Search This Blog

Friday, June 14, 2013

Atek Menghilang, Empat Orang Yang Sudah Murtad Kembali Disyahadatkan

Atek Menghilang, Empat Orang Yang Sudah Murtad Kembali Disyahadatkan

suaraleuserantara June 14, 2013 0
Ketua MPU Bener Meriah, Tgk Syaqawi Abdussamad membimbing kembali empat warga tunyang untuk masuk Islam.(Foto: Suara Leuser Antara)
Ketua MPU Bener Meriah, Tgk Syaqawi Abdussamad membimbing kembali empat warga tunyang untuk masuk Islam.(Foto: Suara Leuser Antara)
REDELONG |SuaraLeuserAntara|: Atek alias Alek warga keturunan Cina (Tionghwa) yang tinggal di Kampung Ronga-Ronga, Kecamatan Gajah Putih, Kab Bener Meriah diduga adalah otak pelaku kristenisasi atau pemurtadan terhadap Hasbi aman Saidi warga Kampung Tunyang Induk, Kec Timang Gajah, Bener Meriah.
Hasil penelusuran SLA pada, Jumat (14/6/2013), pria keturunan Tionghwa ini menghilang dan dikabarkan lari ke Medan. Menurut sumber SLA, kepergian Atek tidak diketahui, karena sebelumnya dia dan istrinya ditimpa masalah keluarga yakni persoalan perceraian.
“ Tapi jejak Atek masih dapat ditelusuri. Karena adiknya masih tinggal di Reronga dengan bisnis berdagang ,” ungkap salah seorang nara sumber kepada SLA.
Ketua MPU Bener Meriah Tgk. Syarqawi Abdussamad juga mengakui, bahwa dari hasil interogasi mereka kepada Hasbi aman Saidi (agen pemurtadan-Red) bahwa cara mereka dalam menyebarkan kristenisasi dengan cara berantai.
Oleh karena Hasbi aman Saidi orang Gayo yang berhasil dimasukan pindah ke agama kristen, maka dia menjadi “agen” penyebaran agama tersebut di wilayah Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Kepada SLA, Tgk Syaqawi Abdussamad mengatakan, Hasbi aman Saidi dan tiga warga kampung tunyang lainnya, dituntun untuk ber-syahadat. “ Proses pensyahadatan berlangsung, Kamis (13/6) petang, sekira pukul 18.00WIB dilaksanakan di kediaman Hasbi di Kampung Tunyang Induk, Kecamatan Timang Gajah.
Diungkapkan ketua MPU. Awalnya Hasbi disyahadatkan bersama dua orang warga lainnya oleh pihak MPU dihadapan Muspika Timang Gajah, aparat kampung serta tokoh masyarakat setempat.
Dalam proses pensyahadatan yang disaksikan sejumlah masyarakat itu, HSB mengaku akan kembali memeluk agama Islam, termasuk dua orang korbannya juga kembali mengucapkan dua kalimat syahadat. Secara terpisah, seorang pengikut HSB, juga disyahadatkan dalam waktu yang berbeda.
Tak pernah disangka, HSB ,55, warga Kampung Tunyang yang dikenal taat beribadah bahkan sering menjadi muazin di kampungnya, diam-diam sedang menjalankan misi pemurtadan di kampung itu.
Bahkan HSB telah mengajak tiga warga di kampung itu, untuk berpindah agama. HSB sendiri telah pindah agama sejak tahun 2012 lalu. MPU menemukan satu kitab injil yang disimpan oleh HSB. Namun banyak orang yang tidak tahu.
Selama setahun memeluk agama Kristen secara diam-diam, HSB telah berhasil mengajak tiga orang warga setempat, untuk masuk ke agama barunya yakni nasrani.
Ketua MPU Bener Meriah ini, menghimbau kepada seluruh masyarakat di daerah itu, maupun daerah lain untuk mewaspadai praktik-praktik pemurtadan seperti yang terjadi di Kampung Tunyang. Aksi ini, rata-rata berkedok bisnis tetapi digiring ke masalah pemurtadan.(izq)

Pidato “Murka” Nasir AK, Saat Musdalub Golkar Bener Meriah


Pidato “Murka” Nasir AK, Saat Musdalub Golkar Bener Meriah

suaraleuserantara June 14, 2013 1
Logo Partai Golkar.
Logo Partai Golkar.
REDELONG |SuaraLeuserAntara|: Nasir AK Ketua Panitia Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) Golkar di Bener Meriah, membacakan isi pidato yang cukup mengagetkan. Karena dalam pidato tersebut, Nasir terkesan emosi dan tergambar, bahwa Musdalub Golkar di Bener Meriah terkesan dipaksakan dan di bawah pengaruh pihak ke tiga.
Tak tanggung-tanggung dalam kalimat pidato yang dibacakan Nasir AK sebagai ketua Panitia Pelaksana Musdalub pada, Kamis (13/6/2013) kemarin, menyebutkan.” Seorang pemimpin yang menjalankan organisasi dengan kekuasaan maka akan menemukan kebiadaban. Serta, bila seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan santun dan amanah, maka akan mewariskan pula kader yang baik dan bertanggungjawab ,” demikian sebagian isi pidato Nasir AK yang juga Ketua DPRK Bener Meriah ini.
Selanjutnya, Nasir juga mengatakan dalam pidatonya. Di sisi lain ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berusaha merusak kekompakan yang ada pada partai ini, itulah yang namanya politik. Setiap ada kesempatan dan peluang untuk merugikan lawan maka semua dilakukan.
“ Kita partai besar, lawan politik tetap mengintip kelemahan yang ada pada kita. Kita harus tetap solid dalam membesarkan partai, jangan ada yang berkhianat di antara kita, karena pihak-pihak akan mempergunakan kesempatan untuk merusak, mulai dari dalam tubuh kita sendiri dengan cara memprovokasi, sehingga terjadi perpecahan ,” ungkap Nasir.
Namun, pidato Nasir AK tersebut di atas mengisaratkan ada sesuatu di partai tersebut. Ketua DPRK Bener Meriah ini tidak menunjukkan siapa sebenarnya orang yang dimaksud dalam sentilan pidato yang dibacakannya itu. Tapi, saat pidato, semua peserta Musdalub terdiam dan tak kelihatan tertawa maupun tersenyum.
Ketika itu situasi agak tegang, kembali Nasir mengucapkan.” Dengan mundurnya Ir. H. Tagore AB, terjadi gelombang yang kurang menguntungkan bagi partai ini. Disatu sisi kita disibukkan dengan melengkapi proses administrasi caleg, dilain pihak ada yang menggoyang partai ini, agar kekuasaan dapat mereka rebut pasca ditinggal Tagore ,” ungkap Nasir.
Ditempat terpisah, Anggota DPRK Bener Meriah Darwinsyah yang juga kader Golkar kepada Suara Leuser Antara mengungkapkan. Sesuai rencana semula, Musdalub Golkar akan dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2013.” Ini sesuai hasil rapat bersama pengurus Golkar Bener Meriah. Entah mengapa tiba-tiba acara Musdalub tersebut dimajukan pada tanggal 13 Juni 2013 ,” kata Darwin dan hanya mengangguk (Iya-Red) ketika ditanya pelaksanaan Musdalub ini ada intevensi pihak luar.
Seperti yang telah diberikan SLA sebelumnya, sejak partai berlambang pohon beringin ini ditinggal oleh Ir. H. Tagore AB. Didalam partai tersebut langsung terpecah menjadi dua kubu. Pertama adalah kubu yang ingin meyelamatkan Golkar hingga dilaksanakannnya Musdalub sesuai AD/ART Partai.
Kemudian kubu yang ke-dua adalah, yang ingin segera dilaksanakan Musdalub Golkar serta mengabaikan AD/ART partai yang ada. Bagi kelompok ini, partai tersebut di arahkan kepada salah seorang yang berpengaruh di kabupaten tersebut. Bahkan, melanggar AD/ART partai menjadi halal.
Akhirnya, dari amatan Suara Leuser Antara, kelompok ke-dua memenangkan pertarungan perebutan kursi Ketua DPD II Golkar Bener Meriah. Karena kelompok ini dibeking oleh pengurus DPD tingkat satu, serta dengan deal tertentu, ahirnya kelompok pertama “bertekuk lutut” juga.(tim)

Foto Kunjungan Siswa SMAN 1 Takengon ke PLTA Peusangan


 Foto Kunjungan Siswa SMAN 1 Takengon ke PLTA Peusangan

Foto Kunjungan Siswa SMAN 1 Takengon ke PLTA Peusangan

Sebanyak 15 siswa dan 6 orang guru berkunjung ke proyek PLTA Peusangan, Kamis 14 Mei 2013, kunjungan tersebut merupakan kunjungan pertama yang dilakukan sekolah yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, selain melakukan kunjungan hal tersebut dijadikan sebagai pelajaran tambahan bagi siswa SMA tertua di Aceh Tengah.

PT. PLN Persero, Samuel Sitohang mempresentasikan pengerjaan proyek PLTA Peusangan 1 dan 2
PT. PLN Persero, Samuel Sitohang mempresentasikan pengerjaan proyek PLTA Peusangan 1 dan 2

Siswa SMAN 1 Takengon melihat pengerjaan proyek PLTA  Weir 1, di Sanehen Kecamatan Silih Nara
Siswa SMAN 1 Takengon melihat pengerjaan proyek PLTA Weir 1, di Sanehen Kecamatan Silih Nara
Siswa dan guru diberi kesempatan memasuki terowongan di Kampung Remesen Kecamatan Silih Nara
Siswa dan guru diberi kesempatan memasuki terowongan di Kampung Remesen Kecamatan Silih Nara

Pengerjaan Terowongan di Kampung Remesen, yang telah dikerjakan sejauh lebih dari 500 meter dari 2,5 KM yang direncanakan
Pengerjaan Terowongan di Kampung Remesen, yang telah dikerjakan sejauh lebih dari 500 meter dari 2,5 KM yang direncanakan
Weir 3 di Kampung Sikiren Kecamatan Silih Nara, tempat dimana turbin PLTA akan dibangun
Weir 3 di Kampung Sikiren Kecamatan Silih Nara, tempat dimana turbin PLTA akan dibangun


(Darmawan Masri)

SMAN 1 Takengon Kunjungan ke PLTA Peusangan


SMAN 1 Takengon Kunjungan ke PLTA Peusangan

SMAN 1 Takengon Kunjungan ke PLTA Peusangan

Siswa SMAN 1 Takengon diberi Kesempatan Memasuki Terowongan di Kampung Remesen Kecamatan Silih Nara (LintasGayo | Darmawan Masri)Takengon-LintasGayo – SMAN 1 Takengon melakukan kunjungan ke proyek pembangunan PLTA Peusangan 1 dan 2, Kamis 14 Mei 2013. Kunjungan ini didasari atas undangan dari pihak PLTA dengan mensosialisasikan pengerjaan proyek pembangkit listrik yang memanfaatkan arus sungai Peusangan kepada masyarakat Aceh Tengah pada khususnya termasuk para siswa.
Tercatat, 15 siswa dan 6 orang guru SMAN 1 Takengon ikut serta dalam rombongan tersebut, yang disambut oleh staff PT. PLT Persero, Samuel Sitohang, dikantor mereka dikawasan Bur Ni Bius Kecamatan Silih Nara, kata salah seorang guru pembina M.Kandar S.Pd.
Dilanjutkannya, dalam kunjungan tersebut, pihak PLN mempresentasikan pengerjaan proyek yang sedang mereka kerjakan dimana pengerjaannya dilakukan oleh dua perusahaan di Asia timur, Nyundai dari Korea Selatan dan Nippon Koil dari Jepang.
“Mereka menjelaskan kepada kami dan siswa, mengenai apa yang telah mereka bangun, ini sangat positif karena banyak anak-anak yang tidak tahu mengenai pengerjaan proyek tersebut”, terang M. Kandar.
Dilanjutkan, selain mepresentasikan apa yang sedang dikerjakan, pihaknya juga diajak kebeberapa titik pembangunan PLTA Peusangan I dan 2.
“Kami juga diajak mengunjungi beberapa titik pengerjaan, mulai dari kampung Sanehen, Remesen dan terakhir di kampung Singkiren”, ungkapnya.
Disamping, dapat melihat secara langsung pengerjaan proyek PLTA Peusangan, M. Kandar menambahkan pihaknya juga diajak memasuki terowongan yang dibuat dikawasan Remesen.
“Anak-anak dan kami diberi kesempatan memasuki terowongan di kampung Remesen, hal ini menghilangkan rasa penasaran kami selama ini, ternyata terowongan tersebut telah dikerjakan lebih dari 500 meter, dan pihak PLN mengatakan pengerjaan proyek tersebut secara keseluruhan telah mencapai 15,56 persen dan diperkirakan rampung tahun 2016″, pungkasnya.
Sementara itu, kepala SMAN 1 Takengon, Uswatuddin kepada Lintas Gayo, Jum’at (15/05/2013) mengatakan, kunjungan ke PLTA Peusangan juga dijadikan oleh siswa SMA tertua di Aceh Tengah tersebut sebagai pelajaran tambahan dalam masa ekstrakurikuler setelah melaksanakan ujian kenaikan kelas sekaligus sebagai perjalanan pembelajaran.
“Selain melakukan perjalanan, hal ini merupak perjalanan pembelajaran bagi siswa-siswa kami untuk lebih mengetahui apa yang sedang dikerjakan didaerah mereka”, katanya.
Ditambahkan, menurut keterangan dari pihak PLTA, SMAN 1 Takengon, merupakan sekolah yang pertama mengunjungi proyek milyaran rupiah tersebut.
“Beruntung sekali, kita adalah sekolah pertama yang diberi kesempatan untuk berkunjung, semoga dengan kunjungan tersebut, siswa kita pangalamannya akan lebih bertambah terutama sekali disaat mereka nantinya akan kuliah, mereka bisa memilih jurusan yang sesuai, dimana peluang kerjanya ada di kampung halamannya sendiri, bukan hanya sekedar menjadi penonton, melainkan akan menjadi pemain”, demikian kata Uswatuddin.
(Darmawan Masri)

Good Governance untuk Negeri Gayo


Good Governance untuk Negeri Gayo

Good Governance untuk Negeri Gayo

Muhammad-Rusydi-dr
penulis bersama Gubernur dr Zaini Abdullah

BERBAGAI penelitian menunjukkan bahwa baik dan buruknya tata pemerintahan yang dijalankan memiliki hubungan yang erat dengan hasil pembangunannya. Definisi governance adalah tradisi dan institusi yang dijalankan dengan kekuasaaan di dalam suatu daerah, termasuk proses pemerintahannya yang dipilih atau proses politik, pemantauan, dan pergantian.
Kapasitas pemerintah untuk merumuskan dan merealisaikan kebijakan secara efektif dan pengakuan dari masyarakat terhadap tradisi dan institusi yang mengatur interaksi antar masyarakat dan pemerintah dianggap sangat perlu.
Selain hal itu untuk menunjang good governance ada hal lain yang tak kalah penting dan menarik yaitu kewenangan,legitimasi dan representasi.Kewenangan adalah hak pemerintah untuk membuat kebijakan yang dirasa perlu, Walaupun ini merupaka dari  suatu hak pemerintahan modern, namun bagaimana melibatkan rasa keterlibatan dan keterwakilan aspirasi masyarakat tentang kebijakan yang akan di buat.
Legitimasi didapatkan karena masyarakat mengakui bahwa pemerintah telah  melaksanakan peran dan funsinya dengan baik dalam membuat suatu kebijakan. Representatif diartikan sebagai hak dan rasa akan keterwakilan dalam pengambilan kebijakanbagi kepentingan bersama dalam kaitannya alokasi sumber daya.
Dari sini terlihat bahwa good governance di negeri Gayo masih jauh dari yang diharapkan dengan bukti kenyataan yang kita lihat, dan good governance tidaklah terbatas atas bagaimana pemerintah menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, tetapi ada juga hal yang vital yaitu ketika masyarakat ambil adil dalam dan mengawasi jalannya pemerintahan yang baik di negeri serpihan tanah surga,sehingga munculnya sistem accoutable yang baik sehingga perlu adanya peran dan fungsi masyarakat Gayo dalam pengawasan dan partisipasi yang baik.(Muhammad Rusydi DR/email: muhammadrusydidr@yahoo.com)

Loyang Mendale kembali Di Teliti

\
Loyang Mendale kembali Di Teliti

Loyang Mendale kembali Di Teliti

Arkeolog Ketut Wiradnyana bersama tokoh masyarakat Gayo, Tagore AB di Loyang Ujung Karang beberapa waktu lalu. (Kha A Zaghlul)
Arkeolog Ketut Wiradnyana bersama tokoh masyarakat Gayo, Tagore AB di Loyang Ujung Karang beberapa waktu lalu. (Kha A Zaghlul)
Takengon-LintasGayo: Penelitian arkeologi di Loyang Mendale Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah akan kembali dilanjutkan oleh tim arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Medan Sumatera Utara.
“Kami kembali ditugaskan meneruskan penelitian di Loyang Mendale dan akan mulai bekerja besok,” kata Taufiqurrahman Setiawan, salah seorang arkeolog, Jum’at 14 Juni 2013 di Takengon.
Dijelaskan, mereka akan meneruskan penelitian-penelitian sebelumnya dengan tujuan mempertegas kembali hasil penelitian sebelumnya.
Tim tersebut, kata Taufiq dipimpin oleh Ketut Wiradnyana dan akan bekerja untuk beberapa hari kedepan. (LG003)

Putra Gayo Pimpin Himapol Unsyiah


Putra Gayo Pimpin Himapol Unsyiah

Putra Gayo Pimpin Himapol Unsyiah

Himapol
Banda Aceh-LintasGayo: Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMAPOL) Unsyiah, Jum’at 14 Juni 2013 melakukan pelantikan dan serah terima jabatan dari kepengurusan lama dengan kepengurusan yang baru di Aula gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah lantai 3 serbaguna.
Acara yang di buka oleh Dekan Fisipol ini berlangsung lancar termasuk saat pengambilan sumpah pengurus himpunan oleh Pembantu Dekan III.
Sejumlah personil kepengurusan himpunan ini yaitu  ketua himpunan dan sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa yang berasal dari Gayo Takengon dan Bener Meriah  dan merupakan mahasiswa aktif dan berprestasi dalam berbagai banyak bidang.
Salah seorang diantara mereka adalah Usman Kari Linge bin Abdul Wahab. Mahasiswa pemangku jabatan ketua Himapol ini mengatakan bahwa ini merupakan suatu kebanggaan dan sebagai ajang penggerak mahasiswa Gayo untuk berkreasi dan mengembangkan dirinya dalam berorganisasi.
Kedepan Usman berharap, agar semua putra daerah Gayo dapat belajar memimpin dan berkreasi dalam organisai sehingga tidak ada hal yang tidak mungkin bila orang Gayo dan khususnya mahasiswa sebagai generasi penerus bisa mengambil alih pemegang estafet roda pembangunan yang bersih dan berjalan maksimal.(SP)

Wali Nanggroe; Pemersatu atau Pemecah?

Wali Nanggroe; Pemersatu atau Pemecah?

Kamis, 13 Juni 2013 09:56 WIB
Oleh Safaruddin

DEMONSTRASI menuntut pemisahan wilayahnya dari Provinsi Aceh terus bergulir di dataran tanah tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues hingga Aceh Tenggara. Demo serupa juga menjangkiti Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan hingga Singkil dan Subulussalam. Satu tuntutan mereka; memisahkan tanah Gayo dan pantai barat dari Provinsi Aceh. Jika perjuangan mereka berhasil, maka Aceh akan terdiri dari tiga provinsi yang dipimpin tiga orang gubernur; Aceh, Aceh Leuser Antara (ALA), dan Aceh Barat Selatan (ABAS).

Jika pada 4 Desember 1976 Aceh di bawah kampanye Dr Hasan Muhammad di Tiro menyuarakan kemerdekaan Aceh dari NKRI, maka kini giliran mantan pengikut Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang harus meredakan gelora merdeka dari dua belahan bumi Aceh. Ini adalah fenomena menarik dan dibenarkan dalam panggung demokrasi jika ditempuh melalui jalur-jalur damai dan demokratis. Oleh sebab itu, para penguasa Aceh (eksekutif dan legislatif) yang sebagian besar berasal dari kalangan mantan kombatan agar mempertimbangkan dengan jernih suara merdeka dari wilayah tengah dan pantai barat selatan Aceh.

Dianggap angin lalu
Sebenarnya rakyat tanah tinggi Gayo dan pantai barat selatan adalah orang-orang yang waras, santun dan cerdas dalam menjalani hidup bersama warga Aceh daratan. Mereka sangat mencintai Aceh, dan itu terlihat dari masukan-masukan yang mereka utarakan saat berbagai kebijakan disusun di ibukota provinsi. Terakhir, mereka menyampaikan aspirasi tentang isi rancangan qanun (raqan) Wali Nanggroe sebelum disahkan menjadi qanun. Tapi, apa hendak dikata, suara mereka dianggap bagai angin lalu. Pembuat kebijakan tetap pada keputusannya, seakan menutup mata dan telinga atas masukan rakyatnya itu.

Sejak dulu sering terdengar suara ketidakmerataan pembangunan antara wilayah Aceh daratan dengan Aceh pedalaman dan barat selatan. Kini, di era pascadamai suara miring itu tetap menggema. Penduduk wilayah tengah dan barat selatan merasa diperlakukan bagai anak tiri. Baik dari segi komposisi kepemimpinan provinsi, pemerataan pembangunan, hingga kebijakan soal Wali Nanggroe yang dinilai memarginalkan budaya Gayo dan budaya-budaya lain di Aceh. Akhirnya, mereka menjadikan momen ini sebagai pijakan menuju terwujudnya ALA dan ABAS.

Pencantuman nama Aceh pada kedua bakal provinsi baru ini menunjukkan bahwa mereka sangat mencintai Aceh dan tak hendak terpisah dari Aceh. Kalaupun harus berpisah, maka nama Aceh tak boleh dihapuskan pada identitas mereka. Pada sisi lain, andai Provinsi Aceh harus terbelah tiga, itu bukanlah dosa dalam hidup bersama NKRI. Toh, wilayah-wilayah lain di Indonesia satu per satu memekarkan diri; dari 26 provinsi (tanpa Timtim) menjadi 33 provinsi sekarang.

Yang namanya pemekaran pasti akan ada jabatan yang ikut dimerkarkan. Para kandidat calon gubernur, calon anggota legislatif, calon kepala dinas tidak rebut-rebutan pada kursi yang terbatas di sebuah provinsi. Konsentrasi mereka akan terpecah ke daerah-daerah baru yang dimekarkan sehingga cenderung dapat menciptakan kondisi yang lebih sehat dan pembangunan pun lebih merata. Dan, terbukti daerah-daerah pemekaran semakin berkembang karena adanya sentuhan khusus dari pemerintah pusat dan pemerintah pemekaran.

Gugat ke MA dan MK
Lembaga Wali Nanggroe merupakan kekhususan Aceh yang diberikan oleh konstitusi dalam pasal 18 B UUD 1945, yang kemudian dituang dalam pasal 96 dan 97 UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun kehadirannya yang diharapkan menjadi pemersatu Aceh justru menimbulkan pro dan kontra yang mengarah pada perpecahan teritorial Aceh.

Jika dilihat dari aspek yuridis, fungsi Lembaga Wali Nanggroe seperti tertuang dalam UUPA Pasal 96 (1) merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat-istiadat dan pemberian gelar dan upacara-upacara adat lainnya; (2) bukan merupakan lembaga politik dan lembaga pemerintahan di Aceh; (3) dipimpin oleh seorang Wali Nanggroe yang bersifat personal dan independen; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat calon, tata cara pemilihan, peserta pemilihan, masa jabatan, kedudukan protokoler, keuangan, dan ketentuan lain yang menyangkut Wali Nanggroe diatur dengan Qanun Aceh.

Jika dilihat dari aspek sosiologis empiris, terjadi penolakan yang luar biasa dari elemen masyarakat, bahkan penolakan oleh lembaga negara seperti beberapa DPRK di dataran tinggi Gayo dan Aceh Barat-Selatan menolak isi Qanun Wali Nanggroe yang disusun oleh DPRA karena tidak menampung aspirasi etnis mereka yang juga merupakan bagian wilayah Aceh, dan penolakan tersebut telah mengarah pada disintegrasi Aceh.

Ada beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh oleh masyarakat yang tidak sependapat dengan Qanun Wali Nanggroe: Pertama, melakukan Judicial Review terhadap Qanun tersebut ke Mahkamah Agung (MA) karena MA punya kewenangan untuk menguji peraturan perundangan di bawah UU jika suatu UU bertentangan dengan UU yang lebih tinggi ataupun peraturan perundangan tersebut merugikan hak konstitusionalitasnya sebagai warga negara, dan; Kedua, melakukan judicial review Pasal 96 dan 97 UUPA ke Mahakamah Konstitusi (MK) sebagai landasan hukum dari Lembaga Wali Nanggroe, karena MK diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk menguji UU jika bertentangan dengan UUD 1945.

Berharap bijaksana
Kita tentu tidak berharap Aceh terpecah-belah hanya karena substansi Qanun Wali Nanggroe yang disusun oleh DPRA yang dinilai tidak aspiratif dan tidak akomodatif, bahkan terkesan eksklusif. Kita berharap kepada DPRA dan Gubenur Aceh agar lebih bijaksana dalam memimpin Aceh, cakap dalam menyerap aspirasi rakyat, tidak ego kelompok dan menentang kepentingan publik, jangan melakukan makar terhadap mandat rakyat untuk kepentingan kelompok. Kita tak inginkan Aceh terbelah gara-gara pemaksaan kursi untuk orang tertentu.

Dalam tulisan terdahulu “Menggugat Wali Nanggroe” penulis pernah mengusulkan agar qanun WN direferendumkan (Serambi, 4/9/2012). Maka, sudah seharusnya Pemerintah Aceh dan DPRA menggelar referendum untuk qanun ini agar rakyat dapat memberikan persetujuan secara demokratis sehingga Qanun WN menjadi pemersatu Aceh, bukan justru menjadi pemecah belah Aceh. Lembaga WN adalah konstitusional dalam kekhususan Aceh, tapi jangan dilaksanakan dengan cara yang inkonstitusional. Jika tidak, maka jangan salahkan saudara-saudara kita di dataran tinggi Gayo dan pantai Barat-Selatan menuntut pemisahan diri. Semoga!

* Safaruddin, SH, Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Banda Aceh. Email: nyaktafar@yahoo.com