah mengapa kita tidak bisa?.
  2. Sejarawan juga kurang spesifik dalam hal ini, pasalnya sejarawan kurang mengkaji lebih dalam tentang Kerajaan Linge, akibat dari pada hal tersebut, semua orang yang ingin mengkaji tentang Kerajaan Linge ini menjadi tidak berminat, ini lah yang terjadi pada saat sekarang ini, semua generasi penerus tidak sedikit yang mau meneliti lebih dalam tentang hal ini, tapi referensi dari Kerajaan Linge ini minim, kalaupun ada, itu tidak dijadikan sumber utama, karena bukti-bukti dari referensi atau sumber itu hanya kebanyakan dari hasil wawancara saja.
  3. Tokoh masyarakat, terkadang kita harus selalu menanyakan tentang apa saja yang terjadi di masyarakat kita, yang selalu harus di korelasikan dengan tokoh masyarakat kita. Misalnya saja dalam hal adat, ada pesta pernikahan, yang selalu di hadiri oleh tokoh masyarakat dimana dia berdomisili, tetapi akankah tokoh masyarakat itu mengerti bagaimana dengan adat gayo yang sebenarnya? Akankah Tokoh masyarakat itu mengerti sejarah adat pernikahan gayo? Inilah yang seharusnya dilakukan oleh tokoh masyarakat kita, yang mampu memperkenalkan sejarah lebih banyak kepada masyarakatnya.
Pada hakikatnya suatu negara, atau suku bangsa itu maju dengan mengerti akan jati diri mereka. Dewasa ini kita sering mendengar dari kalangan ilmuan sains yang mengatakan bahwa sejarah tidak memiliki arti penting dalam ilmu manapun, mereka membuktikan dengan tidak adanya manfaat yang diberikan oleh ilmu sejarah di dalam berbagai bidang ilmu pada saat ini, terlebih lagi jaman sekarang telah mengikuti perkembangannya dengan ilmu pengetahuan yang serba canggih melalui media dunia maya yang banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan perkembangan jaman itu sendiri. Hal ini di akibatkan oleh kurangnya peranan dari kalangan sejarawan atau orang-orang terdahulu yang mengimplementasikan sejarah itu sendiri. Padahal, apabila kita tinjau dari beberapa pandangan mengenai arti pentingnya ilmu sejarah itu sendiri adalah :
  1. Ilmu sejarah dapat menyadarkan kita kepada jaman terdahulu yang sangat maju dan berkembang dari berbagai bidang, contohnya saja pada jaman penjajahan kolonial Belanda, bangsa Belanda sendiri sangat sulit menguasai daerah Aceh sendiri, hal ini di sebabkan oleh orang-orang Aceh sendiri yang memegang erat agamanya sendiri, hal itulah yang menyebabkan penajajahan kolonial Belanda lama menguasai Aceh.
  2. di nasional sendiri kita pernah menguasai sebagian Asia, yaitu dengan kerajaan Majapahit, yang dengan semboyan palapa-nya.
Dari kedua contoh diatas kita seharusnya mengikuti jejak-jejak dari pada sejarah tersebut. Yang mana seyogiayanya kita mengeratkan agama kita agar kita tidak dapat lagi di kuasai oleh penjajahan yang tidak nampak jelas jika di pandang melalui pandangan kasat mata. Karena dengan agama lah kita dapat menghambat datangnya penguasa-penguasa yang memandang sebelah mata kepada kita.
Kemudian dari kerajaan Majapahit kita selayaknya selalu membuat semboyan atau “visi-misi” istilah sekarang yang membuat kita berpegang teguh dengan tujuan tersebut untuk mencapai suatu tujuan dalam berbagai hal, baik dalam hal pendidikan, maupun dalam hal politik dan lainnya.
Untuk mencoba membuat referensi yang "detail" mengenai Kerajaan Linge itu sangatlah sulit, karena amat sedikitnya referensi atau sumber mengenai Kerajaan Linge itu sendiri. Kemudian timbul pertanyaan "Mengapa hal itu bisa terjadi hal seperti itu? Sehingga membuat binggung generasi penerus dalam memberikan penjelasan tentang jati diri dari suku Gayo itu sendiri!".
Suatu titipan bagi generasi muda yang harus mengungkap bagaimana sejarah Kerajaan Linge itu sebenarnya, apakah benar dengan adanya Kerajaan Linge itu? Semua kalangan harus mengupas tuntas yang menyangkut hal ini, karena masalah ini adalah masalah jati diri suku bangsa gayo itu sendiri. Dalam hal ini kembali kita ingat akan kata pahlawan kita Jenderal Sudirman,"Tidak ada kemenangan kalau tidak ada kekuatan, tidak ada kekuatan kalau tidak ada persatuan dan persatuan itu harus disertai dengan silaturrahmi. Maka dari pernyataan tersebut, bisa dikutip, untuk membuat suatu pernyataan, kita harus menyatukan perbedaan pendapat dalam konteks Kerajaan Linge ini, tidak boleh mengutamakan pendapat suatu individu untuk di jadikan referensi atau sumber yang utama.
Sangat sulit untuk membuat suatu referensi tentang Kerajaan Reje Linge, pasalya semua ini di akibatkan oleh kurangnya sumber-sumber tentang Kerajaan Linge itu sendiri. Sampai saat ini orang-orang gayo sendiri sangat kurang dalam menulis tentang Kerajaan Linge itu sendiri. Jika berbicara lebih luas mengenai Kerajaan Linge, maka harus banyak juga melakukan penelitian, baik penelitian secara kualitatif, maupun kuantitatif.
Sejarah kerajaan linge ini adalah salah satu hasil penipuan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa yang secara turun temurun mengelapkan kita untuk bangkit dalam mendalami asal kejadian dari kerajaan linge itu sendiri yang merupakan juga asal dari pada suku gayo itu sendiri.

