Search This Blog

Friday, June 21, 2013

Rentenir : Bank Jalan atau Koperasi Jalan


 Rentenir : Bank Jalan atau Koperasi Jalan

Rentenir : Bank Jalan atau Koperasi Jalan


Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

ilustrasi : fosei-ums.blogspot.com
ilustrasi : fosei-ums.blogspot.com
Praktek rentenir merupakan praktek ekonomi yang menjadi kebiasaan masyarakat jahiliyah yang sangat dibenci oleh Islam, karena perbuatan ini dihukumkan riba. Allah berfirman : “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW mengkategorikan riba sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dihindari (HR. Muslim)
Kemudian di Hadits yang lain, Rasulullah saw melaknat kedua belah pihak yang melakukan transaksi riba, juga orang yang menjadi saksi dalam transaksi tersebut (HR Abu Daud).
Kendati dalil Al-Qur’an begitu tegas menyatakan bahwa riba merupakan perbuatan yang sangat dibenci dan hukumnya haram dan menurut nabi Muhammad mereka yang melakukan transaksi ini dikelompokan kepada mereka yang telah melakukan salah satu dari dosa besar, namun praktek riba sangat sulit hilang dari kehidupan masyarakat.
Kasus rentenir dapat kita sebutkan contohnya : yaitu ketika seseorang meminjam uang sebanyak Rp. 1 juta dengan bunga yang diambil sebanyak Rp. 200 ribu perbulan (20 %) dan bila si peminjam uang tidak sanggup membayar bunga yang ditentukan, bunga tersebut akan menjadi batang, jadi uang pinjaman sudah bertambah menjadi Rp. 1juta 200 ribu dan bunga menjadi Rp. 220 ribu dan ini akan bertambah terus selama peminjam tidak sanggup membayar pinjaman dasarnya.
Ketika batang uang pinjaman semakin bertambah dan buga juga bertambah, sudah pasti mereka yang meminjam uang tidak dapat mengembalikannya. Pada saat seperti ini biasanya mereka yang meminjamkan uang akan mengambil barang-barang yang ada di rumah korban dan tidak jarang mereka yang meminjam harus menjual rumah yang ia miliki.
Perlu dipahami oleh semua orang bahwa mereka yang menjadi rentenir sejak awal sudah berniat agar uang yang dipinjamkan tersebut tidak sanggup dikembalikan oleh peminjam. Karena itulah Allah mengeaskan kepada kita seperti ayat di atas : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Artinya : antara jual beli dengan riba itu sangat sedikit bedanya, malah masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Nabi Muhammad mereka menyamakan antara jual beli dengan riba. Praktek sperti perlakuan zaman jahiliyah masih tetap terlihat dimana para rentenir kebanyakannya memanfaatkan pedagang kecil untuk dipinjami uang.
Karena menyatunya riba dengan kehidupan manusia, Allah tidak dengan cara sekaligus mengharampak  riba tetapi dengan cara bertahap:
Pertama, Allah hanya menegaskan riba bersifat negati. Allah berfirman, “Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah” (Ar-Rum; 39)
Kedua, Allah memberi isyarat tentang keharaman riba melalui kecaman-Nya terhadap praktek riba dikalangan masyarakat Yahudi. Allah berfirman, “Dan disebabkan mereka makan riba, padahal mereka sesungguhnya telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. (An-Nia’ 61)
Ketiga, Allah yang mengharamkan riba yang berlipat ganda, Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. (Ali Imran : 130)
Keempat, Allah mengharamkan riba secara total dalam segala bentuknya, baik yang berlipat ganda ataupun tidak. Allah berfirman : dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (al_Baqarah : 275)
Dalam Islam ada dua bentuk riba :
  1. Riba Fadhl, Yaitu kelebihan salah satu sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara’ (timbangan atau takaran). Misal. Seorang menukar beras sbanyak 15 kg dengan16 kg beras yang lainnya, kelebihan 1 kg dalam jual belu ini disebut dengan riba fadhl.
  2. Riba Nasii’ah, Kelebihan ata piutang yang diberikan orang yang berutang, kepada orang yang mengutanginya, karena ada faktor penundaan waktu pembayaran, contoh seperti yang telah disebutkan di atas.




[*] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

No comments: