Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengkaji kemungkinan program kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa aneka program infrastruktur dasar disinergikan dengan proyek rehabilitasi dan bantuan untuk penanganan akibat gempa Aceh pada awal Juli 2013.

"Ada kemungkinan untuk itu. Hanya saja, perlu dilihat jika ada kecocokan program misalnya untuk program infrastruktur dasar irigasi karena ada sebagian daerah irigasi di Aceh Tengah juga mengalami kerusakan," kata Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum (SAMPU) Bidang Keterpaduan Pembangunan, Taufik Widjojono kepada pers, di Jakarta, Kamis.

Menteri PU, Djoko Kirmanto, menunjuk Taufik sebagai koordinator dan penanggung jawab tanggap darurat sektor infrastruktur PU untuk korban gempa Aceh.

Kementerian PU menyiapkan sedikitnya Rp6 triliun untuk program aneka infrastruktur dasar sebagai bentuk kompensasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun ini dengan sasaran penerima manfaat adalah masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan di Indonesia.

"Melalui Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (P4-IPU) dengan alokasi sekitar Rp6 triliun ini bagi masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan, diharapkan kenaikan BBM tak terlalu berdampak," kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto sebelumnya.

Menurut Djoko, sasaran program ini adalah 70 persen di luar Pulau Jawa dengan titik berat pertama terkait dengan sistim penyediaan air minum bagi rakyat miskin terutama di desa rawan air, di kampung nelayan, di pelabuhan perikanan yang tidak ada air.

"Program untuk penyediaan air minum ini sekitar Rp2 triliun antara lain penyediaan air baku, pembangunan embung untuk air minum rawan air di 93 kabupaten/kota sebesar Rp899,5 miliar, perlindungan kawasan pantai di permukiman nelayan miskin Rp299,5 miliar, perbaikan irigasi kecil di 4.000 desa sebesar Rp801 miliar," katanya lagi.

Kedua, adalah infrastruktur permukiman sekitar Rp2 triliun dengan pola pemberdayaan masyarakat melalui bantuan langsung masyarakat sebesar Rp1,8 triliun untuk 5.500 desa baru dan 1.800 keluarahan kawasan kumuh perkotaan dan dana pendampingan Rp175 miliar.

Program ketiga terkait dengan perluasan penyediaan air minum sekitar Rp2 triliun untuk penyediaan air minum 318 desa nelayan, termasuk pada lokasi pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan sebesar Rp318 miliar. Penyediaan air minum bagi 260 desa dan 35 Ibu Kota Kecamatan (IKK) Rawan Air sebesar Rp742 miliar dan penyediaan air minum untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Perkotaan di 341 kawasan sebesar Rp940 miliar.

Oleh karena itu, kata Taufik, pihaknya sedang menghitung dan menganalisis kemungkinan itu.

"Secara pembiayaan juga bisa diintegrasikan dan saling melengkapi. Hanya saja, untuk program bantuan rehabilitasi gempa Aceh ini, belum bisa disebutkan angkanya secara keseluruhan. Mungkin baru Jumat," katanya.

Hanya saja, untuk rehabilitasi prasarana ke-PU-an secara garis besar bisa disebutkan yakni untuk bidang bina marga sekitar Rp3,6 miliar untuk masa tanggap darurat ini, Rp7 miliar untuk sektor Sumber Daya Air dan Rp200-300 juta untuk operasional Cipta Karya.

"Seluruh anggaran gempa Aceh ini bersumber dari APBN dari pos dana darurat," katanya.

Taufik menyebut, untuk program rehabilitas prasarana ke-PU-an diperkirakan akan memakan waktu penyelesaian hingga enam bulan. "Jika termasuk rehabilitasi dan relokasi ratusan rumah di dua desa yang amblas di Aceh Tengah, itu masih perlu waktu lebih lama lagi karena melibatkan pihak terkait," katanya.


Bantuan ke pengungsi
Sementara itu, hingga Senin, Kementerian PU telah memobilisasi sembilan Mobil Tangki Air (MTA) dan 46 Hidran Umum (HU) untuk memenuhi kebutuhan air bersih para pengungsi.

Lokasi pengungsian tersebar pada beberapa titik di dua Kabupaten yaitu Aceh Tengah dan Bener Meriah. Selain MTA dan HU, Kementerian PU juga membantu penyediaan 60 toilet knock down dan 100 jerigen.

"Kami pun menyiagakan empat hidran umum dan 20 wc knock down untuk mengantisipasi keperluan tambahan di lapangan," ujarnya.

Sesuai Surat Pernyataan Gubernur Aceh, tanggap darurat bencana gempa di Aceh Tengah dan Bener Meriah berlangsung hingga 16 Juli 2013. Upaya tersebut dilakukan oleh kedua Pemerintah Kabupaten bersama Kementerian PU, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kepolisian, TNI dan unsur pemerintah lainnya.

Gempa dengan kekuatan 6,2 Skala Richter tersebut juga menimbulkan kerusakan pada infrastruktur PU diantaranya jalan.

Beberapa ruas yang mengalami kerusakan diantaranya Jalan Bukit-Telege Atu, Jalan Ketol-Kute Panang, Jalan Kelupak Mata, Jalan Atu Singkih, Jalan Tosari, Jalan Blang Gele-Atu Gajah serta Jalan Blang Gele-Bies. Seluruh ruas tersebut berada di Aceh Tengah.

"Kerusakan jalan bervariasi mulai dari tertutup longsoran, badan jalan putus hingga kerusakan jalan yang berat," kata Taufik.

Sementara di Bener Meriah, kerusakan jalan terjadi pada sejumlah lokasi yaitu Sukarame, Panteraya Dalam, Rembili, Panton Luwes, Junto, Tunjang dan Sukajadi.

Taufik menyebutkan, melalui tanggap darurat, saat ini seluruh jalan tersebut sudah bisa dilewati kendaraan meskipun fungsional secara darurat. Penanganan jalan tersebut dilakukan Kementerian PU dengan menggunakan back hoe, loader, excavator serta dump truck.

Selepas tahap tanggap darurat, Kementerian PU juga akan terlibat dalam tahap rehabilitasi/rekonstruksi, khususnya melalui bantuan teknis penyiapan kriteria teknis tingkat kerusakan rumah, sosialisasi konstruksi bangunan tahan gempa, prasarana air minum untuk lokasi rencana pemindahan penduduk Kampung Serempah dan Kampung Bah serta saran teknis terkait zonasi gempa.

(E008)