Adanya Kerjaan Linge itu betul ada, tapi yang diragukan sekarang adalah sejarah dari pada Kerjaan Linge itu simpang siur. Dengan adanya beberapa bukti yang sampai saat ini masih ada, kita mempercayai dinasti Kerjaan Linge itu ada, salah satu pecahanya adalah samudra pasai (pase) yang merupakan keturunan Raja Lingga (linge).
Untuk membicarakan suatu kenyataan sejarah, maka tidak terlepas dengan bukti-bukti yang harus dikaitkan dalam penulisan. Dari referensi di atas menurut dapat disimpulkan adanya Kerajaan Linge itu sekitar 60%, mengapa demikian? Karena ilmu sejarah itu bisa di buktikan dengan 4 hal, 1) Fakta (bukti Peninggalan), 2) Waktu, 3) dimana terjadinya kejadian tersebut? 4) Wawacara dengan orang yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Dengan demikian Semua kejadian sejarah, di perlukan bukti yang kuat untuk menjadikannya suatu sejarah yang sah.

Kerajaan Linge hingga saat ini memang masih di masukkan dalam kemisteriusan dunia sejarah, terutama di daerah Aceh Tengah sebagai asal dari Kerajaan Linge itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan belum di resmikannya hingga saat ini Kerajaan Linge sebagai Kerajaan yang permanen di Aceh Tengah.

Untuk mempersatukan bangsa Indonesia, masing-masing individu dari suku bangsa tersebut harus mengetahui jati diri mereka itu sendiri, tentunya semua itu harus dengan mengerti sejarah dari suku bangsa itu sendiri. Dengan dimengertinya sejarah dari pada suku bangsa itu, maka individu tersebut akan bersatu, itu semua di sebabkan oleh mengerti dengan apa-apa yang harus mereka lakukan di dalam kehidupan lingkungan masyarakat mereka sendiri.
Mengetahui dan mengenal asal usul suku bangsa sendiri maupun suku bangsa orang lain merupakan bentuk kepedulian terhadap bangsa yang sedang di duduki ini. Dengan demikian, individu dapat menghargai dan mempelajari lebih tentang dari suku sendiri maupu suku orang lain, yang tujuannya adalah mempererat kebudayaan Indonesia.
ASAL KATA LINGE
Kata linge terdiri dari dua kata; "ling" dan "nge". "Ling" dalam bahasa Indonesia artinya adalah suara, sedangkan "nge" dalam bahasa Indonesia artinya adalah nya, Jadi, apabila di gabungkan antara dua kata tersebut adalah suaranya. Yang maknanya adalah suaranya ada, tetapi manusia-nya tidak jelas, begitulah makna Kerjaan Linge sekarang ini. Artinya suara orang atau masyarakat setempat bahwa mengatakan Kerjaan Linge itu ada, tetapi Bukti-Bukti peninggalannya tidak ada. Kalaupun ada, itu semua berarti hanya sedikit dari yang diharapkan.

