Search This Blog

Tuesday, December 10, 2013

Di Perkebunan Kopi Gayo, Kopi Luwak Harganya Murah!



 

Di Perkebunan Kopi Gayo, Kopi Luwak Harganya Murah!

Winbathin - d'Traveler - Jum'at, 17/05/2013 12:20:00 WIB
  detikTravel Community -   Traveler penggemar kopi tak boleh melewatkan Dataran Tinggi Gayo di Provinsi Aceh. Selain mencicipi kopi Gayo yang terkenal, Anda juga bisa menyeruput kopi luwak dengan harga murah per cangkirnya. Tak percaya?
Suka traveling dan peminum kopi fanatik? Cobalah ke Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh. Di sana, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan yang indah, pemandian air panas dan mencicipi nikmat rasa dan aroma kopi Gayo.
Gayo adalah kawasan pegunungan di Aceh yang berada pada ketinggian 1.200 mdpl. Sebagai dataran tinggi, oleh Muyang Datu warga Gayo, kawasan ini disebut Nenggri Antara. Sampai saat ini maknanya masih misteri. Tapi banyak orang menyebut Gayo sebagai 'Serpihan Tanah Surga yang Terlempar ke Dunia.'
Julukan itu tidak berlebihan. Manakala pagi tiba, awan akan dengan mudah dilihat di sekitar Kota Takengon. Semakin cantik karena Takengon dipagari perbukitan dengan Danau Luttawar.
Takengon kerap ditutupi awan sehingga jarak pandang menjadi terbatas. Hal ini pun menimbulkan sensasi sendiri bak di Negeri Awan. Selain memanjakan mata dengan lanskap yang apik lewat kabut paginya, udara di pegunungan ini juga masih segar.
Beberapa wisatawan yang pernah berkunjung ke Gayo menyebut Dataran Tinggi Gayo dengan pinus mercusinya sebagai 'Swiss Van Gayo'. Tapi sesungguhnya, di balik semua keindahan ini, kopi merupakan daya tarik utama.
Kopi Arabica Gayo merupakan komoditas utama Pegunungan Gayo. Tak ada lahan yang kosong kecuali berisi baris-baris kopi yang rapi dengan naungan yang membentuk ekosistem tersendiri yang apik.
Sensasi rasa dan aroma kopi Arabica, diakui dunia sejak sebelum Indonesia merdeka. Bahkan Belanda yang mengintroduksi kopi pertama sekali ke Takengon sudah melakukan eksport kopi. Mereka mengintroduksi pada tahun 1908 dan ditanam di bagian Utara Danau, kawasan Paya Tumpi Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah.
Secara profesional, Belanda membuat dan memetakan perkebunan kopi Arabica Gayo yang kemudian hasilnya diekspor. Perkebunan tersebut antara lain Belang Gele, Burni Bius dan Bergendal Teritit serta Blok C di Lampahan.
Mahdi Usati, pakar citarasa kopi gayo dari Gayo Cuppers Team menilai kopi gayo masuk kelas Specialty. Dari berbagai uji citarasa yang pernah dilakukan Mahdi bersama timnya, menunjukkan bahwa Arabika Gayo memang sangat spesial.
"Kopi Arabica Gayo asal-asalan saja sudah enak sekali. Apalagi Grade 1 dan yang Specialty", kata Mahdi yang bekerja untuk sebuah perusahaan eksport kopi Gayo.
Kopi gayo memang banyak diekspor karena disukai konsumen Amerika, Jepang dan Eropa. Aroma yang khas dengan perisa (flavor) yang komplek serta kekentalan (body) yang baik jadi alasan kenapa mereka menyukai Kopi Gayo.
Hasil Cupping kopi Arabika Gayo berjumlah antara 86-90. Menurut SCAA, asosiasi kopi spesialty Amerika, kopi dengan skor di atas 80 dikategorikan sebagai kopi specialty.
Kenikmatan kopi Arabica Gayo disebabkan Wilayah Dataran Tinggi Gayo. Tempat di mana kopi ini tumbuh tersembunyi di wilayah pegunungan Bukit Barisan yang membentang di Sumatera.
Berada di tengah hutan tropis Sumatera dan bersinggungan dengan kawasan Ekosistim Leuser, membuat kawasan ini dijadikan penjajah Belanda sebagai tempat peristirahatan dan perkebunan mereka. Apalagi di Gayo, banyak lokasi perkebunan kopi yang berdekatan dengan gunung api aktif.
Kopi Arabika Gayo dikenal dengan rasa dan aroma yang kuat. Kaya akan varietas dan masuk kopi jenis specialty.
Belanda menamai kopi sebagai 'Tanaman Masa Depan'. Mereka juga menyatakan masyarakat Gayo sangat cepat menerima masuknya komoditi baru seperti kopi. Kawasan perkebunan kopi ini kemudian menjadi perkampungan baru yang berkembang baik hingga saat ini.
Estimasi produksi kopi dari dua kabupaten Gayo, yaitu Takengon dan Redlong berjumlah 65.625 ton per tahun. Sehingga kawasan perkebunan kopi Gayo disebut sebagai lahan terluas untuk kopi Arabika di Asia.
Selain kondisi geografis, kesuburan tanah juga sangat mendukung ditambah berbagai varietas kopi gayo yang dimiliki. Bukan itu saja, petani kopi Gayo juga mengolah panen kopi dengan cara yang tidak biasa.
Cara ini disebut semi washed (tidak cara basah dan kering). Metode ini sangat khas yang menghasilkan kopi mutu eksport. Menurut Mahdi Usati, kopi Gayo jenis Spesialty biasanya memiliki score (nilai) setelah di uji rasa di atas angka 85.
"Padahal dengan score 83 saja, kopi sudah masuk kategori spesialty. Kopi gayo biasanya scorenya di atas angka ini”, imbuh Mahdi.
Dikatakan, hal ini yang membuat kopi Gayo sangat disukai para pecandu kopi diberbagai belahan dunia. Kopi Specialty yang kini permintaannya terus meningkat dari Gayo, Mahdi pun menyatakan banyak kriteria Specialty.
"Kopi Spesialty itu banyak ragamnya. Ada yang menjadi spesial karena tingginya score cupping. Ada yang Speciaty karena cara penanganan atau pengolahannya serta sejumlah spesial lainnya," jelas Mahdi.
Saat ini luas tanaman kopi di dua Kabupaten Gayo memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, luasnya sekitar sekitar 94.800 hektar.
Masing-masing di Kabupaten Aceh Tengah 48.000 hektar. Perkebunan ini melibatkan petani sebanyak 33.000 kepala keluarga (KK). Selanjutnya ada perkebunan Bener Meriah 39.000 hektar dan 7.800 hektare di Kabupaten Gayo Lues dengan keterlibatan petani sebanyak 4.000 KK.
Kopi Gayo memang lebih populer dan dikenal di luar negeri, sayang di regional Aceh sendiri kurang dikenal. Sementara di Sumatera Utara, kopi Gayo diekspor dengan nama lain, tapi bahan bakunya merupakan Arabica Gayo.
Perkebunan kopi rakyat Gayo biasanya berada di perbukitan dan gunung. Dengan jenis kopi Arabika Gayo yang dikenal dengan Gayo 1 dan Gayo 2.
Kopi Gayo yang berbasis Arabika memiliki paling tidak lima sertifikasi Internasional sebagai jaminan kualitas Arabica Gayo. Sertifikat itu antara lain Fair Trade, Organik, Rain Forest dan lain-lain.
"Saat ini, beberapa istilah Gayo sudah populer di dunia perdagangan kopi Internasional. Seperti Kopi Gayo Asalan, Gayo Fair Trade dan Berizin yang berarti Terima kasih dalam bahasa Gayo", kata Mustawalad, Ketua Produser Fair Trade Indonesia.
Nikmatnya rasa dan aroma kopi gayo antara lain karena sudah bercampur secara alami. Artinya dari luas satu hektar kebun kopi, banyak varietas yang ditanam. Paling tidak ada tiga varietas kopi di sana, seperti, Gayo 1, Gayo 2, Ateng Super, Ateng Jaluk, Ramong, Bergendal, Ateng Janda dan Jember.
Saat panen tiba, kopi-kopi dari varietas berbeda ini tidak dipisahkan petani, tapi disatukan. Sehingga masing-masing karakter rasa dan aroma tercampurkan langsung paska panen. Pun begitu, banyak juga petani yang menanam hanya satu varitas kopi saja (single origin).
Dulu semua kopi terbaik ini dijual dalam bentuk greenbean, tapi kini tidak lagi. Banyak kafe modern di Gayo yang menyediakan kopi terbaik ini. Ada yang diolah secara modern dengan menggunakan mesin saji espresso, atau penyajian moderen lainnya.
Kopi segar dan nikmat ini pun bisa disajikan kapan saja dan langsung di tanah perkebunan kopi terluas Arabica Gayo di Asia ini. Soal harga jangan kuatir karena harga kopi di sini, tidak semahal gerai kopi ternama.
Satu gelas espresso dengan krimer yang menggoda dan body yang kuat, hanya dihargai Rp 6.000, Black Coffee (Item kelet dalam bahasa Gayo) dihargao Rp 7.000, Cappucino Rp 11.000. Sementara segelas kopi musang (luwak) Rp 25 ribu saja per cangkirnya.
Dua kabupaten di Aceh Tengah ini, yakni Redlong dan Takengon, lebih dari 80 persen penduduknya menggantungkan hidup dari bertani kopi. Mereka hidup di tengah kebun kopi. Karena daerah ini sangat dingin, hampir semua rumah petani tersedia dapur perapian.
Tanah menghampar ditanami kopi dan sayuran. Dari hasil kopi Arabika Gayo inilah, penduduk pegunungan di Aceh bisa menyekolahkan anaknya hingga Perguruan Tinggi, naik haji, membeli mobil bahkan membuat rumah.
Jadi jika Anda ke Aceh, tidak lengkap sebelum datang ke Gayo. Jangan lupa menikmati aroma dan rasa kopi Gayo yang selama ini hanya dinikmati orang Amerika, Eropa serta Jepang.

No comments: