Search This Blog

Wednesday, June 19, 2013

Kisah Wali Nanggroe, Sang “Tuhan” Haram Jadah di Aceh



Kisah Wali Nanggroe, Sang “Tuhan” Haram Jadah di Aceh

REP | 15 February 2013 | 18:21 Dibaca: 3751   Komentar: 5   2
KOMPAS.COM - Tgk Muhammad Hasan Di Tiro mendapat anugerah Wali Nanggroe “entah dari mana?” namun atas keinginan dan tekat untuk melawan imprealis Indones
ia beliau diakui oleh seluruh rakyat Aceh, kepulangannya sangat dinanti-nantikan oleh rakyat Aceh.
Setelah Hasan Tiro Almarhum gelar Wali disematkan oleh elit GAM yang tergabung dalam PA kepada seorang anak yang tidak jelas status dan asal-usulnya, namun apa yang terjadi setelah dan sebelumnya dia menjadi Wali Nanggroe?
Orang tersebut berinisial MM sempat dituding oleh publik sebagai aktor intelektual aksi terorisme di Aceh beberapa waktu lalu. Pemangku Wali Nanggroe itu juga dikatakan oleh GAM diluar negeri sana sebagai konspirator perpecahan ditubuh GAM luar negeri dan pelebelan “MP”, begitu juga perpecahan GAM di Aceh dan pelebelan “penghianat” pada pemilu perebutan kekuasaan tahun lalu.
Sehingga beberapa eks GAM termasuk Panglima Wilayah Bate Iliek dibunuh juga ada sangkut pautnya dengan “MM”. Hal tersebut dibuktikan oleh sebuah rekaman yang menyebar dari hanphone ke hp, rekaman tersebut jelas merecord suara “Abang/Saiful/Cagee”: hai Malek cineupeugah uroe nyoe pue merdeka pue han? Nyoe meunyoe lage nyoe buet meunyoe mate lon bak muprang jadeh mate caheung ken syahid.
Hal senada sebenarnya juga telah dilontarkan oleh seorang GAM yang bermukim di Norway, yang berujuang pada pencabutan nyawa (ditembak mati oleh “malaikat”Malek), taktik penembakan yang bermodus beli kopi, beli rokok sebagai trik memastikan target, sama dengan strategi “pencabut nyawa” Abang alias Cagee bermodus beli sate untuk memastikan kebenaran target oleh “malaikat” pencabut nyawa yang kini mendekam dipenjara Jakarta sebagai tersangka teroris.
Alm Tgk Hanafiah alias Tgk Piah dalam rekaman video yang menyebar di you tube itu protes atas perintah penembakan seenaknya saat perang Aceh melawan desentralisasi Jakarta, termasuk senjata yang telah dibeli sebelumnya diperjualbelikan kembali di Aceh.
Tidak hanya itu, konspirasi pengepungan Panglima GAM Wilayah Peureulak Tgk Ishaq Daod juga tak terlepas dari tudingan dan klaim “MM” setelah pembukaan Kedubes Aceh di Malaya serta pelenyapan Tgk Don di Malaya.
Menurut seorang elit GAM pengepungan Ishak Daod akibat klaim “MP” menggelar rapat tanpa perintah (peuneutoeh, yang mengatasnamakan Wali oleh MM). Gerakan tanpa peuneutoh karena ketahuan belang “MM” atas kelihaian Ishak Daod mampu menyedot perhatian media nasinonal dan internasional membuat marah besar “MM” yang berada diluar negeri, sehingga keberadaan Panglima GAM paling sehat setelah Abdullah Syafi’e itu dibocorkan dengan misi pemusnahan.
“wate lon telpon Malek lon peugah panglima ka Alm geuseoe  enteuk neutelpon jinoe teungoh siboek”
Hal demikian juga terjadi pada Panglima GAM Aceh sumatra Meurdehka, Tgk Abdullah Syafe’i, beliau juga
dimusnahkankarena dianggap telah melenceng dan membuat kesalahan fatal setelah membuat pertemuan dengan Bondan Gunawan bak rangkang blang.
“Tgk Lah geupeugah kasalah buet, kageujak peugoet hubungan diplomasi bak rangkang yang seharusnya menjadi tugas diplomat dilua nanggroe”
Akibat tidak menjalankan “peuneutoh” Tgk Lah pun harus pulang kerahmatullah yang diganti oleh “boneka” baru yang nurut, Syahrial alias ekpam adalah sopir Lori Hantu di Malaysia itu dipamerkan sebagai eks kamp militer Tajura Libya yang sempat menjadi keamanan khusus presiden Libya, Muammar Khadafi, dan mampu menerbankan pesawat perang F16.
Setelah Mualem resmi jadi Panglima GAM seluruh kontrol dikuasa diberbagai lini politik Aceh sehingga haluan perjuangan bisa dibelokkan kemana saja sesukanya termasuk perjanjian di meja judi Helsinki yang menjamak seluruh sendi perjuangan,baik pengalihan militer, decomisioning/koh beudee, dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi mengalihkan perjuangan bersenjata ke kota suara pada akhirnya menguasa pemerintahan dan parlemen Aceh.
Menurut pepatah “meunyoe sulet keu pangkai kanjai keu laba, meunyoe awai sulet dudoe meupalet-palet” saat ini pepatah tersebut sudah mulai terbukti sedikit demi sedikit. Remote control perjuangan Aceh Merdeka (MM) setelah berjuang begitu lama, bersusah payah diluar negeri kini mulai memetik hasil perjuangan.
Fasilitas empuk Qanun Wali Nanggroe yang sempat diprotes dari berbagai penjuru Aceh dan belum mendapat legalisasi dari Mendagri RI dan belum menjadi lembaran nanggroe, namun diktator mayoritas berkuasa di Aceh baik pemerintah dan parlemen saban-saban bekerja ekstra keras mencari uang puluhan miliar untuk membangun “rumah tuhan” (istana Wali Nanggroe) di Kuta Radja dan operasionalnya sanggup membuat ratusan rumah korban perang dan kaum dhuafa.
Meskipun Wali Nanggroe Tgk Muhammad Hasan Tiro mampu mempersatukan tekat hasrat dan
membukamata seluruh rakyat Aceh yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa untuk bangkit melawan ketidak adilan yang diperbuat oleh Indonesia, namun keberadaan Wali Nanggroe ke X Malek Malek Mahmud Al Haytar justru menimbulkan perpecahan antar suku.
Setelah ALA ABAS mampus diredam oleh Irwandi Yusuf semasa dia menjabat sebagai gubernur Aceh, dengan agenda pembangunan yang berkeadilan dan merata, kini muncul kembali ratusan anak muda berumur belia siap menghadang keberadaan Qanun Wali Nanggroe dan alokasi dana operasional serta pembangunan istana “tuhan” tersebut dengan berbagai nama organisasi buffer baik Gayo Merdeka, GAAM, dll, begitu juga dengan sejumlah anak muda kampus yang menolak ikut politik praktis juga menentang keberadaan “tuhan baru” itu.
Wallahu’alam, Wa qul ja’al‑haqqu wa zahaq‑al‑batilu, innal batila kana zahuqa