Latar Belakang Kerajaan Linge

Kerajaan Linge adalah sebuah Kerjaaan kuno di Aceh. Kerajaan ini terbentuk pada tahun 1025 M (416 H) dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul) mempunyai empat orang anak yaitu: Empu Beru, Sibayak Linge, Merah Johan, Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M).

Pada saat Adi Genali membangun Negeri Linge, maka pada saat bersamaan juga diberikan pusaka tersebut kepadanya yang diberikan gelar "Cik Serule (Paman Serule)". Nama serule disini adalah salah satu perkampungan yang ada di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.


Pusaka ini diberikan saat Adi Genali membangun Negeri Linge pertama di Buntul Linge bersama dengan seorang perdana menteri yang bernama Syekh Sirajuddin yang bergelar Cik Serule". Menjadi suatu perselisihan dan kebinggungan yang mendalam dari diri saya yang timbul, disebabkan oleh banyaknya perbedaan-perbedaan pendapat dari semua apa yang telah saya dapatkan dan saya baca.
Dari situs http://kenigayo.wordpress.com/2010/02/21/didong-dimulai-sejak-jaman-reje-linge-xiii/, saya membaca tentang didong gayo yang
menurut Ismuha, (13/7), Kabid kebudayaan Pemkab Bener Meriah, kesenian didong dimulai sejak Reje Linge ke 13. Kemudian, di sini timbul pertanyaan yang besar bagi kita, lantas kapan Reje Linge I-XII itu terjadi?
Di situs lain dikatakan juga oleh Fajri, Kokasih Bakar dan Uwein mengatakan bahwa Reje Linge itu merupakan kekeberen istilah gayo dan berita rakyat dalam bahasa Indonesia, yang langsung mereka wawancarai dengan A. Djamil seorang Sejarawan Gayô.Dalam kekeberen ini diceritakan 2 Kerajaan yang merupakan asal dari Gayô yaitu Kerajaan Lingë dan Kerajaan Malik Ishaq. Kerajaan Lingë berdiri pada abad ke 10, sedangkan Kerajaan Malik Ishaq pada saat adanya Kerajaan Pérlak (abad ke 8 s.d. 12 M) dan Sri Wijaya (abad ke 6 s.d. 13, sedangkan masa kejatuhannya pada abad 12 M atau 13 M).Kerajaan Lingë berasal dari Kerajaan Rum atau Turki, asal kata Lingë berasal dari bahasa Gayô yang berarti Léng Ngé yang artinya suara yang terdengar. Raja Lingë I ini beragama Islam bernama Réjé Genali atau Tengku Kawe Tepat (Pancing yang lurus dalam bahasa Acih).Agama Islam yang dianut bisa dililhat dari bendera Kerajaan Lingë tersebut, dimana ada Syahadat di atas benderanya dan di bawahnya bernama 4 sahabat nabi, sedangkan warnanya belum diketahui karena sudah kusam, antara merah dan putih (bendera ini masih bisa dilihat dan disimpan di daerah Karô, sebagai pusaka dari anak salah satu Raja Lingë yang pergi ke Karô).
Raja Lingë mempunyai 4 anak, 3 laki-laki dan satu perempuan. seorang perempuan bernama Datu Beru, dan ketiga anak laki-lakinya bernama Djohan Syah, Ali Syah dan Malam Syah.Ketika besar khusus anak laki-lakinya akan disunat seperti halnya ajaran Islam, anak yang ke-3 bernama Ali Syah tidak bisa disunat karena kemaluannya tidak dimakan pisau. Hal ini tentu saja membuat malu. Hal ini menyebabkan ia meminta ijin kepada Raja Lingë untuk pergi ke daerah Karô.
Walau pada mulanya Raja tidak mengijinkan namun akhirnya dengan berat hati sebelum kepergian mereka dibagikan pusaka untuk anak laki-lakinya yaitu Kôrô Gônôk, Bawar, Tumak Mujangut, Mérnu dan élém (Bendera Pusaka). Sedangkan Datu Béru memegang kunci khajanah Kerajaan Lingë.
Ali Syah, anak ke-3 Raja Lingë I
Ali Syah bersama rombongan berangkat menuju Karô menuju daerah yang disebut Blang Munté. Pada daerah tersebut Ali Syah bersama rombongannya memutuskan untuk berhenti dan menetapkan bahwa tempat itu sebagai tempat ia terakhir bersama rombongan.
Tinggallah Ali Syah seorang diri selama berbulan-bulan tinggal disitu, dalam sebuah kesempatan ketika kemudian mencari ikan di Uih Kul Renul, bertemu dengan gadis dan bujang sedang menyekot (mencari ika) yang kemdian diketahui berasal dari negeri Pak-Pak. kemudian menjadi teman dan bergaul, akhirnya menikah dengan beberu pak-pak tersebut sampai berketurunan. Ali Syah pun akhirnya belajar bahasa dan hidup disana.
Terdapat sebuah kisah yang menarik yaitu ketika suatu saat Bélah dari Ali Syah yang sudah tua tersebut akan pergi bersawah yang sebelumnya diadakan kenduri (dinamai kenduri Mergang merdem). Acara kenduri tersebut diadakan agak jauh dari tempat Ali Syah tinggal sehingga keturunannya atau cucunya ditugaskan untuk memberikan nasi beserta ikan kepadanya. Ternyata ketika sampai di sana didapatinya ikannya hanya tinggal tulang belulang saja karena telah dihabisi oleh anak cucunya, mendengar ini ia amat murka dan mengutuk semua (kélém-lémén) anak cucu keturunannya menjadi batu semua, semua nya masih bisa dilihat buktinya disana di Blang Munté perbatasan Karô dan Alas.
Namun, ternyata ada yang lolos dari kutukkannya seorang aman mayak (pengantin Pria), inén mayak (Pengantin Wanita) yang sedang hamil dan satu lagi adiknnya inén mayak tersebut. Melihat tersebut Aman Mayak pergi meninggalkan daerah tersebut untuk menceritakan hal ini kepada Raja Lingë. Mendengar hal tersebut segera dikirimkan rombongan kesana untuk mencari tahu atau menguburkan bila ada yang meninggal.
Setelah lantas diketemukan pohon kelapa yang menandakan ada kampông, yang disebut dengan Kampung Bakal, mereka ingin kesana karena lapar. Saat itu di pinggir sungai tersebut terlihat Giôngén (Kijang) yang sedang minum, mereka mecoba menangkap Giôngén tersebut untuk kemudian membantu mereka berdua melewati sungai tersebut. Dalam suatu ketika mereka hampir terlepas dari pegangan kepada Giôngen tersebut, sehingga Inen Mayak yang sedang mengandung tersebut mengucapkan dalam bahasa Karô ‘ngadi ko lao’, atau ‘berhentilah kau air’, sehingga sampai sekarang ada pusaran air disana. Dan karena ada kejadian inilah orang-orang Gayô disana dilarang memakan daging Giôngén.
Sesampai diseberang sungai Inén Mayak tersebut melahirkan, karena kelelahan iya dibawa arus air sungai (Wih Kul) tersebut. Sedangkan anaknya diselamatkan oleh adiknya di pinggir sungai. Pada saat anak tersebut kehausan datanglah seekor Kerbau atau Kôrô Jégéd, yang kemudian adiknya membiarkan anak kakaknya untuk menyusu terhadap kerbau tersebut.
Akhirnya mereka berdua ditangkap oleh orang kampông tersebut, saat itu mereka sedang mencari Kôrô jégéd (Kerbau berwarna putih Krim) punya Raja yang hilang. Ketika menemukan kerbaunya sedang menyusui seorang anak manusia maka orang-orang Kampung tersebut menganggap bahwa Kerbau keramat tersebut telah melahirkan.
Mereka lantas melaporkan kepada Raja Bakal, lantas oleh Sang Raja anak tersebut dianggp sebagai penerusnya, karena ia sampi saat itu tidak mempunyai seorang anakpun. Adik dari Inen Mayak tersebut di tahan sekaligus memelihara anak kakaknya yang sudah tiada.
Dalam keadaan tersebut sampai rombongan Réjé Lingë. Ketika sampai di kampungnya Aman Mayak mereka sudah tidak menemukan siapa-siapa lagi, maka mereka pun berusaha mencari istri dan adik istri dari Aman Mayak tersebut.
Mereka pun akhirnya sampai di perkampungan Bakal tersebut, lantas merekapun mendengar berita tentang keganjilan-keganjilan yang terjadi saat itu. Mereka memutuskan untuk dapat menunggu lebih lama untuk mencari informasi. Sampai akhirnya bertemu dengan adik dari istrinya dan bercerita tentang desas-desus tersebut serta kebenaran bahwa sesungguhnya anak dari anak Kôrô jégéd sebagai anak Aman Mayak atau keturunan Raja Lingë.
Mengetahui hal tersebut rombongan dari Lingë menghadap Réjé Bakal, menyampaikan tujuan ke kampông di sini, kemudian menceritakan bahwa anaknya Kôrô Jégéd itu adalah anaknya atau cucunya Réjé Lingë, bahkan mengatakan ada saksi dari adiknnya istrinya. Untuk mengambil keputusan maka diambil keputusan akan ada perkelahian antara Pang untuk bersitengkahan (bacok-bacokan). Pang Sikucil, dan Pang Réjé Bakal bertengkah, panglima Réjé Bakal selalu bergeser bila ditengkah. Sedangakan Pang Sikucil dari Lingë tidak bergeser sedikit pun. Zaman terebut setelah bertengkah maka bersesebutan antara Réjé Bakal dan Réjé Lingë. Akhirnya anaknya ditinggal di Kerajaan Bakal tersebut dengan syarat nama Lingë tersebut jangan ditinggalkan, pagi hari pelaksanaannya. Dukun Kul (Paranormal Hebat), mengeturunkan si Bayak Lingë Karô. Inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara Réjé Lingë Di Gayô dan Réjé Lingë (Lingga) di Karô.
Djohan Syah, Anak ke 2 Réjé Lingë
Sepeninggal adiknya Djohan Syah juga ingin pergi mengaji ke Pérlak,Weh Ben, atau Bayeun (dalam bahasa Aceh) di Kuala Simpang. Ingin belajar kepada Tengku Abdullah Kan’an dari Arab, seorang Tengku yang terkenal. Cukup lama Djohan Syah menuntut ilmu hingga mencapai gelar Mualim.
Ketika jumlah muridnya cukup 300 orang muridnya Ia menanyakankepada murid-muridnya bahwa ia berencana akan mencoba mengembangkan Agama Islam ke Kuté Réjé, yang pada waktu itu masih belum Islam.
Ketika rombongan Tengku tersebut sampai di sana Kutéréjé sedang dalam peperangan antara Raja-Raja Besar yang ada dengan utusan dari Nan King atau China yang bernama Nian Niu Lingkë , Pétroneng. Namun kekuatan dari Puteri Cina tersebut tidak terlawan karena ada ilmu sihir, sehingga banyak Raja yang berhasil dikuasai dan takluk kepada mereka, sampai akhirnya sampai kesebuah Kerajaan di Langkrak Sibreh.
Ketika tiba rombongan tersebut ke daerah tersebut Tengku menawarkan bantuannya kepada ke Réjé Lamkrak dengan syarat mereka diberikan tempat khusus serta meminta syahadat dari Raja Langkrak. Dengan alasan tersebut akhirnya masuk Islam Raja Langkra.
Setelah itu akhirnya ia melihat siapa yang akan diangkat menjadi Panglima Perang, satu per satu dilihat hingga akhirnya sampai kepada Djohan Syah, yang akhirnya menjadi Panglima Perang saat itu. Lantas diberi bekal oleh Tengku bekalnya, juga kepada semua murid-muridnya untuk berperang.
Ke 300 orang ini kelak disebut sebagai marga Suke Leretuh atau suku 300, asal mulanya dari salah satu Bangsa Aceh ini.
Setelah itu Djohan Syah memimpin peperangan dengan berbekalkan ilmu Al quran sehingga akhirnya Puteri dari Cina tersebtu akhirnya berhasil dikalahkan, Ratu Petromenk kalah, sehingga ia mundur pada basis pertahannya terakhir di Lingkë.
Melihat hal tersebut Djohan Syah merubah strateginya dalam memenangkan peperangan dengan memblockade saja benteng terakhir ini, hingga Putri Neng meminta damai. Dalam perjanjian damainya Tengku Abdullah megatakan mau berdamai dengan syarat Putri Neng mengucapkan syahadat.
Putri Neng mengatakan sanggup akan tetapi dilakukan secara rahasia. Akhirnya di tengah laut mereka berdamai, ntah kenapa setelah pedamaian terjadi dan sudah memandikan Puteri Cina tersebut Tengku menangis, ia merasa belum sempurna perdamaian sebelum dilangsungkan pernikahan antara Djohan Syah dengan Putri Neng. Lalu dinikahkan Keduanya Oleh Tengku Kan’an.
Kemenangan tersebut megah sampai dengan kerajaan Melayu manapun sehingga diangkat menjadi Sultan Aceh yang pertama bergelar Djohan Syah. Sehingga Raja-raja yang bergabung disana mengangkat menjadi Raja Kutéréjé I Djohan Syah, dan menjadikan Agama Islam berkembang dengan pesat disana.
Malam Syah dan Datu Beru tetap bersama Raja Lingë I, Malim Syah akan meneruskan Pemerintahan Kerajaan Lingë sedangkan Datu Beru akan menjadi pemegang kunci rahasia Kerajaan Lingë.
Kerajaan Malik Ishaq
Islam pertama kali datang dari Ghujarat dan Arab yang singgah di Perlak, sehingga menjadi salah satu Kerjaan Islam di Pesisir Utara Sumatera.
Sewaktu terjadi perangan Kerajaan Perlak dengan Sriwijaya dari Palembang sampai 20 tahun. Sultan Malik Ishaq waktu itu ia menyuruh mengungsikan perempuan dan anak-anak, ada suatu negeri yang ada Kuté-kuté yang akhirnya bernama dengan Ishaq, daerah Ishaq sekarang.
Anak Malik Ishaq adalah Malik Ibrahim, anaknya kemudian adalah lantas Muyang Mersah. Kuburannya sampai sekarang tempatnya masih ada akan tetapi tidak bisa diketahui lagi kuburannya karena sudah diratakan dengan tanah, namun telaga muyang mérsah masih ada.
Muyang Mérsah menpunyai 7 orang anaknya yaitu Mérah Bacang, Mérah Jérnah, Mérah Bacam, Mérah Pupuk, Mérah Putih, Mérah Itém, Mérah Silu dan yang bungsu Mérah Mégé. Namun Mérah Mégé adalah anak kesayangan dari kedua orang tuanya yang kerap kali membuat iri dari adik-adiknya, sehingga mereka merencanakan akan membunuhnya.
Kesempatan itu datang pada saat merayakan Maulid Nabi di Ishaq maka pihak perempuannya menyiapkan kreres (lemang) sedangkan laki-lakinya mungarô (berburu) untuk lauk dari kreres tersebut. Akhirnya si bengsu diajak ngarô untuk kemudian dibunuh, namun kakak-kakaknya ternyat tidak sampai hati membunuh adiknya tersebut sehingga hanya dimasukkan ke Loyang datu. Mengetahui bahwa anak bungsunya hilang membuat marah orang tuanya.
Ketika Mérah Mégé ada di Loyang Datu ia ternyata mendapatkan makanan dari anjingnya yang bernama ‘Pase’. Melihat tuannya dimasukkan kedalam lubang oleh abang-abangnya anjing tesebut kemudian selalu mencarikan makanan untuk Mérah Mégé. Bahkan makanan yang diberikan kepadanya. Dibawanya ke Loyang Datu untuk kemudian diberikan kepada Mérah Mégé.
Keanehan atau keganjilan dari Pase ini tentunya akhirnya mendapat perhatian dari Muyang Mérsah, hingga akhirnya ia memutuskan untuk dapat mengikuti anjing tesebut dengan berbagai upaya, yaitu ketika memberikan makanan kepada anjing tersebut ia juga menaruh dedak sehingga kemanapun anjing tersebut akan meninggalkan jejaknya. Hingga akhirnya diketemukan Mérah Mégé tersebut. Yang kemudian dirayakan dengan besar-besaran oleh Muyang Bersah.
Kemudian Mérah Mégé menjagai pusaka, dan keturunannya tersebar diseluruh Aceh, Meulaboh, Aceh Selatan daerah Kluet, seluruh perairan diseluruh Aceh, didahului dengan nama Mérah.
Keenam Anak Muyang Mérsah
Keenam Saudara Mérah Mégé akhirnyua lari, pertama kali lari ke Ishaq karena malu. Namun begitu diketahui Raja dan kemudian akan disusul mereka lari kembali ke Tukél kemudian membuka daerah yang bernama Jagong, dikejar kembali sampai akhirnya ke Sérbé Jadi (Serbajadi Sekarang). Dikejar terus anaknya, karena rasa sayang, setelah rasa marahnya Raja tersebut hilang. Namun mereka sudah amat malu kepada ayahnya akhirnya mereka sepakat untuk berpisah dengan catatan akan menyebarkan Agama Islam pada daerah yang akan ditempatinya.
Mérah Bacang, si sulung, pergi ke batak untuk mengembangkan Islam ke daerah Barus, Tapanuli.
Yang ke-2 Mérah Jérnang ke Kala Lawé, Meulaboh.
Yang ke-3 Mérah Pupuk Mengembangkan agama Islam ke Lamno Déyé antara Meulaboh dan Kutéréjé.
Yang ke- 4 dan 5 Mérah Pôtéh Dan Mérah Itém di Bélacan, di Mérah Dua (sekarang Meureudu) masih ada kuburannya.
Yang ke-6 Mérah Silu ke Gunung Sinabung, Blang Kéjérén
Mérah Sinabung
Mérah Silu mempunyai seorang anak yang bernama Mérah Sinabung (Dalam bahasa Gayô Mérah Sinôbông). Mérah Sinambung ternyata lebih berwatak sebagai Panglima, sehingga hoby adalah mengembara. Sampai ia berada pada suatu daerah yang sedang berperang. Perang yang terjadi antaran Kerajaan Jémpa dan Samalanga. Kerajaan Jémpa waktu itu sudah beragama Islam, hingga akhirnya ia menawarkan bantuan kepada Raja Jempa tersebut dan berhasil memenangkan peperangan dengan Kerajaan Samalanga. Jasa baiknya tersebut akhirnya membuat Raja Jémpa menikahkan putrinya kepada Mérah Sinabung.,
Keduanya mempunya 2 orang anak yang bernama Malik Ahmad dan Mérah Silu. Setelah Mérah Sinabung wafat maka naiklah Malik Ahmad menjadi Raja Jempa, akan tetapi ada syak wasangka terhadapa Mérah Silu, karena ia lebih berbakat dan lebih alim serta lebih dicintai rakyatnya maka timbul kecemburuan yang terjadi.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka Mérah Silu akhirnya pergi ke daerah Arun, Blang Sukun, untuk menghabiskan waktunya ia bekerja sebagai pande emas, besi dan barang logam lainnya sedangkan malamnya ia mengajar mengaji.
Lama kelamaan orang sekitar menjadi mengenal Mérah Silu sebagai Mualim, tokoh masyarakat, akhirnya menjadi Réjé di Lhoksmawé. Sehingga kemudian ia diangkat menjadi Sultan Pase pertama atau disebut dengan Sultan Malikus Saleh. Sebutan daerahnya Pase merupakan sebutan yang diambil dari nama anjing yang telah menyelahamatkan Datunya, Mérah Mégé.
"Turun ni edet ari Pute Merhum (Reje Linge) Ukum ari Cek Serule". Ini penggalan Isi dari Pasal 1 dalam Naskah Tua berjudul "45 Pasal Edet Negeri Linge". Artinya kurang lebih: Reje Linge adalah yang pertama merumuskan mengenai Edet Gayo yang disusun bersama para ulama dan pemimpin Gayo pada saat itu (sekitar Tahun 450 Hijriah). Tentang Edet Gayo apa saja yang disusun oleh Reje Linge, bisa dibaca dalam naskah tua berjudul "45 Pasai Edet Negeri Linge", namun kira2 inti dari isi pasal2 tersebut adalah mengatur pemerintahan, Hukum dan norma2 sosial kehidupan bermasyarakat di Tanoh Gayo.

Sedangkan " Reje Musuket Sipet,Petue Musidik Sasat,Imem Muperlu Sunet,Rayat Genap Mupakat " berasal dari Sistem Sarak Opat. Sarak Opat merupakan sistem pemerintahan tradisional masyarakat Gayo. Sarak berarti lembaga atau unsur, sementara opat berarti empat. Empat unsur tersebut adalah Reje, Petue, Imem dan Rakyat. Nah, Maksud dari kalimat diatas kurang lebih, Negeri Linge bisa makmur dan sejahtera jika memiliki 4 unsur seperti Reje museket sipet (Raja yang Adil, dilihat dari konteks kekinian, Raja bisa berupa Bupati/kepala pemerintahan hingga yang terkecil), Petue musidik sasat (Cendikiawan yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas), Imem muperlu sunet (Imam memahami betul hukum Islam dan dapat menjadi tauladan untuk menjalankan yang Halal, dan menghindari yang haram) Rakyat genap mupakat (segala persoalan masyrakat diselesaikan dengan musyawarah).

Lebih jauh, mungkin bisa dibaca dalam buku "SARAK OPAT" dan Naskah Tua "45 Pasal Edet Negeri Linge"
 
Posted by. Edy Linethink.Jr

TAWAR SEDENGE LAGU TANOH GAYO

http://www.youtube.com/watch?v=h6AseMwq4rg

Bukti Terbaru, Tanoh Gayo Dihuni 7525 Tahun Lalu


   Bukti Terbaru, Tanoh Gayo Dihuni 7525 Tahun Lalu

Bukti Terbaru, Tanoh Gayo Dihuni 7525 Tahun Lalu

By on January 27, 2013
0
Tengkorak manusia pra-sejarah di Loyang Mendale Takengon. (Lintas Gayo | Khalisuddin)
Kerangka manusia pra-sejarah Gayo di Loyang Mendale Takengon. (Lintas Gayo | Khalisuddin)
Medan | Lintas Gayo - Data sejarah Gayo kembali bertambah. Dari hasil penelitian arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Medan akhir tahun 2012 lalu ternyata kawasan tepi danau Lut Tawar sudah didiami sejak 7525 tahun yang lalu. Lebih tua 125 tahun dari temuan sebelumnya, 7400 tahun.
“Dari sejumlah sampel yang kita analisa carbon datin pasca penggalian terakhir yang hasilnya kami terima beberapa hari lalu, ternyata di gua Mendale sudah dihuni sejak 7525 tahun lalu,” kata Ketut Wiradnyana kepada Lintas Gayo, Minggu (27/01/2013).
Selain itu, di Loyang (gua) Mendale juga ditemukan manik-manik dari berbagai bahan seperti kaca dan kulit kerang. “Manik-manik berbahan kulit kerang berumur 3100 tahun sementara berbahan kaca berasal dari Asia Pasifik Cina yang diproduksi di abad 12-an,” kata Ketut.
Kesimpulan lainnya, dijelaskan penulis buku “Gayo Merangkai Identitas” ini pada abad 12 di Gayo sudah terjadi perdagangan yang dilakukan oleh orang India. Karenanya ada pengaruh India di Gayo, simpul Ketut.
Saat itu, bahan dagangan yang populer dari Gayo adalah hasil dari hewan seperti daging, kulit, gading serta hasil hutan lainnya.
“Di abad 12, kawasan Aceh pesisir sudah ramai begitu juga di Gayo. Dan untuk temuan artefak dan ekofak di Buntul Linge pernah dipakai di abad 5, 8 dan 12,” tutup Ketut Wiradnyana. (Kha A Zaghlul)