Tragedi Jambo Keupok, 10 Tahun tanpa Keadilan
Banda Aceh – Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak
Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan pro justisia terhadap
peristiwa tragedi Jambo Keupok, Aceh Selatan dan mendorong Pemerintah
Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Tragedi Jambo Keupok pada 17 Mei 2003
adalah sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Desa Jambo
Keupok, Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan. Sebanyak 16 orang
penduduk sipil tak berdosa mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan
di luar proses hukum (extrajudicial killing) dan pembakaran serta
5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh anggota TNI Para Komando
(PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI).
Peristiwa ini diawali setelah sebelumnya
ada informasi dari seorang informan (cuak) kepada anggota TNI bahwa
pada tahun 2001-2002, Desa Jambo Keupok termasuk salah satu daerah basis
Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Informasi tersebut kemudian
ditindaklanjuti oleh aparat keamanan dengan melakukan razia dan menyisir
kampung-kampung yang berada di Kecamatan Bakongan. Dalam operasinya,
aparat keamanan sering melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk
sipil; seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan
dan perampasan harta benda.
Puncaknya adalah ketika pada 17 Mei
2003, sekitar pukul 7 pagi, sebanyak 3 (tiga) truk reo berisikan ratusan
pasukan berseragam militer dengan memakai topi baja, sepatu lars,
membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin
mendatangi desa Jambo Keupok dan memaksa seluruh pemilik rumah untuk
keluar. Lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak semua disuruh keluar
dan dikumpukan di depan rumah seorang warga.
Para pelaku yang diduga merupakan
anggota TNI Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI)
menginterogasi warga satu persatu untuk menanyakan keberadaan
orang-orang GAM yang mereka cari. Ketika warga menjawab tidak tahu,
pelaku langsung memukul dan menendang warga.
Peristiwa tersebut mengakibatkan 4 warga
sipil mati dengan cara disiksa dan ditembak, 12 warga sipil mati dengan
cara disiksa, ditembak, dan dibakar hidup-hidup, 3 rumah warga dibakar,
1 orang perempuan terluka dan pingsan terkena serpihan senjata, 4 orang
perempuan ditendang dan dipopor dengan senjata. Peristiwa ini juga
membuat warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah Mesjid karena
takut anggota TNI akan kembali datang ke desa Jambo Keupok.
10 tahun sudah, warga Jambo Kepuok tidak
memperoleh keadilan dari negara. Bahkan mereka hingga saat ini masih
mengalami trauma. Banyak anak-anak korban yang tidak mampu melanjutkan
pendidikan karena tidak memiliki biaya (berhenti pada SD, SLTP dan
SLTA). Sementara, proses hukum terhadap para pelaku belum juga
dilakukan.
Untuk itu, Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak kepada komnas HAM agar
segera melakukan penyelidikan terhadap peristiwa ini termasuk memeriksa
para pelaku yang terlibat secara akuntabel dan transparan. Kami juga
mendorong Pemerintah Aceh dan DPRA segera membahas dan membentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang merupakan amanat dari MoU Helsinki
tahun 2005.
Demikian siaran pers yang diterima AtjehLINK, Jumat (17/5/2013) dari Haris Azhar, Koordinator Badan Pekerja KontraS. (sp)