Search This Blog

Wednesday, May 1, 2013

Gayo, Bangsa Kuno yang Tersisa*

 

|

Gayo, Bangsa Kuno yang Tersisa*

=Tulisan pertama dari dua bagian=
Oleh: Hammaddin Aman Fatih*
Hammaddin-1BANYAK orang yang menyebut Tanoh Gayo merupakan sekeping tanah surga yang terlempar ke bumi. Mungkin hal ini diilhami kondisi geografis yang mempesona serta di dukung dengan hasil alam yang banyak membuat mata dunia tertuju ke Tanoh Gayo sekarang ini. Sebagai contoh; Kopi Gayo merupakan jenis kopi terunik dan memiliki varitas terbanyak di dunia. Getah pinus dari tanah Gayo merupakan getah pinus terbaik di dunia. Teh Gayo (baca: Teh Redelong) pernah sangat terkenal di Benua Eropa sebelum meletusnya Perang Dunia karena rasanya yang istimewa.
Menurut  Ir. Mursyid, anggota DPD RI asal Aceh periode 2009-2014 Suku Gayo merupakan suku yang paling banyak memakai istilah dalam penyebutan, di Indonesia dan mungkin di seluruh planet bumi ini. Dan salah satu budaya asal tanah Gayo yang masuk salah satu warisan budaya dunia (baca: Tari Saman-Gayo Blang Kejeren) dan lain sebagainya.
Secara metafisika hal tersebut diatas sangat mempengaruhi dan memiliki sifat menggerakan atau mengsugesti para penghuni yang menetap hidup di sekitarnya. Sejarah mencatat,  bahwa dulunya ketika orang Gayo masih mengkonsumsi makan serba tradisonal, dari Tanoh Gayo bisa melahirkan lebih kurang 22 orang mendapat gelar profesor, yang pada saat itu secara kuantitatif penduduk rakyat Gayo masih sangat sedikit (Tabloid Gayo Post “Gayo, Ukang Ogor – Ogoren” Edisi 04 April 2012 hal 14 )
Asal Usul Bangsa Gayo ?
Ratusan suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satunya adalah suku Gayo. Suku ini merupakan salah satu suku minoritas terbesar yang mendiami wilayah Pemerintahan Aceh. Tepatnya mendiami wilayah pedalaman Aceh.
Keberadaan tentang asal usul bangsa Gayo, yang mendiami gugusan pengunungan Bukit Barisan atau pedalaman wilayah Aceh itu. Sampai saat ini masih diselimuti “kabut   misteri “. Beberapa nara sumber, kadang–kadang mempunyai pendapat yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya. Tapi, sekarang setelah ada penelitian Arkelogi di pedalaman Tanah Gayo, sedikit banyak menjadi seberkas sinar menguak tabir keberadaan suku Gayo.
Dari beberapa literatur tua yang penulis baca dan hasil diskusi dengan beberapa pemerhati sejarah Gayo dari beberapa disiplin keilmuan. Penulis menyimpulkan bahwa nenak moyang orang Gayo sekarang mulanya berasal dari percampuran bangsa Veda dengan penganut kebudayaan Austronesia atau terkenal dengan sebutan Proto Melayu yang membawa kebudayaan Neolithikum.
Menurut Teori Sarasin/bersaudara, bahwa bangsa Veda awalnya mendiami wilayah Asia Tenggara dan merupakan populasi pertama yang mendiami kepulauan Indonesia dengan genotif  berkulit gelap dan berpostor kecil bersifat pemalu (baca: Budaya Sumang dalam Adat Gayo). Keturunan asli bangsa Veda yang ada saat ini di yakini adalah suku Kubu yang berada di Jambi. Sebahagian lagi berasimilasi (kawin silang) dengan pendatang baru yang masuk ke pulau Sumatra (Proto Melayu). Bangsa Veda yang asli musnah, diperkirakan akibat mencairnya lapisan es dan juga semakin dipercepat dengan meletus gunung krakatau purba yang memisahkan pulau Jawa, Kalimanta dan Sumatra yang terjadi sekitar tahun 9.600 SM atau 11.600 tyl (Teori Ikan Belido).
Dalam berkembangan selanjutnya percampuran genetik (perkawina) dan budaya antara bangsa Veda dengan kelompok manusia Austronesia adalah cikal bekal sebuah suku yang nantinya di sebut Gayo. Hal ini diperkuat dengan diketemukannya gerapah yang merupakan peralatan manusia kelompok Austronesia dan kapak peralatan Bangsa Veda (Serambi Indonesia terbitan 27 November 2012 dengan judul “Arkeolog Temukan Kerangka Manusia 2.000 tahun lalu”).
Ada pendapat yang mengatakan lebih ekstrem lagi, bahwa Bangsa Gayo merupakan bangsa kuno yang masih tersisa. Hal ini diperkuat dengan diketemukannya gerapah yang dulu berfungsi sebagai tempat beras yang umurnya lebih tua dari yang berada di Hindia, yang selama ini diyakini sebagai daerah tempat asal muasal padi. Dan apakah mungkin tanoh Gayo ini merupakan tempat legenda benua yang hilang itu (baca: Atlantis) yang menurut ilmu geologi, mereka sebut Sundaland? Hipotesa itu bisa mendekati sebuah kebenaran, yaitu; Pertama: sekitar 1,8 juta tahun yang lalu pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan merupakan satu kesatuan yang menurut Profesor Aryo Santos, seorang ilmuwan asal Brasil, gabungan ketiga pulau itulah (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) di sebut dengan benua Atlantis, seperti yang disebut–sebut Plato dalam bukunya Timeus dan Critias. Kedua: bila mengacu kepada diketemukan adanya aktivitas di sekitar danau Laut Tawar sekitar 7.000 tahun yang lalu? (buku “Gayo Merangkai Identitas”). Ada tulisan selanjutnya yang sekarang masih dalam proses mencari bandingan literatur mengupas tentang hal tersebut berdasarkan analisis konstruksi sejarah komparatif.
Dalam proses berjalannya roda kehidupan sehari–hari dan untuk mencapai sebuah tujuan. Akhirnya mereka membutuhkan sebuah pimpinan yang bisa mengarahkan mereka secara massal menuju satu tujuan yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidup (lahir batin). Akhirnya mereka membuat sebuah perkumpulan yang sekarang kita kenal dengan sebuah kerajaan yang diberi nama Linge.
Dari beberapa literatur, kata Linge berasal dari kata sangsekerta yang artinya kursi atau kekuasaan. Dan dalam bahasa yang lebih tua lagi, yaitu bahasa priya (Hindu Kuno), Linge berarti persembahan. Sedangkan pimpinannya dinamakan “Meurah” (sebutan untuk raja–raja kuno). Baru di periode generasi selanjutnya setelah masuknya unsur Islam (baca: era Masehi), pimpinannya diberi gelar Sultan. Menurut sebuah sumber bahwa kerajaan Linge merupakan salah satu dari 4 kerajaan kuno terbesar di dunia.
Ada sebahagian pendapat yang mengatakan bahwa kata Linge artinya linge wo siara (Suaranya cuma ada) yang dihubungkan, katanya (baca: belum ada fakta yang mendukung kebenaran itu) dengan kedatangan pimpinan Gayo dahulunya yang hanya ada suaranya, tapi wujutnya tidak nampak. Menurut hemat penulis, itu bisa di sebut hanya merupakan sebuah akal–akalan orang dahulu untuk menutupi ketidak tahuan sejarah sebelumnya (baca: keterbatasan pemikiran). Artinya memutuskan mata rantai sejarah, yang akhirnya ceritanya bersifat antah berantah. Menurut Surahman Dosen Etika Filsafat mengatakan hal tersebut cukup pantas di sebut pembodohan sejarah.
Sedangkan sebutan kata Gayo diyakini muncul setelah berdirinya kerajaan Linge. Artinya kata Gayo ada setelah adanya sejarah. Hal ini sama dengan kasus. Sebelum Jakarta, namanya Jayakarta. Sebelum Jayakarta, namanya Batavia. Sebelum Batavia, namanya Sunda Kelapa. Sebelum Sunda Kelapa, namanya….. Tapi, di daerah itu telah ada penghuninya. Jadi sejarah manusianya dulu baru diberi namanya atau manusia lahir dulu baru diberi nama, bukan namanya dulu baru orangnya lahir.
Kata “Gayo“, menurut beberapa pakar, antara lain di ungkapkan oleh seorang pakar yang berasal dari Negara Brunai Darussalam, Prof. Dr. Burhanuddin, kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai Darussalam dan Malaysia adalah “Indah“ dan kata ini hanya pantas diungkapkan/dilontarkan pada saat–saat upacara tertentu saja. Bersambung…(antro_madin[at]yahoo.co.id)
*Suntingan dari Isi Buku “People of the Coffee” yang masih dalam proses penerbitan sekaligus rivisi tulisan dengan judul “Rekonstruksi Jejak Leluhur Rakyat Gayo” yang pernah di muat Lintas Gayo.
**Seorang antropolog, guru biasa di SMAN 1 Timang Gajah dan Ketua P3M  Fisip UGP – Takengon

No comments: