Search This Blog

Saturday, July 13, 2013

Di Pengungsian, Anak-Anak Mulai Terserang Diare

Di Pengungsian, Anak-Anak Mulai Terserang Diare

suaraleuserantara July 13, 2013 
Anak-anak kecil sedang beermain di Pos Pengungsi.(Foto: Suara Lesuer Antara)
Anak-anak kecil sedang beermain di Pos Pengungsi.(Foto: Suara Lesuer Antara)
TAKENGEN |SuaraLeuserAntara| Anak-anak korban gempa di Kabupaten Aceh Tengah yang tidur di tenda-tenda pengungsian kini mulai terserang penyakit Diare, Batuk serta Ispa.
Sekira, tiga puluhan anak-anak dari berbagai kecamatan telah masuk rumah sakit untuk mendapat pertolongan pengobatan. Kebanyakan dari mereka terserang penyakit diare, ungkap salah seorang perawat di ruangan anak.
Dari pantuan SLA (13/7/2013), ruangan yang menangani penyakit anak-anak yang tersedia sebanyak empat ruangan semua telah terisi oleh pasien. Selebihnya ada juga yang ditempatkan di lorong-lorong dalam ruangan anak.
“ Kami terpaksa menaruh mereka di lorong dengan tempat tidur yang layak ”, kata perawat lainya yang terlihat sibuk melayani pasien.
Salah seorang keluarga pasien yang datang dari Kecamatan Kute Panang mengatakan, kami sebelumnya bertahan di desa, namun karena kondisi anak kami kian payah harus kami larikan kerumah sakit, atas rujukan dari dokter, sebut Aman Syahrial.
Syahial mengatakan, hanya mengobati anaknya dengan tenaga medis yang ada di desa, “ Kami tidur di tenda-tenda, mungkin karena makan tidak beraturan serta angin tidur diluar, anak-anak terserang virus ”, katanya. (izq/Jur)
 
PENGELOLA & STAFF MEDIA ONLINE LINTAS GAYO TURUT BERDUKA ATAS MUSIBAH GEMPA BUMI YANG MELANDA ACEH TENGAH & BENER MERIAH.
|

Dana Pembangunan Desa Siap Disalurkan

PUJakarta | Lintas Gayo-Anggaran untuk program pembangunan infrastruktur pedesaan (PPIP) akan disalurkan Kementerian Pekerjaan Umum. Anggaran dana juga akan disalurkan untuk penyediaan air minum di desa-desa yang rawan air bersih.
Hal terebut dikatakan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, menjelaskan bahwa untuk dana PPIP reguler yang setiap tahun diberikan sudah berjalan. Namun, untuk dana yang ditambahkan dari Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 sebesar Rp 9 triliun belum turun. “Kemarin ada revisi DIPA, tapi dananya sudah disepakati oleh DPR, Komisi, dan juga Kementerian,” ujar Djoko, seperti diberitakan Vivanews, Jumat (12/7/2013).
Djoko berharap pada pekan depan DIPA ini bisa selesai dan dana itu bisa turun. Begitu DIPA selesai, Kementerian PU akan langsung menyalurkan kepada desa-desa yang berhak menerima kucuran dana kompensasi kenaikan BBM ini.
Direktur Jendral Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Imam S Ernawi, menambahkan sosialisasi kepada setiap desa penerima dana pembangunan dana ini sudah dilakukan.
Menurut Imam, dari total anggaran tambahan sebesar Rp 9 triliun itu, Cipta Karya mendapatkan Rp 5,637 triliun. Dari alokasi itu, senilai Rp3,250 digunakan untuk program PPIP. “Dari total Rp 5,637 triliun untuk PPIP sebesar Rp 3,250 dan Rp 2 triliun untuk air minum. Lalu sisanya ada sedikit untuk pengembangan pemukiman kumuh dan juga revitalisasi,” kata Imam, dalam berita yang dirilis Vivanews.
Dana PPIP ini, menurut Imam, bukan hanya diberikan di pedesaan namun juga di Kabupaten/Kota. Ada 9750 desa dan 1.800 kelurahan yang akan menerima dana ini. Sedangkan sebesar Rp 2 triliun digunakan untuk menyediakan penyediaan air minum di desa-desa rawan air dan juga masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan. Dananya sudah masuk dalam proses tender.
Penyaluran dana PPIP, menurut Imam, hanya membutuhkan waktu dua bulan. Pengerjaannya pun dilakukan oleh masyarakat desa sendiri. Diharapkan proses penyalurannya berjalan lancar karena akan berdampingan dengan program PPIP reguler di 6.040 desa yang sebelumnya dicanangkan Kementerian PU. (A. Reta)
- See more at: http://www.lintasgayo.com/40124/dana-pembangunan-desa-siap-disalurkan.html#sthash.LoD98xWv.dpuf

Di Pengungsian, Anak-Anak Mulai Terserang Diare

suaraleuserantara July 13, 2013 0
Anak-anak kecil sedang beermain di Pos Pengungsi.(Foto: Suara Lesuer Antara)
Anak-anak kecil sedang beermain di Pos Pengungsi.(Foto: Suara Lesuer Antara)
TAKENGEN |SuaraLeuserAntara| Anak-anak korban gempa di Kabupaten Aceh Tengah yang tidur di tenda-tenda pengungsian kini mulai terserang penyakit Diare, Batuk serta Ispa.
Sekira, tiga puluhan anak-anak dari berbagai kecamatan telah masuk rumah sakit untuk mendapat pertolongan pengobatan. Kebanyakan dari mereka terserang penyakit diare, ungkap salah seorang perawat di ruanga
“ Kami terpaksa menaruh mereka di lorong dengan tempat tidur yang layak ”, kata perawat lainya yang terlihat sibuk melayani pas

Jangan Main-Main, Tenda kurang

Suara Leuser Antara

Jangan Main-Main, Tenda kurang

suaraleuserantara July 12, 2013 
Medirikan tenda di Posko Kabupaten Aceh Tengah.(Foto: Suara Leuser Antara)
Medirikan tenda di Posko Kabupaten Aceh Tengah.(Foto: Suara Leuser Antara)
TAKENGEN |SuaraLeuserAntara| Hingga saat ini kabupaten Aceh Tengah membutuhkan sekitar 8.266 unit tenda. Sementara tenda yang tersedia masih 1.020 unit.
Dari tenda yang tersedia itu juga bukan untuk ukuran keluarga, sebut Subhan Sahara, ketua logistik posko gempa Aceh Tengah, menjawab Suara Leuser Antara, Jumat (12/7/2013) di sela penurunan tenda bantuan.
Sementara untuk tenda keperluan shalat berjamah dan tarawih masih dibutuhkan sekitar seratusan tenda, namun yang tersedia hanya 20 unit.
Sehubungan dengan keadaan lapangan yang masih membutuhkan perhatian serius, Bupati Aceh Tengah sudah mengingatkan personilnya di lapangan untuk tidak main-main dalam memberikan bantuan kepada para korban.
“Kalau ada yang bermain dan mengambil kesempatan, akan ditindak tegas. Musibah ini jangan dimanfaatkan, dipolitisir dan dijadikan sebagai sarana untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” sebutnya.(izq)

Dibalik Musibah, Jangan Ada Kepentingan Politik

Dibalik Musibah, Jangan Ada Kepentingan Politik

suaraleuserantara July 13, 2013 
Foto. Muhammad Rusydi
Foto. Muhammad Rusydi
Oleh Muhammad Rusydi
Merujuk kepada perhatian yang sangat baik dari pihak Gubernur Dr.Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf atau biasa disebut Doto Zaini dan Mualem.
Panggilan akrab yang biasa di dengar masyarakat Aceh pada umumnya. Kami masyarakat Gayo sangat terharu akan hal itu, proses respon cepat tanggap, pengucuran dana rehabilitasi dan rekontruksi yang langsung termedia dengan cepat.
Dan masalah Gubernur Aceh Dr Zaini Abdullah yang memastikan untuk bersama Wagub Muzakir Manaf akan berkantor di lokasi gempa, Aceh Tengah dan Bener Meriah mulai 14 Juli 2013. Dan keduanya akan bergantian menginap di lokasi tersebut sampai masa tanggap darurat selesai.
Perhatian yang besar tersebut jangan sampai membuat mobilitas pemerintahan provinsi sampai terganggu mengingat keefektifitasan ruang dan waktu kerja yang sangat besar tanggungjawabnya terhadap 23 kabupaten/kota.
Bagi kami masyarakat Gayo hal terpenting adalah, jangan sampai ini menjadi proses penganaktirian bagi daerah-daerah yang lain mengingat akan keinginan kami untuk mengepakkan sayap menjadi sebuah provinsi.
Serta ingin bersanding dengan Aceh untuk menjadi daerah yang memilki potensi luar biasa yang bisa di tonjolkan menjadi dua daerah maju dan berkembang.
Jangan sampai ada kepentingan atau skenario yang besar akan hal ini.Terlepas dari itu semua, kami juga beterimakaih kepada seluruh lembaga, organisasi, institusi dan organisasi masyarakat dan para relawan yang telah sangat banyak memberikan bantuannya kepada kami masyarakat Gayo.
Kami masyarakat Gayo tidak bisa membalas kebaikan yang diberikan kepada kami dan hanya kepada Allah SWT kami memohonkan balasan yang berlipat, atas kebaikan yang telah diberikan kepada kami, dan kami hanya dapat mengatakan sebuah kata- kata yang mungkin tidak banyak dipahami namun sangat berarti bagi kami yaitu BERIJIN (Terimakasih-Red).

Gempa Gayo, Bencana Moral Bantuan


Gagasan
Kamis, 11 Juli 2013 | 03:00:34 WIB


Gempa Gayo, Bencana Moral Bantuan
ISTIMEWA

Gempa Gayo, Bencana Moral Bantuan

Mungkin inilah punktuasi ironi gempa di dataran tinggi Gayo, Aceh : Presiden SBY bersama rombongan hanya menghabiskan waktu 30 menit bersama pengungsi, setelah melakukan perjalanan jauh dari Jakarta pada 9 Juli. Rombongan presiden tidak bermalam di lokasi.

Mereka memilih menginap di Lhokseumawe, kompleks PT. Arun LNG, sebuah perusahaan migas terbesar Indonesia (bekerjasama dengan Exxon Mobil Oil) yang mencapai puncaknya pada era 80-an. Setelah seminggu gempa (2 Juli), presiden baru hadir di titik bencana. Bencana gempa Gayo pun hanya diklasifi kasi sebagai bencana daerah. Awalnya sedikit orang, termasuk saya yang menganggap bahwa gempa yang berefek getar 6,2 skala richter ini akan menyisakan kerusakan dan nestapa yang sedemikian parah dan meluas.

Menurut data Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofi sika (BMKG) gempa yang berpusat di Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah ini menyebabkan lebih 40 orang meninggal, beberapa orang hilang karena tertimbun longsor, 2400 orang terluka, dan 22 ribu orang sebagai pengungsi.

Adapun rumah yang rusak 15.919 unit dan 623 unit fasilitas umum termasuk perkantoran, sekolah, dan rumah ibadah porak poranda. Gempa ini merusak dua kabupaten: Bener Meriah dan Aceh Tengah. Bahkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), 52 ribu orang kini terdata sebagai pengungsi karena banyak bangunan yang tidak lagi layak sebagai tempat hunian. BNBP sendiri telah mempersiapkan Rp. 40 miliar dana tanggap darurat. Pemerintah Aceh melalui Dinas Cipta Karya telah menganggarkan Rp. 21 miliar untuk pembangunan hunian sementara. Namun, seperti mengulang sejarah tanggap darurat bencana tsunami Desember 2004, bantuan yang telah terkonsolidasikan tidak terdistribusi dengan baik.

Pusat bantuan ada di pusat pemerintahan (kantor bupati) dan militer (kodim). Sayangnya di sentral bantuan ini tidak ada mekanisme distribusi yang baik. Ketika masyarakat datang meminta bantuan diperlakukan dengan sangat ketat. Adapun para relawan dari LSM dan kelompok masyarakat yang berasal dari luar daerah Gayo yang tidak begitu mengenal titik-titik pengungsi yang terpencil. Seperti juga media, titik-titik bantuan hanya terpusat di "titik panas", atau tempat pengungsian terbanyak seperti di Kecamatan Ketol Aceh Tengah atau Kecamatan Timang Gajah Bener Meriah.

Padahal seperti diriis, sedikitnya 70 titik tempat pengungsian tersebar di dua kabupaten dan susah mengakses bantuan. Ini melahirkan ironi dan satir yang cukup kompleks. Muncul adagium tikus mati di lumbung padi. Bantuan yang ada dan tidak didistribusikan dengan cepat sehingga problem kekurangan sandang dan pangan (terutama makanan, lauk-pauk, dan selimut karena daerah ini dikenal daerah dingin), semakin berular dan memilukan, apalagi di bulan Ramadhan ini. Belum lagi sikap lambat pemerintah Aceh. Sangat aneh ketika bencana ini terjadi, gubernur malah melakukan koordinasi dengan Menko Kesra di Jakarta.

Wakil gubernur yang secara otomatis menjabat sebagai ketua Satkorlak juga tidak terampil menjalankan fungsinya. Lebih terkesan seremonial dan pekerjaan basi-basi dibandingkan melakukan kegiatan yang memungkinkan bencana tertanggulangi dengan lekas. Hal ini mungkin terbaca dari politik alam bawah sadar politik lokal. Sebagai representasi kekuatan mayoritas lokal (Partai Aceh), gubernur jelas memiliki identitas politik yang berbeda dengan daerah Gayo dan sekitarnya yang merupakan memiliki basis representasi politik nasional.

Ini belum lagi "gempa politik" yang ditimbulkan masyarakat Gayo beberapa waktu lalu yang menolak pemberlakuan qanun Wali Nanggroe dan Bendara karena dianggap tidak merepresentasikan kepentingan mereka sebagai kelompok minoritas di Aceh. Seharusnya perbedaan baju politik tidak melahirkan sikap lancung apalagi untuk masalah penanganan bencana seperti ini.

Seperti diamanatkan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penanganan bencana harus didasarkan pada sikap kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, non-diskriminatif, dll. Itu belum lagi pemahaman tanggap darurat yang belum dipraktikkan secara ideal. Padahal seperti defi nisi tanggap darurat dalam UU menyebutkan "serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana." Ubah Haluan! Sebelum segalanya menjadi semakin berantakan, pemerintah nasional dan daerah Aceh harus melakukan evaluasi atas proses tanggap darurat yang terkesan kacau ini.

Gubernur Aceh hanya menetapkan tenggat tanggap darurat hanya dari tanggal 3-16 Juli; sesuatu yang sangat absurd, karena penanganan minimal mendesak dan prioritas masih sangat diperlukan. Pemerintahan SBY sendiri juga agar tidak sekedar pandai mendesentralisasi penanganan bencana ini kepada daerah tanpa melakukan evaluasi dan koordinasi lebih lanjut. Melihat lambatnya penanganan tanggap darurat, dan bisa jadi akan berubah menjadi masalah sosial yang parah, presiden bisa menginst r u k s i k a n kementerian terkait untuk terus memonitor bencana di Gayo ini dan mengiventarisasi hal-hal yang belum dilakukan.

Demikian pula partai politik peserta pemilu 2014 yang sudah mulai memancang panji-panji dan logo kepartaian di lokasi pengungsian, tidak hanya menjual citra, tapi benar-benar menunjukkan darma baktinya kepada korban. Jangan eksploitasi rasa sakit dan pedih masarakat untuk keuntungan elektoral.

Imbangilah dengan pekerjaan kemanusiaan yang setimpal. Mumpung kebaikan di bulan Ramadhan ini akan diganjar berlipatganda. Seharusnya bencana di tanah Gayo ini menjadi pengalaman kesekian yang semakin mematangkan model penanganan. Jangan seperti keledai yang terperosok lagi lubang yang telah dilewatinya!


Oleh Teuku Kemal Fasya
Penulis adalah dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe