Search This Blog

Friday, June 7, 2013

Kongres Nasional GMNI Amburadul - Ricuh, Peserta Terpaksa Bayar Makan Sendiri dan Menginap di Rumah Warga



Kongres Nasional GMNI Amburadul - Ricuh, Peserta Terpaksa Bayar Makan Sendiri dan Menginap di Rumah Warga

BLITAR– Pertama kali dalam sejarah Kongres Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ke XVIII dijaga ketat aparat kepolisian. Pasalnya, kongres yang berlangsung di kompleks Istana Gebang Kota Blitar itu ricuh dan diwarnai bentrok fisik.

Selain terjadi bentrok fisik antara peserta dan sejumlah orang yang diduga preman, hampir seluruh pendamping delegasi yang berasal dari berbagai daerah dan kepulauan dibiarkan terlantar. Oleh panitia kongres, para aktivis berideologi nasionalisme itu hanya ditempatkan di aula besar GOR Soeprijadi Kota Blitar.

Untuk kebutuhan seharihari sejak kongres dibuka 1 Juni, para pendamping harus merogoh isi kocek sendiri. Sementara 109 peserta kongres hanya dititip-titipkan di rumah warga. ”Baru kali ini kongres nasional menempatkan peserta di rumah penduduk. Sebelumnya kongres digelar di hotel atau minimal menyewa gedung asrama Haji. Ini kongres terburuk dalam sejarah kongres nasional GMNI.

Akibatnya, pelaksanaan kongres berjalan molor,” tutur salah seorang alumni GMNI dari Surabaya yang enggan disebutkan namanya. Catatan buruk lainnya adalah pelibatan sekelompok orang yang diduga preman oleh panitia lokal. Keberadaan orang ilegal yang juga memegang tanda panitia ini yang kemudian memicu terjadinya chaos pada proses pemilihan Rabu (5/6). Kongres untuk memilih Ketua Presidum GMNI 2013– 2015 diwarnai perang batu, termasuk perusakan fasilitas di lokasi.

Dalam kisruh tersebut, Ketua GMNI Jawa Timur Rangga Bisma Aditya dianiaya. Bahkan beberapa petugas kepolisian yang mencoba mengendalikan situasi yang panas juga sempat terkena lemparan. ”Baru kali ini kongres dijaga aparat kepolisian. Mereka leluasa keluar masuk ke lokasi dengan berpakaian dinas lengkap. Seharusnya tidak ada aparat masuk wilayah otoritas mahasiswa seperti ini,” tuturnya.

Secara finansial, penyelenggaraankongresnasionalinitidak berdiri sendiri. Ada suntikan dana dari sejumlah pejabat kepala daerah yang nilainya tidak kecil. ”Ada bantuan dari gubernur, walikota, dan Bupati Blitar. Totalnya Rp500-an juta. Kalau kondisinya seperti ini, panitia secara finansial bisa dikatakan untung banyak,” tudingnya. Dikonfirmasi terpisah Ketua DPC GMNI Blitar Jimmy Yanuar menjelaskan, kongres Nasional GMNI ini berbasis kerakyatan.

Karena itu, pelaksanaannya sengaja melibatkan masyarakat sekitar. ”Dan orangorang yang dijadikan bagian panitia itu bukan preman, melainkan warga sekitar Istana Gebang,” dalihnya. Jimmy tidak menyangkal proses pemilihan yang memunculkan dua nama kandidat itu kisruh. Karenanya, untuk menanggapi protes tudingan adanya preman, pihaknya menyatakan telah menarik semua warga dari kepanitiaan.

”Semua telah kita tarik. Panitia pengamanan saat ini dipegang mahasiswa,” tuturnya. Sementara Kapolres Blitar AKBP Indarto yang turun langsung ke lokasi memberikan batas waktu pada 6 Juni 2013 kongres harus selesai. Sebab hal itu sesuai masa izin yang diajukan pihak GMNI. ”Selesai gak selesai hari ini harus selesai.

Tadi sudah ada kesepakatan dengan panitia bahwa mereka menyanggupi,” ujarnya. Sesuai jadwal, 6 Juni adalah sidang pleno pemilihan ketua umum. Ada dua kandidat yang memperebutkan posisi ketua umum, yang salah satunya ketua lama. Menurut Indarto, pihaknya akan terus menyiagakan pasukan di lokasi kongres GMNI hingga acara benar-benar selesai. ”Ini sebagai antisipasi. Kita tidak ingin terjadi kericuhan lagi,” ujarnya. Seperti diketahui proses pemilihan ketua berlangsung tertutup. solichan arif

No comments: