Search This Blog

Monday, July 29, 2013

Jangan Korupsi Bantuan Itu!

 

Jangan Korupsi Bantuan Itu!

Pasca terjadinya gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, bantuan mengalir deras, baik dari dalam maupun luar negeri. Sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara lain, telah menyatakan komitmennya untuk membantu Indonesia dengan mengirimkan bantuan ke Aceh, sebagai bukti kepedulian mereka atas bencana alam pada Minggu kelabu (26 Desember 2004).
Namun, mengalirnya banyak bantuan untuk para korban dan biaya recovery Aceh menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat. Mereka khawatir terjadi penyalahgunaan, korupsi, dan manipulasi bantuan oleh oknum-oknum yang ingin memperkaya diri. Masyarakat beranggapan bahwa negeri ini masih penuh dengan para pejabat korup dan mafia-mafia yang kerap merampas hak-hak rakyat kecil.
Gempa dan tsunami di Aceh bukan bencana alam pertama di bumi pertiwi ini. Hampir setiap tahun, bencana alam selalu menimpa bangsa Indonesia. Realitasnya, sumbangan kemanusiaan dari masyarakat yang ingin menunjukkan rasa empatinya terhadap masalah sesama bangsa kerap disalahgunakan oknum-oknum tertentu. Karena itu, saat sumbangan kemanusiaan mengalir dari banyak pihak pascagempa dan tsunami, kekhawatiran itu pun muncul kembali.
Tidak disangkal, korupsi telah menjadi epidemi bangsa yang sangat sulit disembuhkan karena telah merasuk ke dalam seluruh tingkatan kehidupan masyarakat. Korupsi tidak hanya dilakukan pejabat di tingkat pusat. Pejabat daerah, seperti gubernur dan bupati, pun melakukan hal itu. Akibatnya, negara selalu dirugikan dengan jumlah triliunan rupiah. Banyaknya pejabat pemerintah yang tersangkut kasus korupsi adalah bukti yang terbantahkan.
Gempa dan tsunami terbesar dalam sejarah, yang terjadi di Serambi Mekkah, sebenarnya telah menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, yakni sesama manusia harus bersatu dan saling membantu. Tidak hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Terlepas dari kemungkinan adanya kepentingan tertentu, kekompakan masyarakat dalam menggalang bantuan untuk Aceh adalah bukti bahwa bangsa Indonesia masih mempunyai kepedulian terhadap sesama.
Semua orang kini memfokuskan perhatiannya pada nasib rakyat Aceh. Suatu pemandangan yang mungkin sangat indah dan sangat asing bagi kita. Semua elemen masyarakat bahu- membahu mengumpulkan bantuan untuk masyarakat Aceh. Selama ini, bangsa Indonesia cenderung mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, ras, dan agama daripada kepentingan bersama.
Tidak terhitung, berapa total uang yang terkumpul untuk masyarakat Tanah Rencong. Sebab, belum ada data valid yang menyebutkan hal itu. Tidak terhitung pula bantuan lain yang berupa barang meliputi pakaian, makanan, dan obat-obatan. Tanpa ada komando, masyarakat dengan kompak menyisihkan harta demi masa depan Aceh yang kini tinggal puing-puing yang berserakan di mana-mana.
Yang paling penting untuk dilakukan saat ini adalah mengawasi distribusi bantuan dengan mencegah adanya berbagai bentuk penyalahgunaan bantuan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kepercayaan masyarakat untuk menyumbang adalah amanat yang harus dijaga semua pihak dengan menyalurkan semua bantuan pada yang berhak. Sangat disayangkan jika sampai terjadi penyalahgunaan, hal itu akan menodai kepercayaan masyarakat.
Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilaksanakan. Pertama, pemerintah harus mengaudit semua bantuan yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri, khususnya yang berupa uang. Semua dana bantuan tersebut dimasukkan dalam APBN dan disalurkan sesuai dengan kebutuhan dalam rangka recovery atau membangun Aceh kembali .
Misalnya, dari total bantuan dana yang masuk, 20 persen difokuskan untuk membangun sarana pendidikan yang hancur dan 30 persen untuk pembangunan pemukiman baru bagi penduduk. Selebihnya, digunakan pemerintah untuk membangun sarana di bidang lain yang tentu tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini, pemerintah harus transparan dalam menggunakan dana bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, mengawasi distribusi bantuan agar sampai kepada yang berhak sesuai dengan keinginan para penyumbang. Dalam hal ini, DPR -yang mempunyai fungsi kontrol terhadap kinerja pemerintah- harus benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membentuk tim pengawas bantuan gempa dan tsunami untuk Aceh.
Ketiga, LSM seperti ICW harus menopang kenerja tim DPR atau melakukan peran kontrol, baik pada pemerintah maupun tim bentukan DPR. Di pihak lain, masyarakat umum yang menyaksikan adanya penyalahgunaan bantuan harus melaporkan kepada pihak-pihak berwajib serta memberitakan kepada publik. Dengan demikian, peluang terjadinya korupsi atau penyalahgunaan dana bantuan untuk Aceh dan Sumut akan sangat kecil.(M. Da

No comments: