Search This Blog

Sunday, July 14, 2013

Kesiapsiagaan bencana; dalam Al Qur’an.

Feeds:
Posts
Comments

Kesiapsiagaan bencana; dalam Al Qur’an.

Sejak manusia pertama kali menghuni bumi, sejak saat itu pula manusia sudah berhadapan dengan fenomena alam yang berpotensi bencana. Hujan, panas, angin, gelombang, pergerakan bumi yang menimbulkan gempa dll adalah pendamping manusia dibumi ini.
Beberapa kisah  Nabi-Nabi Allah yang terdapat bencana di dalamnya dan terdapat upaya kesiapsiagaan, mitigasi bencana, dan peringatan dini serta rehabilitasi dan rekonstruksi. Semoga menjadikan kita inspirasi dalam kesiapsiagaan dan upaya pengurangan risiko bencana ketimbang merenungi nasib dan panik.
Kisah Nabi Yusuf dalam mempersiapkan musim kering dan kelaparan yang akan terjadi dengan menyiapkan segala logistik selama tujuh tahun untuk musim kering selama tujuh tahun setelah adanya warning atau peringatan, merupakan contoh bahwa Allah menyuruh kita untuk memitigasi bencana dan bersiaga. (QS Yusuf ayat 43 – 49)
Kisah yang lebih tua adalah kisah Nabi Nuh untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi bencana banjir besar di dunia. Nabi Nuh menyiapkan segala logistik, dan sarana untuk memitigasi bencana yaitu perahu besar. Juga membuktikan bahwa kita harus berusaha memitigasi bencana, karena bencana tidak semata-mata takdir yang tidak bisa ditolak. 
Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (QS Al A’raaf 7 : 64)
Kisah diperintahkannya mengungsi pada Nabi Luth dan Umatnya sebelum terjadinya bencana yang mungkin adalah gempa bumi, dimana kota atau daerah tempat Nabi Luth berdakwah dibalikkan oleh Allah SWT, merupakan contoh bahwa kita wajib mengungsi bila sebuah bencana akan terjadi, bukannya pasrah dan hanya berdo’a.
Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?.” (QS Huud 11 : 81)
Demikian pula yang terdapat dalam kisah Nabi Shaleh sebelum bencana ditimpakan di daerah dakwahnya, Allah memerintahkan untuk mengungsi ke daerah yang aman.
Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-Lah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS Huud 11 : 66)
Mengungsi menghindari bencana adalah ibadah, karena beriktiar untuk menyelamatkan jiwa. Juga diwajibkan bagi mereka yang mengungsi untuk membawa logistik/perbekalan untuk selama mengungsi. Janganlah kamu membunuh dirimu.
Janganlah kamu membunuh dirimu
Bila kita tidak melakukan kesiapsiagaan dan mitigasi (mengungsi termasuk didalamnya) maka berarti kita bunuh diri, sedangkan bunuh diri adalah sangat dilarang dalam agama Islam.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An Nisaa’ 4 : 29 – 30)
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Bukankah Allah juga memerintahkan para Nabi untuk menata kembali setelah suatu bencana menghantamnya? Ya dalam berbagai kisah, para Nabi diperintahkan untuk menata kembali setelah bencana terjadi.
Pemerintah/Ulil Amri anda wajib menyelamatkan wargamu
Selain itu, bila kita tidak melakukan kesiapsiagaan dan mitigasi berarti kita juga telah membunuh sesama manusia, bukankah ini juga dilarang dalam islam? Apalagi bila pemerintah tidak menjalankan kewajibannya dalam melindungi warganya, maka para pemimpin itu telah membunuh. Dan membunuh satu jiwa saja maka berarti sudah membunuh semua jiwa.
Hai pegiat pengurangan risiko bencana, janganlah depresi
Namun, bagaimana bila kita sudah melakukan ikhtiar dalam kesiapsiagaan dan memitigasi bencana atau mengurangi risiko bencana tetap saja ada yang meninggal? Allah sudah menetapkan usia manusia dan sebab dia meninggal untuk kembali menghadapNya.
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS Ali ‘Imraan 3 : 145)
Hai pegiat pengurangan risiko bencana, janganlah sombong
Inipula yang membuat kita aktivis pengurangan risiko bencana untuk tidak menyombongkan diri dalam amalnya/pekerjaanya di ranah manajemen bencana. Bahwa anda tidak akan bisa menyelamatkan jiwa tanpa seizin Allah sang pemilik kehidupan adalah sebuah kenyataan.
Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” (QS Al ‘Araaf 7 : 13 – 14)
sumber : http://pgis-sigap.blogspot.com/

No comments: