Search This Blog

Wednesday, April 24, 2013

Sejarah Daerah dan Suku Gayo

Sejarah Daerah dan Suku Gayo


Desember 27, 2009
      Pada jaman dahulu kala ketika dunia ini masih diliputi lautan yang mahaluas, dan daratan masih ditumbuhi tumbuhan jarum, hiduplah di negeri Rum dua bersaudara. Si abang sebagai rakyat jelata, mempunyai tujuh orang putra, sedang adiknya sebagai seorang raja, mempunyai tujuh orang putri.
Pada suatu hari ketujuh putra si abang meminta kepada ayahnya, agar ayahnya membuat kail seorang satu buah. Karena ayahnya begitu sayang kepada anaknya lalu ia mencari beberapa kerat kawat. Tiap potong dibuat dua mata kail. Kini tinggal satu lagi yang tidak punya pasangan. Ketika kawat itu belum dikerat, seorang anaknya bernama Genali secara diam-diam mengambil kawat yang masih lurus tadi.
Dengan cepat ia mencari tali dan mengikat kawat lurus itu, lalu ia pergi ke laut. Setelah Genau pergi barulah orang tuanya sadar bahwa kawatnya hilang satu potong dan anaknya seorang tidak ada lagi.
Pada saat itu Genali sedang mengail dan duduk di atas sepotong batang kayu yang dapat terapung jika air pasang. Seekor ikan segera memakan kailnya. Genali menarik kail, tapi ia sendiri ikut ditarik ikan itu ke tengah dan terus sampai ke tengah lautan luas. Sehingga ia terdampar di sebuah pulau kecil bersama ikan dan perahu kayunya.
Berbulan-bulan ia di situ sendirian sehingga pakaiannya habis dan makanan pun tidak ada lagi. Tiap saat ia memohon pada Yang Maha Kuasa agar ia terlepas dari bencana ini. Sehingga pada suatu hari lewatlah sebuah kapal ke pulau itu. Kapal itu dipanggilnya.
Tetapi tidak mau berhenti. Anehnya kapal itu hanya berputar-putar di daerah itu saja. Barulah ketika kapal itu singgah dan menerima pesan dari Genali mereka dapat berlayar dengan lancar kembali.
Lima bulan kemudian kapal itu sampai di negeri Rum. Ikan diserahkan kepada sultan Rum dan pesan Genau meminta ayam jago yang bagus kokoknya dan kain putih empat hasta disampaikan.
Raja Rum menerima pesan Genau dengan baik, dan ikan kiriman lalu dibelah. Di dalamnya terdapat intan berlian.
Permintaan Genali, ayam jago yang bagus kokoknya, putri raja Rumlah yang menebaknya. Sebenarnya dirinyalah yang dipesan Genali, tak dapat ditolak lagi, karena kiriman Genali berupa ikan sudah diterima dan dibelah pula. Persediaan untuk berangkat dilengkapi : Sebuah kapal, juga hewan ternak, inang pengasuh, orang cerdik pandai, dan bibi putri Terus Mata bernama datu Beru ikut serta.
Setelah selesai mereka pun berangkat. Sebulan kemudian kapal itu sampailah di pulau tempat Genali berada. Yang pertama diserahkan ialah kain putih empat hasta, karena Genali tidak berpakaian.
Beberapa lama kemudian putri Terus Mata dan Genali dinikahkan di pulau itu. Pulau itu sekarang terkenal dengan buntul Linge, dengan rajanya bernama Genali.
Keturunan Raja Genali adalahJoharsyah, Joharsyah dan Merah Abuk. Setelah lama Genau memerintah, pada suatu hari sakit lalu meninggal dunia. Aneh ketika keranda dibuka dan akan dimakamkan, jenazahnya hilang. Rakyat terharu bercampur heran. Kemudian kerajaan diperintah oleh permaisuri.
Tersebutlah raja yang mangkat, sebenarnya jasadnya terbang ke Kutaraja. Di sana Genali juga menikah dan dapat keturunan seorang putra bernama AUsyah. Ketika Alisyah masih kecil Genali pergi ke Gayo dan memerintah di sana.
Sekembalinya Genali ke Gayo, Alisyah dipelihara ibunya sampai menanjak besar. Alisyah adalah anak yang pintar. Kalau ada pertandingan bermain selalu menang. Karena itulah teman-teman sepermainan yang bertanding dengan dia menjadi sakit hati. Mereka mengatakan, bahwa Alisyah adalah anak yang tidak mempunyai bapak.
Karena itulah Alisyah tergesa-gesa pulang ke rumah dan menanyakan perihal bapaknya. Ia sangat malu dikatakan anak tak berbapak. Di manakah bapaknya sekarang. Kalau mati di mana kuburnya, dan kalau masih hidup di mana tinggalnya.
Oleh ibunya diterangkan, bahwa bapak Alisyah sekarang berada di Buntul Linge sebagai raja di sana. Jika Alisyah ingin menjumpai bapaknya, ibunya mengizinkan dan sebagai tanda Alisyah dibekali sebuah cincin yang diberikan Genali dahulu. Alisyah menyusul ayahnya ke Buntul Linge.
Di Buntul Linge ia diterima oleh semua keluarga dengan baik. Terutama ibu yang dijumpainya sangat senang kepadanya. Bahkan mengkhitankan anaknya bertiga sekaligus. Ketika akan dikhitankan ketiga anak itu dicoba. Siapakah di antara ketiganya yang tepat kelak menjadi raja. Secara bergiliran di atas kepala mereka diletakkan topi kerajaan.
Ternyata di antara ketiganya Alisyahlah yang serasi dengan topi itu. Maka ditetapkanlah, bahwa yang menggantikan Genali kelak ialah Alisyah.
Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pengganti raja maka khitanan pun dilaksanakan. Salah satu di antara mereka ialah Joharsyah tidak termakan pisau. Karena malu ia lari ke daerah Batak.
Setelah Genali meninggal, Alisyahlah yang memerintah. Dia adalah seorang raja yang arif dan bijaksana. Rakyat bertambah makmur.
Namun demikian, ia teringat kembali ke Kutaraja. Ia ingin kembali. Alisyah pulang ke Kutaraja dan memerintah di sana, dan sebagai gantinya di Buntul Linge, memerintah Joharsyah. Tersebutlah di negeri lain, ketika pulau Sumatra telah timbul di permukaan air.
Kisah pertama ialah Raja Johor yang mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama Muria dan yang bungsu bernama Sengeda. Ketika keduanya sedang bermain layang-layang datang angin kencang, hingga membawa mereka ke sebuah tempat bernama Senile.
Kisah kedua ialah Muria dan Sengeda ialah anak seorang petani yang disuruh ayahnya mencari itik yang hilang. Harus dicari sampai ketemu. Mereka tidak menemukan itik bahkan mereka terdampar ke Senile. Di sana mereka diterima raja Senile, yang bernama Muyang Kaya.
Muyang Kaya menanyakan asal kedua anak itu. Tapi mereka menjawab kami tidak mempunyai orang tua. Raja Serule mereka anggap sebagai orang tuanya. Raja Serule sangat sayang kepada keduanya dan dipelihara seperti anak sendiri.
Diceritakan pula bahwa dari Buntul Linge raja Joharsyah selalu melihat cahaya dari arah Serule. Karena itu ia ingin mengetahuinya. Ia sendiri berangkat ke Serule dan menanyakan sebabnya. Penyebab cahaya itu ternyata adalah Muria dan Sengeda. Karena itulah raja Linge meminta salah satu di antara keduanya maka ditetapkan untuk raja Linge ialah Muria. Dalam beberapa waktu dia memelihara anak itu sebagai anak raja.
Tetapi ketika raja Joharsyah mendengar kabar daripada ulama dan cerdik pandai bahwa anak itu kelak akan menjadi raja yang besar, maka raja Linge berpikir bahwa anak ini akan menghilangkan keturunannya menjadi raja.
Ia berniat akan membunuhnya, di Kala Singuk Samarkilang. Raja Linge juga meminta kepada raja Serule untuk membunuh Sengeda dengan alasan yang sama. Tapi raja Serule tidak mau melaksanakannya, bahkan raja Serule membohongi raja Linge beberapa kali.
Yang pertama ketika raja Serule menunjukkan bahwa kuburan yang sengaja dibuatnya. Ketika digali ternyata bukan Sengeda, tetapi kucing. Tempat itu sekarang bernama Buntul Kucing. Yang kedua ialah ketika raja Serule membunuh seekor beruang …, yang digantung di atas kayu dibuatnya menyerupai Sengeda.
Raja Linge akhirnya tahu juga. Tempat itu sekarang bernama genting Telkah. Tapi dengan peristiwa ini raja Muyang Kaya dapat menginsafkan raja Joharsyah.
Sebagai raja pengganti, Joharsyah lalu bermupakat dengan raja Serule mengirim Upeti (cap usur) ke Kutereje. Ketika Raja Serule mengantar upeti, Sengeda juga ikut ke Kutaraja. Pada saat raja Joharsyah dan raja Serule menyerahkan upeti, Sengeda menggambar seekor gajah. Gajah itu seolah-olah hidup. Ketika raja Alisyah melihatnya, beliau bertanya, kepada yang hadir. Dan tak seorang pun dapat menjawab. Lalu Sengedalah yang menerangkan bahwa ini adalah gambar seekor gajah putih yang banyak hidup di Samarkilang.
Raja Alisyah berpesan pada upeti yang akan datang, raja Serule dan raja Linge harus membawa gajah putih. Raja Linge sangat marah. Yang dapat menangkap gajah itu hanyalah Sengeda. Kabarnya gajah putih itu adalah penjelmaan roh abangnya Muria.
Gajah putih ditangkap dekat kuburan Muria di Samarkilang. Pada beberapa tempat gajah itu terlepas secara aneh misalnya di Timang Gajah dan di Calung. Dan pada saat membangunkan dari kubangan harus dinyanyikan diiringi tari diberi bedak dan mungkur, sehingga sampai sekarang ada Pengulu Bedak, Pengulu Mungkur serta Pengulu Bujang.
Raja Linge tak dapat menunaikan tugasnya membawa gajah putih di Kutaraja karena hewan itu mengamuk. Gajah mencari Raja Linge dan ingin dibunuhnya. Raja Linge bersembunyi di Krueng Daroi.
Karena itu Raja Alisyah heran, dan bertanya kepada Sengeda, engapa gajahmu bisa bertindak aneh. Sengeda menjawab bahwa raja Linge berbuat salah membunuh orang yang tidak bersalah. Raja Alisyah bertindak, raja Linge dipecat: Bawar (tanda kebesaran) diambil diserahkan kepada Sengeda. Sengeda diberi kerajaan di Bukit.
Kabar ini tersebar luas, sampai ke Linge sendiri dan neneknya Datu Beru.
Datu Beru datang ke Banda untuk meminta Bawar, tapi dijawab Raja Alisyah bahwa, bawar itu sudah diberikan kepada yang berhak tidak dapat dikembalikan lagi. Sebagai gantinya dibuat bawar tiruan. Datu Beru kembali, ketika sampai di Tunyang, ia meninggal dunia.
Sengeda memerintah sangat adil. Dia adalah raja yang bijaksana.


Disalin dari:
Abdurahim Dandy. Sejarah Daerah dan Suku Gayo. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979.

No comments: