***
Bismillahirrahmanirrahim. Bicara tentang Pengelolaan Keuangan Daerah memang sungguh menarik. Kasus
tidak tercapainya target PAD ini tidak saja terjadi di Kabupaten Bener
Meriah tapi juga di beberapa kabupaten di Indonesia. Alasannya cukup
beragam, tapi dari semua alasan yang disebutkan, satu yang tidak pernah
absen yakni kesalahan penetapan Target Pajak/Retribusi.
Kita ketahui bersama bahwa dampak dari tidak
tercapainya target PAD pada tahun berjalan akan menghambat pembangunan
di Bener Meriah pada periode yang akan datang. Walaupun biasanya
pemerintah pusat akan menutupi kekurangannya dengan Dana Perimbangan,
serta tambahan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun yang lalu
(SILPA), itupun jika ada dan mencukupi, namun apabila tidak maka program
yang telah direncanakan akan ditinjau kembali, bahkan tidak jarang
dibatalkan pelaksanaanya demi memotong pengeluaran pemerintah pada tahun
berikutnya.
Sedikit penjelasan mengenai PAD , berdasarkan sumbernya, PAD (Pendapatan asli daerah) berasal dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta
lain-lain PAD yang sah. Khusus mengenai Pajak Daerah, seperti disinggung dalam berita sebelumnya (lihat link di atas),
disebutkan bahwa Pemda Bener Meriah mengalami kesalahan dalam penetapan
Target Penerimaan, tentu harus segera dicarikan solusinya. Mungkin
benar yang dikatakan oleh beberapa pihak (di dalam milis arigayo),
seperti kemungkinan terjadi kecurangan, baik kecurangan yang dilakukan
antara Petugas Pajak maupun Wajib Pajak atau kecurangan yang dilakukan
oleh keduanya, caranya bisa dalam bentuk penyampaian laporan keuangan
ganda, laporan yang baik untuk internal/bank sedangkan yang kondisinya
buruk (atau sengaja dibuat buruk setelah diakali) untuk digunakan
sebagai dasar penetapan Pajak, misalnya PPh.
Hal ini kerap terjadi di dalam perusahaan yang suka
berbuat curang, tujuannya agar pengenaan pajak terhadap objek pajak
yang dibayar oleh wajib pajak menjadi ringan. Atau kasus lain yang
sering terjadi dalam masyarakat awam adalah kecurangan pada saat
pengisian formulir SPPT PBB, data yang disampaikan dalam isian formulir
tersebut tidak sesuai dengan kondisi objek miliknya, atau juga seperti
pencatatan Transaksi dalam akte Jual beli oleh Notaris, dimana Nilai
Transaksi yang dimasukkan didalam akte lebih rendah daripada transkasi
sebenarnya, ini juga dimaksudnkan agar PPN yang dikenakan untuk
transaksi menjadi lebih kecil, dan masih banyak contoh-contoh kasus
lainnya.
Tapi khusus untuk kasus Pemda Bener Meriah ini,
saya melihatnya dari sudut pandang lain. Saya melihat masih banyak
sumberdaya yang sebenarnya dapat dikelola dengan baik, sehingga dari
sana diharapkan memperoleh pemasukan pajak yang besar. Misalnya di
Bidang pertanian dan/ pertambangan. Diantara dua bidang ini, harapan
saya Pemda lebih konsentrasi untuk mengelola atau melakukan treatment
khusus terhadap pendapatan daerah yang berasal dari Pertanian.
Alasannya karena bidang pertanian memiliki potensi yang tidak kalah
besar sebagai sumber PAD baik berupa pajak atau retribusi hasil
pertanian dan lebih ramah lingkungan, daripada bidang Tambang yang
kurang berpihak kepada masyarakat setempat, dan juga karena Pertanian
adalah “habitatnya” masyarakat Gayo.
Sumber pendapatan lain yang dapat dimaksimalkan
seperti PBB misalnya, hal yang bisa dilakukan untuk peningkatan dari PBB
adalah motivasi kepada dua pihak yaitu Wajib Pajak dan Pemungut Pajak
berupa punishment dan reward. Bentuknya bisa
seperti kompensasi berupa pengembalian uang dalam persentase/besaran
tertentu bagi Wajib Pajak yang telah membayar pajak sebelum jatuh tempo,
sedangkan bagi Pemungutn Pajak yang mencapai target atau yang melebihi
target yang telah ditetapkan agar diberikan bonus (semacam Fee
resmi), ini akan membuat keduanya semangat untuk membayar dan memungut
Pajak, contoh Pemda yang telah melakukannya adalah Pemda Sleman. Pemda
ini memiliki SDA yang relatif sedikit, namun mampu menghasilkan PAD yang
cukup baik.
Kemudian mengenai Pembagian Penerimaan Negara. Pembagian
penerimaan pajak ini masing-masing besarnya berbeda tergantung jenis
pajaknya (PBB, BPHTB, PPh dan yang berasal dari pungutan SDA).
Seperti PBB misalnya, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang diperoleh
nantinya akan dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat,
sedangkan daerah (Propinsi & Kabupaten/ Kota) mendapat bagian yang
lebih besar yaitu 90%. Kemudian dari 90% yang diterima pemerintah
daerah, dibagi lagi untuk Propinsi yang bersangkutan 16,2%,
Kabupaten/Kota yang bersangkutan 64,8 % dan sisanya untuk biaya
pemungutan.
Sedangkan untuk ekstensifkasi sumber-sumber pajak
yang lain, kaitannya untuk menutup atau meningkatkan PAD bisa dilakukan
jika daerah Bener Meriah cukup kondusif sebagai tempat berinvestasi.
Untuk mengetahui investasi apa saja yang potensial di daerah ini, ada
hal yang bisa dilakukan. Hal yang harus dilakukan pertama kali oleh
Pemda Bener Meriah adalah dengan mengetahui aset apa saja yang dimiliki,
karena sebagian sebagian besar yang terjadi pada pemda-pemda di
Indonesia, baik Pemerintah baik Pusat dan Daerah tidak mengetahui secara
keseluruhan aset-aset yang dimilikinya. Maka sebaiknya sesegera mungkin
Pemda mulai dengan menginventarisasi dan mengelompokkan seluruh
aset-aset yang ada, dan kemudian dilanjutkan dengan Penilaian dan
Pengelolaan Aset dengan menerapkan manajemen aset yang terpadu dan
berkesinambungan.
Pengelolaan/ manajemen asset daerah ini memiliki
banyak manfaat, diantaranya dapat memetakan dengan jelas sumber-sumber
PAD, mencegah Korupsi, mencegah Pemborosan Anggaran dan merupakan usaha
Tata kelola Barang Milik Negara (BMN) menjadi lebih baik.
Contohnya seperti yang pernah dilakukan oleh Pemkab
Kutai Kertanegara (Kuker) pada tahun 2007 , Pemda tersebut melaksanakan
tender terbuka dalam beberapa paket Pekerjaan dengan satu judul proyek,
yaitu Studi Optimalisasi Aset Daerah. Didalamnya terdapat pekerjaan
Penilaian Aset (Tetap) milik Pemda (seperti Tanah, Jalan, Jembatan,
Bangunan, Mesin & Peralatan, dll). Aset-aset yang dinilai ini
merupakan data awal hasil dari inventarisasi yang dilakukan oleh
masing-masing SKPD instansi di Pemda. Dan dibarengi dengan Pekerjaan
Studi Optimalisasi Aset yang bertujuan untuk menentukan strategi dan
program dalam mengoptimalkan Aset yang ada, sehingga aset-aset pemda
tersebut memberikan benefit yang lebih besar sekaligus meminimalisir
pengeluaran untuk pemeliharaan dan pengadaan aset selanjutnya.
Dari hasil pekerjaan pertama, yaitu Penilaian, akan
diketahui Nilai Wajar dari masing-masing aset, baik asset operasional
dan non operasional (asset berlebih), kemudian juga terungkap mengenai
kelengkapan legalitas, kondisi Aset, hingga status yang menempati (yang
menggunakan) dari masing-masing asset tersebut. Mungkin orang awam
berpikir bahwa Pemda tahu benar siapa-siapa pengguna asset Negara/Pemda,
padahal kenyataannya tidak demikian. Banyak asset yang telah berpindah
tangan/berubah kepemilikan karena tidak adanya pengelolaan asset yang
benar dan bahkan banyak aset yang memiliki legalitas kepemilikan ganda
atau berstatus quo. Tentu ini merupakan suatu masalah besar yang harus
dibenahi.
Selanjutnya hasil dari penilaian ini yang nanti
akan digunakan sebagai angka-angka acuan pada neraca awal untuk setiap
nilai aktiva (tetap atau lancar berupa persediaan) dalam laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD). Menurut catatan saya, sebagian besar
Nilai Aset yang ada pada laporan Neraca keuangan daerah di Indonesia,
bisa dikatakan semu. Semu artinya tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi dilapangan atau pada kondisi aset sebenarnya. Banyak Aset yang
rusak bahkan sudah hilang namun masih tercatat dengan keterangan “Baik”
di dalam Laporan Keuangan, atau sebaliknya Aset yang masih baik, tapi
karena diterapkannya Depresiasi maka tercatat di Laporan Keuangan Pemda
menjadi sangat kecil.
Karena kecilnya angka (bisa hanya Rp. 1,-) yang
tercatat oleh pengelola keuangan daerah dikwatirkan terhapus dari
pencatatan sebagai Aset Daerah. Padahal penghapusan Aset Daerah harus
melalui persetujuan Menteri Keuangan/ atau DPRD (tergantung Nilai Aset).
Hal yang pasti adalah akuntabilitas dan penguasaan aset-aset ini sangat
riskan jika tidak benar-benar diawasi dengan baik. Inilah penyebab
utama mengapa BPK sampai saat ini memberikan pernyataan disclaimer (tidak
memberikan opini) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
akibat dari pengelolaan Barang Milik Negara yang belum dilakukan dengan
baik. Bahkan di Indonesia tercatat hanya 1 % saja Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) yang berstatus wajar tanpa pengecualian.
Fungsi nilai-nilai dari laporan Penilaian ini juga
nantinya dapat menjadi dasar pertimbangan Pemerintah Daerah dalam
menerbitkan Obligasi Daerah (seperti yang akan dilakukan Propinsi
Jakarta pada tahun 2009 mendatang). Obligasi daerah dapat dimanfaatkan
untuk mendapatkan dana dari masyarakat yang dapat digunakan untuk biaya investasi
di bidang prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan. Dan masih
banyak Benefit lain jika pemda telah memiliki Laporan Penilaian dari
Penilai Independent.
Disaat yang sama, ketika Pekerjaan
Penilaian Aset Daerah dilaksanakan, Paket pekerjaan Study Optimalisasi
Aset juga dilakukan. Untuk pekerjaan ini, Pemda Kukar meminta (didalam
tender) agar dilakukan oleh 33 Orang Tenaga Ahli pada masing-masing
bidang, dengan mensyaratkan pengalaman profesional sedikitnya 15 tahun. Ketika
itu saya ingat, tenaga ahli tersebut sebagian adalah profesional dan
akademisi dari ITB dan IPB. Mereka juga dibantu oleh masing-masing
asisten ahli untuk menganalisa potensi Sumber Daya daerah Pemkab Kukar.
Mulai dari Pertanian & Perikanan, Pertambangan, Geologi, Industri,
Perencanaan Wilayah dan Lingkungan serta beberapa orang dari disipilin
ilmu terutama Tenaga Ahli di Bidang Penilaian (Spesialis Asset Valuation), yang saat ini merupakan Profesi tersendiri, dibawah naungan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Departemen Keuangan. Penilai dan Akuntan adalah dua profesi yang berbeda. Penilai
memiliki organisasi resmi yaitu untuk Profesi adalah MAPPI kependekan
dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia dan GAPPI atau Gabungan
Perusahaan Penilai Indonesia yang menjadi naungan Perusahaan/ Asosiasi
Penilai di Indonesia.
Dari hasil pekerjaan yang mereka
lakukan, mulai dari Survey, uji laboratorium hingga mengolah data,
hasilnya kemudian dibuat dalam laporan Studi Optimalisasi Aset Pemkab Kukar, isinya diantaranya rekomendasi
dan analisis Potensi Daerah yang dapat dikembangkan menjadi
sumber-sumbaer PAD. Laporan Penilaian Aset & Laporan Study
Optimalisasi Aset Daerah ini kemudian memberi gambaran secara jelas,
bagaimana kondisi ril Aset dan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki
Pemkab Kukar, kemudian investasi apa saja yang dapat dikembangkan dan
memiliki potensi besar sebagai sumber-sumber PAD. Laporan-laporan
seperti ini yang kemudian diseminarkan pada acara-acara seperti Invesment Expo baik di dalam maupun di luar negeri, tujuannya untuk menggaet Investor Lokal dan Asing agar mau menanamkan modalnya di Daerah. Hasil studi yang pernah dilakukan pemda Kukar, bisa anda lihat di link http://www.kutaikartanegarakab.go.id/ (lebih jauh, lihat link Peluang Investasi kemudian web link Asset Manajemen.)
Selama ini yang sering menjadi
kendala umum dan selalu dikeluhkan oleh para investor dalam merencanakan
Investasi disuatu daerah termasuk Tanah Gayo adalah kurangnya informasi
Potensi Sumber Daya Alam yang jelas dan rinci yang dikeluarkan oleh
Pemda, Buruknya Infrastruktur, Perijinan yang rumit karena tumpang
tindihnya peraturan dan kewenangan, banyaknya pungli serta kondisi
keamanan setempat. Maka dengan dilakukannya Proyek Study
Optimalisasi aset ini satu persatu kendala diatas dapat diatasi, tinggal
bagaimana terwujudnya birokrasi yang baik untuk perijinan serta
keamanan yang terjamin sehingga mendukung setiap penyelenggaraan
kegiatan investasi.
Setelah Proyek Optimalisasi Aset Daerah yang
didalamnya mencakup Penilaian Aset Daerah dan Study Optimalisasi Aset
Daerah dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah Pengawasan dan
Pengendalian dari setiap Kegiatan Manajemen Aset yang sedang dilakukan,
dan terakhir dilakukan Evaluasi dari semua hasil-hasil kegiatan yang
dicapai sebelumnya untuk menentukan kebijakan yang akan datang. Pada
prinsipnya Proyek Study Optimalisasi Aset Daerah ini dilakukan hanya
sekali dalam periode tertentu, karena sifatnya lebih kepada membuat
Master Plan dan memerikan rekomendasi teknis. Sehingga pengawan dan
pengendalian sangat diperlukan untuk mengawal jalannya program-program
tersebut. Sedangkan Penilaian Aset Daerah, merupakan kegiatan Berkala,
dalam rancangan Undang-undang Penilaian yang masih digodok legislatif,
Penilaian Aset dilakukan sedikitnya 3 tahun sekali.
Penilaian ini juga merupakan salah satu bentuk yang
dapat menggambarkan kinerja Pemerintah baik di pusat maupun daerah
melalui perkembangan nilai Aktiva pada Neraca Keuangan Pemerintah, yang
masuk kedalam Laporan Keuangan (audit Laporan Keuangan Daerah dilakukan
oleh Akuntan negara seperti BPK, sedangkan Penilaian/menetukan nilai
Aktiva, dilakukan oleh Penilai Independent). Sejauhmana Pemerintah yang
sedang berkuasa menjalankan kewajiban dan fungsinya dengan baik dapat
diukur dengan jelas dalam laporan keuangan (LK) pemda dan laporan
kinerja instansi pemerintah (LAKIP)
Penilaian Aset Daerah inilah nantinya akan mempermudah manajemen Aset (Asset Management).
Contoh yang paling sederhana dan sering kita lihat atau dengar adalah
dalam hal pemanfaatan/penggunaan aset-aset pemda. Ketika ada event/
acara rapat/seminar yang diadakan penyelenggara pemerintahan baik
legislatif (DPRD) maupun eksekutif, mereka seringkali menyewa Ruang
Rapat/Ball Room di Hotel yang biayanya relatif mahal.
Sementara fasilitas ruang Rapat atau Aula (Gedung Serba Guna/GSG) yang
sudah ada di Kantor milik Pemda tidak dimanfaatkan dengan semestinya,
bahkan terkesan mubazir karena jarang difungsikan. Alasannya
pun cukup beragam, bisa karena tidak nyaman, terlalu sempit dan
lain-lain. Padahal, akan jauh lebih baik jika aset milik pemda sendiri
yang digunakan. Kekurangan-kekurangan yang ada pada Aula/Ruang
Rapat/GSG, agar dibenahi menjadi lebih baik sehingga nyaman untuk
digunakan dan pengeluaran pemerintah dapat diminimalisir, bahkan Aset
ini dapat pula disewakan kepada Pihak lain yang membutuhkan (tentunya
jika sedang tidak dipakai oleh pemda), maka ini akan memberikan tambahan
PAD bagi daerah.
Coba anda bayangkan jika ini juga
terjadi pada setiap instansi/kantor/badan yang ada di pemerintah daerah
atau bahkan pemerintah Pusat, berapa banyak pemborosan dana yang
dikeluarkan dan berapa besar uang rakyat yang dihambur-hamburkan untuk
pengeluaran yang sebenarnya dapat dihemat. Bukankah lebih baik
Anggarannya dialihkan untuk Penyediaan Fasilitas Pendidikan, Penyediaan
Sarana Kesehatan dan lain-lain yang lebih perlu. Inilah salah satu
fungsi Asset Manajemen mengapa saat ini sangat dibutuhkan, baik di
tatanan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Mungkin banyak kasus lainnya yang ingin saya
sampaikan, namun saya kira ini juga sedikit bisa mewakili dan
menggambarkan bagaimana Manajeman Aset sebagai solusi mengatasi problem
PAD serta menjadikannya sebagai pendorong terwujudnya Good Governance.
Dan semoga Pemda Bener Meriah mau menerapkan Manajemen Aset dengan
baik, manfaatnya Pemda Bener Meriah bisa lebih teliti dalam penetapkan
Target PAD dari sumber-sumber yang benar-benar prospek, bukan asal
terlihat besar, namun tidak mampu dicapai. Walaupun sebenarnya banyak
Pemerintah Daerah di Indonesia menetapkan Target Penerimaan rata-rata
40% dibawah Potensi masing-masing sumber yang mungkin dapat dicapai, hal
disebabkan agar mencari posisi aman dalam pencapaian target-target
penerimaan tersebut, namun saya rasa tidak perlu ditiru oleh pemda-pemda
di Tanah Gayo. Sebaiknya yang dilakukan adalah benar-benar menghitung
Potensi/Proyeksi penerimaan dengan cermat menggunakan asumsi-asumsi yang
wajar, walaupun nantinya bisa terjadi kegagalan karena situasi dan
kondisi yang terjadi saat itu, baik itu karena bencana alam, masalah
kemanan atau kondisi ekonomi global yang kacau seperti saat ini, namun
jalan dan langkah yang dilakukan telah benar.
Kemudian mengenai tunggakan Pajak
yang dilakukan PT. Alas Helau yang disebutkan turut menyumbang’minus’nya
PAD (seperti yang tertulis dalam berita diatas – klik link), harapan
kita semua semoga dapat diselesaikan dengan baik, dengan cara negosiasi
yang wajar dan transparan. Kondisi terakhir PT. Alas Helau ini tidak
mampu membayar pajak, karena terhentinya produksi akibat pelarangan
Penebangan Pohon di dalam wilayah hutan Aceh, pelarangan tersebut
ditegaskan dalam memoratorium penebangan hutan oleh Gubernur NAD. Saya
kira, untuk mengoptimalkan kinerja terhadap pemenuhan target PAD, pemda
Bener Meriah lebih baik konsentrasi pada penggalian potensi yang ada
yang diikuti dengan Asset Management yang baik. Sebab, jika menunggu Pihak PT. Alas Helau membayar
cicilan rasanya cukup sulit, kecuali adanya keputusan Pailit dari
pengadilan dan kemudian seluruh Asetyang ada dijual untuk membayar
tunggakan Pajak (itu juga kalau masih ada yang bisa dijual, dan
Pengadilan tidak menghapus tunggakan pajaknya)
Sedikit menyinggung mengenai
Inflasi di Tanah Gayo, saya pribadi mengharapkan pemerintah daerah dapat
menertibkan agen-agen pengecer BBM yang sudah sangat banyak di Tanah
Gayo, bahkan lokasi mereka hanya beberapa meter dari lokasi SPBU. Kenyataannya
BBM di SPBU habis seketika bukan karena dijual langsung kepada Konsumen
langsung, tapi tidak sedikit dijual kepada Agen-agen BBM dahulu. Ketika
BBM tersebut dijual kembali oleh agen-agen pengecer, selisih harga
resmi di SPBU jika dibandingkan dengan Agen pengecer BBM ini lebih
tinggi 20% bahkan lebih. Inilah salah satu penyumbang inflasi yang
tinggi di Tanah Gayo.
Terlalu panjang jalur distribusi mengakibatkan
biaya lebih tinggi, sehingga ini juga yang menjadi alasan pengelola
Transportasi turut menaikkan tarif/sewa Angkutan dan akhirnya berakibat
naiknya harga bahan-bahan pokok yang dijual di daerah dingin ini.
Sehingga juga turut berimbas pada harga jual hasil pertanian dari tanah
Gayo di luar daerah, yang cenderung relatif lebih mahal dari
daerah-daerah lain yang memiliki kondisi geografis dan jenis hasil
pertanian yang hampir sama dengan Tanah Gayo, misalnya Tanah Karo di
Sumut. Biaya Produksi yang lebih tinggi ini pada akhirnya meyebabkan
produk pertanian yang dihasilkan dari Petani Tanah Gayo harganya tidak
mampu bersaing (secara harga) dengan produk dari daerah lain walaupun
kualiatasnya jauh lebih baik, sehingga penjualan atas transkasi hasil
pertanian dan lain-lain menjadi sedikit dan tentu saja, sumber retribusi
dari pertanian sebagai salah satu jenis PAD yang diterima oleh
pemerintah juga menjadi sedikit atau rendah. Ini mungkin tambahan sebab
musabab minim atau minusnya PAD Kabupaten Bener Meriah, dan mungkin
masih banyak sebab-sebab lain, hingga PAD Bener Meriah, minus 30 %.
Saat ini adalah saat-saat menjelang Pemilu, Saya
berharap calon-calon legislatif yang akan bertarung untuk memperebutkan
kursi di DPRD tahun 2009 yang akan datang, dapat lebih berpihak kepada
Masyarakat dengan Visi Misi dan program-program yang jelas, semoga salah
satu di dalam program tersebut adalah mendukung dan proaktif mewujudkan
kegiatan berkaitan dengan pengelolaan Asset Management yang
mungkin selama ini terlupakan atau karena keterbatasan/kealpaan
pemerintah daerah (eksekutif) . Sebab ini merupakan salah satu jalan
untuk meretas kemakmuran di Tanah Gayo tercinta. Demikian, Wassalam [Uwein].