Gayo
Dongeng Pembangunan Negeri di Awan
Backpacking ke Tanoh Gayo
Berawal dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan seorang teman
dari Jakarta, tentang niatnya yang akan melakukan trip ke Sumatera
melalui jalan darat, bergaya Backpacker dengan cara ‘ngeteng’. Dimulai
dari Aceh hingga Lampung dan kembali lagi ke Jakarta melalui Pelabuhan
Bakau Heni-Lampung. Saya kira tak ada salahnya, jika saya me-repost
kembali tulisan saya sendiri atas jawaban dari pertanyaan beliau
tersebut disini, siapa tau, salah satu dari anda juga ingin melancong ke
tempat-tempat yang pernah saya kunjungi tersebut.
Baiklah, daripada kepanjangan “cingcong” eloklah kita mulai perjalanan ini. Oh ya, sebelumnya, agar perjalanan yang akan kita lalui ini berjalan lancar dan sampai tujuan serta kembali lagi kerumah dengan selamat, mari kita membaca Basmalah dan berdo’a menurut agama masing-masing. Berdo’a dimulai !! menundukkan kepala , mengangkat kedua belah telapak tangan, seraya berdo’a…-suasana hening 2 menit-…# Berdo’a selesai !!.
Ok, kita mulai dari Banda Aceh yah..
ACEH
Dulu, sebelum Tsunami menerjang Banda Aceh, tempat wisata seperti Lhok Nga dan Mata Ie, merupakan tempat Favorit para penduduk lokal. Lhok Nga merupakan Pantai yang letaknya tidak jauh dari Pabrik Semen Andalas, ketika Tsunami menghantam wilayah ini, Pesona Pantai tersebut menjadi hilang seketika. Kini yang ada hanyalah hamparan pasir yang luas, dimana teronggok 2 Unit Kapal di tengah ruas Jalan Banda Aceh – Calang.
Di Kota Banda Aceh, yang sangat terkenal adalah Mesjid Raya Baiturrahman. Mesjid tua ini cukup kokoh berdiri walaupun di terjang Tsunami waktu itu. Mesjid yang berdampingan dengan Pasar Atjeh ini hanya mengalami sedikit kerusakan pada menara yang berdiri beberapa Puluh meter dari Bangunan Utama Mesjid. Saya yakin banyak yang telah mengenal Banda Aceh, terutama Pasca Tsunami.
TANOH GAYO
Mm..baiklah, karena udah pada tau dan cukup mengenal Banda Aceh, bagaimana kalo kita lanjutkan perjalanan ke Tengah Aceh yaitu Aceh Tengah dan Bener Meriah, tenarnya sih wilayah itu dinamakan Tanah Gayo atau Dataran Tinggi Gayo. Dari Banda Aceh jaraknya hanya 6 hingga 7 Jam yang ditempuh melalui Jalan Darat Lintas Sumatera. Kita bisa menggunakan Bus/Bis yang melayani trayek Banda Aceh-Tanah Gayo, seperti: Parisada Motor Tholhah Hasan (atau disingkat PMTOH), Kurnia – Pusaka – Anugerah ( 3 nama Bus dalam grup yang sama yaitu grup Kurnia), dan Pelangi. Dengan armada yang memiliki kapasitas Penumpang antara 21 hingga 50 orang, konfigurasi seat 2-1 atau 2-2, anda hanya diminta merogoh kocek ± 100 ribu rupiah sekali jalan. Pilihan lain, anda juga bisa menyambung beberapa kali dengan menumpang Bus ¾ seperti BE (Bireun Express), Cenderawasih dll, atau ingin di antar langsung ke tempat, anda bisa menumpang kendaraan jenis L-300.
Selama perjalanan nanti bus biasanya akan berhenti 1 kali untuk makan dan ganti supir, sambil istirahat sekitar 15 menit di Rumah Makan tersebut. Umumnya makanan yang disajikan di Rumah Makan rekanan Perusahaan Armada Bus itu adalah Sate Matang (Matang: Nama Daerah) atau Masakan Khas Aceh lainnya.
Nah istimewanya jika anda naik kendaraan jenis L-300 ini, anda bisa minta supir untuk berhenti sejenak di tempat penjualan oleh-oleh. Diantara oleh-oleh yang tak pernah absen di warung atau toko-toko jalan menuju Tanah Gayo, yang ditawarkan seperti Pisang Sale dan segala macam Kripik dari jenis umbi-umbian yang memiliki banyak pilihan rasa.
Ups, sebelum lupa dan sekedar mengingatkan, kalau Bus/Bis yang ditumpangi dari Banda Aceh ke Takengon, beroperasinya pada waktu Pagi dan Siang hari. Sedangkan yang dari Medan ke Takengon atau Pondok Baru (nama desa yang menjadi tujuan akhir di Bener Meriah) sebagian besar beroperasi pada sore hari, ba’da ashar atau malam hari selepas magrib. Kecuali yang travel (sebutan untuk Kendaraan jenis L 300). Kendaraan tersebut sudah mulai jalan pada waktu Pagi hari. (ongkosnya travel pun, lebih mahal 30-50 ribu dari Bus/Bis yang memiliki seat 2-2 (Patas AC). Saat ini ongkos Bus rata-rata 90 ribu rupiah /orang )
Kembali keperjalanan semula. Suasana perjalanan akan mulai terasa seru ketika memasuki daerah Jeumpa, Bireun. (Apalagi waktu Konflik dulu, wuih..seru abis..bro!, anda harus siap-siap untuk aktifkan nyawa cadangan ).
Namun, seiring keamanan yang telah jauh lebih baik seperti saat ini, perasaan tersebut tidak perlu lagi ada. Tapi yang perlu adalah menyiapkan obat anti mabuk. Sebab mulai dari Bireun hingga Takengon yang jaraknya ± 100 kilometer (kira-kira 2 jam perjalanan) itu, perut anda akan di kocok habis-habisan. Anda akan mengalami serangan belokan, turunan-tanjakkan maut yang bertubi-tubi. Beberapa tikungan yang disertai turunan terjal yang akan dilewati sepeti di Jeumpa, Cut Panglima, Ronga-ronga, Enang-enang, dll.
Jalan sempit yang dilalui banyak Bus dan Truck berbadan lebar itu menuntut konsentrasi, kehati-hatian dan kemahiran para supir dalam mengemudi. Karena pernah, bahkan tidak sedikit Pengemudi Bus yang ceroboh masuk ke dalam jurang yang dalamnya hingga ratusan meter (Aha..itu makanya disarankan kita semua selalu berdo’a sebelum memulai perjalanan, harapannya agar sampai ditujuan dengan selamat)
Tapi tenang, semua pengorbanan dan perjuangan yang anda lakukan akan terbayarkan, ketika kita mulai memasuki daerah hutan Pinus di dekat Wih Ni Kulus dan Blang Rakal, Anda seperti melintasi daratan Eropa. Dengan view jajaran pohon Pinus berbaris rapih, pegunungan Indah serta dibaluti udara yang sangat sejuk akan menjadi sajian gratis untuk anda. Udara sejuk akan lebih terasa segar dan alami jika anda naik mobil L-300, tentunya dengan membuka kaca samping kendaraan. Kenikmatan seperti itu tidak akan anda dapat jika menumpang Bus Besar, sebab udara sejuk yang anda nikmati berasal dari AC.
Oh iya.. agar nanti tidak nyasar dan salah turun, tujuan anda adalah Kota Takengon – Aceh Tengah. Karena disini yang terdapat beberapa Hotel atau Penginapan untuk anda bermalam. Walaupun sebenarnya di Simpang Tiga, Bener Meriah, ada Mess Pemda yang baru dibangun, tapi belum tau bisa di Sewa atau tidak.
Dari Takengon, kota indah yang berada di ketinggian 29 ribu kaki diatas permukaan laut ini, anda dapat merencanakan perjalanan ke beberapa kota disekitar Takengon pada keesokan harinya. Di sana banyak Objek yang indah untuk berfoto ria sebagai bukti bahwa anda telah menginjakkan kaki di Tanah Gayo , tentunya hal tersebut sangat sayang untuk anda lewatkan. Objek tersebut diantaranya seperti Pantan Terong. Di atas bukit itu anda bisa melihat dengan bebas kearah Danau Laut Tawar dan Kota Takengon yang sangat indah. Selain itu di sisi Danau Laut Tawar, ada Goa Putri Pukes, Goa Loyang Koro, yaitu goa-goa yang memiliki kisah masing-masing dan didalamnya terdapat benda-benda cagar budaya yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Masih di seputaran kota Takengon, anda bisa nonton Pacuan Kuda di Blang Bebangka atau juga di daerah Pantai Menye, kecamatan Bintang yang berada di ujung Danau Laut Tawar, disini hampir tiap sore hari, nampak anak-anak kecil latihan pacuan kuda.
Selanjutnya, jika kita ingin jalan sedikit lebih ke daerah Pedalaman, tepatnya di daerah Isaq anda dapat menyaksikan keunikan lain pada “Atu Belah” (Batu Belah:Bahasa Gayo), yaitu batu besar yang terbelah 2, belahannya cukup rata. Batu tersebut memiliki dimensi Tinggi 2,5 meter, Panjang 4 meter dan lebar 2 meter. Dibelakangnya terdapat kolam kecil yang semuanya memiliki mitos tersendiri dikalangan masyarakat Gayo. Batu Belah tersebut tidak hanya 1 tapi ada beberapa. Bahkan yang paling besar, berada di Pinggir Jurang yang terjal, dari atas batu itu kita dapat melihat pemandangan yang sangat Indah. Kisah mengenai Batu Belah ini dulu pernah diangkat dalam cerita Film “Si Unyil”, yang kemudian pernah juga tayang dalam Film lepas Cerita Rakyat di TVRI. Tidak terlalu jauh dari Batu Belah ini berada, terdapat makam Datu Beru, menurut Kekeberen (Cerita Sejarah yang dituturkan secara turun-menurun dalam masyarakat Gayo). Datu Beru adalah nenek moyangnya Suku Gayo yang sangat Bijak, dia adalah salah satu anak dari Tengku Kawe Teupat atau dikenal juga dengan sebutan Kik Betul, yaitu Raja Linge Pertama yang artefak dan Sumur bekas Kerajaan Linge terdapat di dekat makamnya tersebut.
Setelah anda puas hiking seharian dipegunungan, selanjutnya anda bisa menikmati perjalanan ke arah Ise-ise. Yang menarik disini adalah disepanjang sisi jalan terdapat sungai yang airnya mengalir deras dan jernih (mirip seperti ketika kita menelusuri jalan dari Kota Lubuk Sikaping menuju Bonjol di Sumatera Barat). Sungai tersebut mengalir dari Hutan Pinus sebelum Kampung Isaq sampai Kampung Tero, kira-kira menempuh 2 jam perjalanan santai. Jika kita trus berjalan sedikit lebih dalam hingga kampung Ise-Ise, anda akan menjumpai Peternakan Sapi di Ketapang. Yaitu Peternakan Sapi Bali yang dikelola Pemda Aceh Tengah.
Kalaupun waktu melancong yang anda punya cukup singkat, jangan khawatir, anda cukup mengelilingi dan mengarungi Danau Laut Tawar yang letaknya tak jauh dari pusat kota Takengon. Danau yang menjadi kebanggaan Orang Gayo ini terbentang dari Takengon hingga Bintang (nama desa). Panoramanya tak kalah eksotis dari tempat-tempat lain di Indonesia. Tentunya akan terasa mantap jika anda bisa mengunjungi semua tempat yang indah di Tanah Gayo. Anda pasti merasa betah dan tidak ingin pulang jika sudah sampai di Tanoh Gayo (Tanah Gayo dalam Bahasa Gayo).
Seperti kata SBY (Presiden RI saat ini), ketika masih menjabat Menkopolkam, Beliau pernah mengunjungi Takengon. Di hadapan saya dan ribuan Masyarakat Gayo lainnya di Lapangan Depan Kantor Bupati Aceh Tengah ketika itu, dia mengatakan “Kota Takengon sangat indah dan adat budaya masyarakatnya penuh pesona”. Sedangkan Hari Sabarno, Mendagri yang saat itu menemani kunjungan singkat SBY juga mengatakan “Keindahaan Kota Takengon seperti kota-kota dibelahan Eropa”.
Saya rasa itu bukanlah pujian yang berlebihan, karena memang keindahan Tanah Gayo Ibarat pepatah “Bagaikan Sekeping Tanah Surga yang Terlempar Ke Dunia”. Disana anda bisa menikmati Panorama alam yang sangat indah dan sejuknya udara pegunungan Gayo selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan 356 hari (rata-rata) dalam setahun. Siang hari anda akan dibaluti udara sejuk 18 derajat celcius, semakin malam udara akan terasa semakin dingin, apalagi pada musim hujan.
Jika anda punya kocek yang lebih jangan lupa beli oleh-oleh Khas Gayo yang dijual di Takengon, seperti Kopi Gayo (bubuk) yang juga banyak dijual di toko-toko baik dikota takengon atau di warung pinggir jalan kearah luar kota, Ikan Depik (ikan endemik Danau Laut Tawar, ikan ini dijual di pasar Ikan Takengon), Kerajinan Gayo seperti Kerawang (berbentuk Tas, Pakaian, dompet, Sarung, selendang, dll di Simpang Empat), Buah-buahan segar organic seperti Terong Belanda, Jeruk, Marquisa Manis, Alpokat serta buah-buahan dan sayuran lainnya di Pasar Inpres Takengon.
Juga jangan anda dilewatkan untuk mencicipi makanan khas Tanah Gayo yang Nikmat dan beragam, mulai dari Pengat, Masam Jeng dan menu-menu lainnya yang dapat anda nikmati di Rumah makan dan cafe-cafe yang mulai tumbuh subur di Takengon, Aceh Tengah atau di Wih Pesam, Bener Meriah
Belum Puas di Aceh Tengah (Tekengon dan sekitarnya), anda juga harus.. kudu.. mesti.. jelajahi alam Gayo di kabupaten tetangga, yaitu Bener Meriah. Daerahnya tidak terlalu jauh dari Takengon karena bebatasan langsung dengan Aceh Tengah. Jarak antar ibukota kabupaten kurang lebih 20 kilometer atau 20 menit perjalanan darat. Disana anda dapat melihat suburnya alam Gayo, dimana Perkebunan Kopi yang tangkainya dipenuhi buah yang mulai memerah, akan terus terlihat disepanjang mata memandang.
Kopi Gayo yang tumbuh di daerah ini sebagian besar berjenis Arabika. Cita rasanya sudah sangat terkenal di Eropa, Amerika, Jepang dan Belahan dunia lainnya. Di Bener Meriah terdapat beberapa industri Kopi Gayo, mulai dari industri rumahan dengan peralatan sederhana sampai Pabrik kopi dengan teknologi standar dan modern. Jangan heran jika di Tanah Gayo (baik Aceh Tengah dan Bener Meriah) dimana-mana anda akan melihat hamparan buah Kopi yang dijemur, baik di jalan-jalan kampung maupun diatas tempat-tempat khusus seperti Altar yang memang dibuat khusus untuk menjemur kopi di pekarangan rumah warga.
Kabupaten Bener Meriah, merupakan daerah penghasil utama Kopi Gayo. Bila digabung dengan Aceh Tengah, luas areal perkebunan kopi di Tanah Gayo merupakan yang terluas di Indonesia. Bahkan produksi Kopi dari Varietas Arabika merupakan yang terbesar di Asia. Selain Kopi, komoditi unggulan lainnya adalah sayur mayur dan buah-buahan yang juga tumbuh sangat subur disana, baik yang dibiakkan dengan cara organic maupun non organic.
Yang tidak boleh dilewatkan juga adalah tempat-tempat wisata lainnya di Bener Meriah, seperti Kolam Air Panas di Simpang Balek yang sering dikunjungi masyarakat Sekitar mapun Wisatawan, lalu ada Wih Ni Kulus yang juga merupakan salah satu tempat pavorit sebagai lokasi wisata di Tanah Gayo, di Bener Meriah juga nampak menjulang tinggi Gunung Burni Telong, yaitu gunung aktif yang sering menjadi target para Pecinta Alam yang mencoba untuk menaklukan Gunung ini dengan mendaki hingga ke puncaknya. Gunung itu nampak cantik jika dilihat dari bandara Rembele. Bandara Rembele adalah bandara perintis dengan Run Way relatif pendek, panjang Run Way tersebut ketika saya ukur sendiri dengan Spedometer Motor beberapa waktu yang lalu hanya 1.500 meter, dan lebarnya 16 meter. Jenis Bandara ini hanya dapat didarati Pesawat sekelas CN 235 atau sejenis pesawat Foker berbadan kecil lainnya. Bandara ini juga telah dilengkapi bangunan Apron penumpang, Kantor, Gudang, Perumahan, dan beberapa bangunan penunjang lainnya). Jaraknya tidak lebih 2 kilometer dari Kota Simpang Tiga, Bener Meriah. Bandara Rembele saat ini baru melayani rute Bandara Iskandar Muda (Banda Aceh) dan Polonia (Medan) yang beroperasi dua kali dalam seminggu.
Di Kecamatan Timang Gajah, Anda juga bisa mengunjungi Tugu Radio Rimba Raya, yaitu radio yang pertama kali menyiarkan Kemerdekaan Indonesia ke Luar Negeri sperti Semananjung Melayu (Malaysia), Singapura, Saigon (Vietnam), Manila (Filipina) bahkan Australia dan Eropa.
Perjalanan ke Tanah gayo, akan lebih seru jika anda tau jadwal atau event-event besar di daerah ini. Seperti event Pacuan Kuda, Kesenian Didong dan banyak acara lainnya di Bener Meriah, yang biasanya digelar untuk merayakan hari jadi Kabupaten tersebut atau acara adat lainnya (seperti Pesta Pernikahan dll). Dan masih banyak tempat lain yang layak anda kunjungi, tidak susah untuk menjangkaunya, anda bisa bertanya dan minta antar ke tempat-tempat tersebut kepada masyarakat yang sangat ramah disana.
Untuk penginapan, ada Hotel Renggali, Mahara, Triarga dll, di Takengon. Di sana anda bisa tanya info apa saja terkait pariwisata Tanah Gayo, sedangkan tarif hotel-hotel tersebut rata-rata relatif murah. Atau kalau mau yang gratis, silahkan saja tidur di mesjid Ruhama. Tapi masalahnya tidak dijamin anda dikasih selimut yah, dan kemudian anda harus siap-siap diserang udara yang sangat sejuk di malam hari. Ingat, selama disana anda harus puas-puasin untuk berkunjung ke semua tempat yang seru. Saya yakin Tanah Gayo akan membuat anda betah dan selalu rindu untuk kembali ke sana.
Jika sudah puas di Tanah Gayo, maka perjalanan akan kita lanjutkan ke kota lainnya. Sesuai misi kita mengelilingi Sumatera. Perjalanan selanjutnya bisa anda pilih, mau meneruskan perjalanan ke daratan Aceh Lainnya, seperti Gayo Lues & Aceh Tenggara, lewat Gunung Leuser, yaitu Gunung dengan Hutan Lindung yang masih alami. Tempat hidupnya berbagai macam satwa yang dilindungi. Keindahan Gunung Leuser dilengkapi dengan cantiknya bentangan Sungai Alas yang membelah pegunungan itu. Salah satu jalur darat yang paling berbahaya, adalah lintasan Gunung Leuser. Kalo orang Takengon akan mengunjungi keluarganya di Gayo Lues atau Aceh Tenggara, jalur terdekat harus melewati Daerah ini. Kalo anda punya nyali yang besar, anda bisa jalan-jalan ke Gayo Lues, dengan naik kendaraan sejenis L-300, tapi duduk di atas (atap) mobil. Bagaimana, Mau Coba? . Kalo tidak berani, ya mungkin sebaiknya kita kembali saja ke jalur kedatangan semula, yaitu melalui Bireun untuk melanjutkan perjalanan ke Lhokseumawe.
Jika suhu udara di Tanah Gayo sangat sejuk, sebaliknya di Lhoseumawe dan kota-kota pesisir lain di Utara Aceh. Di kota itu udaranya cukup membuat kulit pipi orang Gayo menjadi merah (seperti “apel Manalagi”) karena udara yang panas. Lhokseumawe lebih mirip Pulau kecil yang cukup padat, kotanya terbentuk dari urbanisasi penduduk yang bekerja dibeberapa perusahaan besar (pada saat itu), seperti PT. Arun (industri Gas cair), PT. KKA (industri Kertas), PT. PIM (industri Pupuk) yang berada tidak jauh dari Kota Lhokseumawe.
Kota Lhokseumawe ini dibatasi oleh sebuah sungai yang bermuara ke laut, garis sungai ini yang membuat kota Lhokseumawe terpisah dari daratan lainnya. Jalan aksesnya hanya dihubungkan oleh 2 jempatan panjang yang menghubungkan antara lhokseumawe dan daerah lain disekitarnya. Untuk sampai disana (Kodya Lhokseumawe) anda akan menghabiskan waktu kurang lebih 4 Jam, baik itu dari Simpang Tiga Bener Meriah maupun dari Takengon-Aceh Tengah.
Seperti Umumya kota-kota pesisir di Indonesia, Lhokseumawe juga menyuguhkan wisata Pantai. Jaraknya tak lebih dari 1 kilometer dari pusat kota, dan bahkan yang terdekat dari bibir pantai hanya 300 meter (dari Kantor Walikota atau Jalan Sukaramai-jalan protokol yang paling ramai di Lhokseumawe). Sangkin dekatnya, jalan ini sempat dilalui arus air laut, ketika Tsunami tahun 2004 yang lalu.
Makanan Khas yang ada di kota ini dan kota-kota lainnya di Pesisir adalah Mie, Martabak Telor dan Nasi Goreng-Aceh. Hampir diseluruh sudut kota bertebaran warung dan ruko yang menjual masakan ini.
Selama Perjalanan dari Tanah Gayo ke Medan. Anda akan melalui beberapa Kota seperti Bireun (disini jangan lupa beli oleh-oleh seperti kripik dll yah, Saya tidak menyarankan membeli Ganja, walaupun daerah ini termasuk penghasil utama Selain Kabupaten Gayo Lues, masih takut Dosa soalnya ), kemudian kota kecil yang akan dilewati berikutnya yaitu Lhokseumawe, Pereulak, Langsa dan Kuala Simpang hingga masuk ke Perbatasan Sumatera Utara.
Sementara, perjalanan kita dicukupkan sampai Kuala Simpang dulu yah, di sebuah ruko yang tak jauh dari Polsek Kuala Simpang. Disitu ada tempat ngopi yang enak dan ada kue timpan kesukaan saya. Kita singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Medan dan Sekitarnya (Sumatera Utara). Lumayan, bisa istirahat sejenak sambil lurusin badan yang mulai pegel-pegel setelah 7 Jam di atas kendaraan. Oh iya, untuk sampai ke kota Medan, dari kota Kuala Simpang Aceh Tamiang ini, tidak terlalu jauh, yaitu kira-kira 3 atau 4 jam lagi.
Ok, Saya mau tarik Nafas dulu sekalian mau posting tulisan berikutnya yang menceritakan Alam Sumatera Utara, tulisan tersebut akan saya posting terpisah dengan Perjalanan ini. Ups, sori.. Secangkir Teh Tarik dan sepiring Kue Timpan yang ada di depan saya sungguh menggoda, baiknya saya nikmati dulu ya.. nanti kita lanjutkan lagi..
Salam…
Baiklah, daripada kepanjangan “cingcong” eloklah kita mulai perjalanan ini. Oh ya, sebelumnya, agar perjalanan yang akan kita lalui ini berjalan lancar dan sampai tujuan serta kembali lagi kerumah dengan selamat, mari kita membaca Basmalah dan berdo’a menurut agama masing-masing. Berdo’a dimulai !! menundukkan kepala , mengangkat kedua belah telapak tangan, seraya berdo’a…-suasana hening 2 menit-…# Berdo’a selesai !!.
Ok, kita mulai dari Banda Aceh yah..
ACEH
Dulu, sebelum Tsunami menerjang Banda Aceh, tempat wisata seperti Lhok Nga dan Mata Ie, merupakan tempat Favorit para penduduk lokal. Lhok Nga merupakan Pantai yang letaknya tidak jauh dari Pabrik Semen Andalas, ketika Tsunami menghantam wilayah ini, Pesona Pantai tersebut menjadi hilang seketika. Kini yang ada hanyalah hamparan pasir yang luas, dimana teronggok 2 Unit Kapal di tengah ruas Jalan Banda Aceh – Calang.
Di Kota Banda Aceh, yang sangat terkenal adalah Mesjid Raya Baiturrahman. Mesjid tua ini cukup kokoh berdiri walaupun di terjang Tsunami waktu itu. Mesjid yang berdampingan dengan Pasar Atjeh ini hanya mengalami sedikit kerusakan pada menara yang berdiri beberapa Puluh meter dari Bangunan Utama Mesjid. Saya yakin banyak yang telah mengenal Banda Aceh, terutama Pasca Tsunami.
TANOH GAYO
Mm..baiklah, karena udah pada tau dan cukup mengenal Banda Aceh, bagaimana kalo kita lanjutkan perjalanan ke Tengah Aceh yaitu Aceh Tengah dan Bener Meriah, tenarnya sih wilayah itu dinamakan Tanah Gayo atau Dataran Tinggi Gayo. Dari Banda Aceh jaraknya hanya 6 hingga 7 Jam yang ditempuh melalui Jalan Darat Lintas Sumatera. Kita bisa menggunakan Bus/Bis yang melayani trayek Banda Aceh-Tanah Gayo, seperti: Parisada Motor Tholhah Hasan (atau disingkat PMTOH), Kurnia – Pusaka – Anugerah ( 3 nama Bus dalam grup yang sama yaitu grup Kurnia), dan Pelangi. Dengan armada yang memiliki kapasitas Penumpang antara 21 hingga 50 orang, konfigurasi seat 2-1 atau 2-2, anda hanya diminta merogoh kocek ± 100 ribu rupiah sekali jalan. Pilihan lain, anda juga bisa menyambung beberapa kali dengan menumpang Bus ¾ seperti BE (Bireun Express), Cenderawasih dll, atau ingin di antar langsung ke tempat, anda bisa menumpang kendaraan jenis L-300.
Selama perjalanan nanti bus biasanya akan berhenti 1 kali untuk makan dan ganti supir, sambil istirahat sekitar 15 menit di Rumah Makan tersebut. Umumnya makanan yang disajikan di Rumah Makan rekanan Perusahaan Armada Bus itu adalah Sate Matang (Matang: Nama Daerah) atau Masakan Khas Aceh lainnya.
Nah istimewanya jika anda naik kendaraan jenis L-300 ini, anda bisa minta supir untuk berhenti sejenak di tempat penjualan oleh-oleh. Diantara oleh-oleh yang tak pernah absen di warung atau toko-toko jalan menuju Tanah Gayo, yang ditawarkan seperti Pisang Sale dan segala macam Kripik dari jenis umbi-umbian yang memiliki banyak pilihan rasa.
Ups, sebelum lupa dan sekedar mengingatkan, kalau Bus/Bis yang ditumpangi dari Banda Aceh ke Takengon, beroperasinya pada waktu Pagi dan Siang hari. Sedangkan yang dari Medan ke Takengon atau Pondok Baru (nama desa yang menjadi tujuan akhir di Bener Meriah) sebagian besar beroperasi pada sore hari, ba’da ashar atau malam hari selepas magrib. Kecuali yang travel (sebutan untuk Kendaraan jenis L 300). Kendaraan tersebut sudah mulai jalan pada waktu Pagi hari. (ongkosnya travel pun, lebih mahal 30-50 ribu dari Bus/Bis yang memiliki seat 2-2 (Patas AC). Saat ini ongkos Bus rata-rata 90 ribu rupiah /orang )
Kembali keperjalanan semula. Suasana perjalanan akan mulai terasa seru ketika memasuki daerah Jeumpa, Bireun. (Apalagi waktu Konflik dulu, wuih..seru abis..bro!, anda harus siap-siap untuk aktifkan nyawa cadangan ).
Namun, seiring keamanan yang telah jauh lebih baik seperti saat ini, perasaan tersebut tidak perlu lagi ada. Tapi yang perlu adalah menyiapkan obat anti mabuk. Sebab mulai dari Bireun hingga Takengon yang jaraknya ± 100 kilometer (kira-kira 2 jam perjalanan) itu, perut anda akan di kocok habis-habisan. Anda akan mengalami serangan belokan, turunan-tanjakkan maut yang bertubi-tubi. Beberapa tikungan yang disertai turunan terjal yang akan dilewati sepeti di Jeumpa, Cut Panglima, Ronga-ronga, Enang-enang, dll.
Jalan sempit yang dilalui banyak Bus dan Truck berbadan lebar itu menuntut konsentrasi, kehati-hatian dan kemahiran para supir dalam mengemudi. Karena pernah, bahkan tidak sedikit Pengemudi Bus yang ceroboh masuk ke dalam jurang yang dalamnya hingga ratusan meter (Aha..itu makanya disarankan kita semua selalu berdo’a sebelum memulai perjalanan, harapannya agar sampai ditujuan dengan selamat)
Tapi tenang, semua pengorbanan dan perjuangan yang anda lakukan akan terbayarkan, ketika kita mulai memasuki daerah hutan Pinus di dekat Wih Ni Kulus dan Blang Rakal, Anda seperti melintasi daratan Eropa. Dengan view jajaran pohon Pinus berbaris rapih, pegunungan Indah serta dibaluti udara yang sangat sejuk akan menjadi sajian gratis untuk anda. Udara sejuk akan lebih terasa segar dan alami jika anda naik mobil L-300, tentunya dengan membuka kaca samping kendaraan. Kenikmatan seperti itu tidak akan anda dapat jika menumpang Bus Besar, sebab udara sejuk yang anda nikmati berasal dari AC.
Oh iya.. agar nanti tidak nyasar dan salah turun, tujuan anda adalah Kota Takengon – Aceh Tengah. Karena disini yang terdapat beberapa Hotel atau Penginapan untuk anda bermalam. Walaupun sebenarnya di Simpang Tiga, Bener Meriah, ada Mess Pemda yang baru dibangun, tapi belum tau bisa di Sewa atau tidak.
Dari Takengon, kota indah yang berada di ketinggian 29 ribu kaki diatas permukaan laut ini, anda dapat merencanakan perjalanan ke beberapa kota disekitar Takengon pada keesokan harinya. Di sana banyak Objek yang indah untuk berfoto ria sebagai bukti bahwa anda telah menginjakkan kaki di Tanah Gayo , tentunya hal tersebut sangat sayang untuk anda lewatkan. Objek tersebut diantaranya seperti Pantan Terong. Di atas bukit itu anda bisa melihat dengan bebas kearah Danau Laut Tawar dan Kota Takengon yang sangat indah. Selain itu di sisi Danau Laut Tawar, ada Goa Putri Pukes, Goa Loyang Koro, yaitu goa-goa yang memiliki kisah masing-masing dan didalamnya terdapat benda-benda cagar budaya yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Masih di seputaran kota Takengon, anda bisa nonton Pacuan Kuda di Blang Bebangka atau juga di daerah Pantai Menye, kecamatan Bintang yang berada di ujung Danau Laut Tawar, disini hampir tiap sore hari, nampak anak-anak kecil latihan pacuan kuda.
Selanjutnya, jika kita ingin jalan sedikit lebih ke daerah Pedalaman, tepatnya di daerah Isaq anda dapat menyaksikan keunikan lain pada “Atu Belah” (Batu Belah:Bahasa Gayo), yaitu batu besar yang terbelah 2, belahannya cukup rata. Batu tersebut memiliki dimensi Tinggi 2,5 meter, Panjang 4 meter dan lebar 2 meter. Dibelakangnya terdapat kolam kecil yang semuanya memiliki mitos tersendiri dikalangan masyarakat Gayo. Batu Belah tersebut tidak hanya 1 tapi ada beberapa. Bahkan yang paling besar, berada di Pinggir Jurang yang terjal, dari atas batu itu kita dapat melihat pemandangan yang sangat Indah. Kisah mengenai Batu Belah ini dulu pernah diangkat dalam cerita Film “Si Unyil”, yang kemudian pernah juga tayang dalam Film lepas Cerita Rakyat di TVRI. Tidak terlalu jauh dari Batu Belah ini berada, terdapat makam Datu Beru, menurut Kekeberen (Cerita Sejarah yang dituturkan secara turun-menurun dalam masyarakat Gayo). Datu Beru adalah nenek moyangnya Suku Gayo yang sangat Bijak, dia adalah salah satu anak dari Tengku Kawe Teupat atau dikenal juga dengan sebutan Kik Betul, yaitu Raja Linge Pertama yang artefak dan Sumur bekas Kerajaan Linge terdapat di dekat makamnya tersebut.
Setelah anda puas hiking seharian dipegunungan, selanjutnya anda bisa menikmati perjalanan ke arah Ise-ise. Yang menarik disini adalah disepanjang sisi jalan terdapat sungai yang airnya mengalir deras dan jernih (mirip seperti ketika kita menelusuri jalan dari Kota Lubuk Sikaping menuju Bonjol di Sumatera Barat). Sungai tersebut mengalir dari Hutan Pinus sebelum Kampung Isaq sampai Kampung Tero, kira-kira menempuh 2 jam perjalanan santai. Jika kita trus berjalan sedikit lebih dalam hingga kampung Ise-Ise, anda akan menjumpai Peternakan Sapi di Ketapang. Yaitu Peternakan Sapi Bali yang dikelola Pemda Aceh Tengah.
Kalaupun waktu melancong yang anda punya cukup singkat, jangan khawatir, anda cukup mengelilingi dan mengarungi Danau Laut Tawar yang letaknya tak jauh dari pusat kota Takengon. Danau yang menjadi kebanggaan Orang Gayo ini terbentang dari Takengon hingga Bintang (nama desa). Panoramanya tak kalah eksotis dari tempat-tempat lain di Indonesia. Tentunya akan terasa mantap jika anda bisa mengunjungi semua tempat yang indah di Tanah Gayo. Anda pasti merasa betah dan tidak ingin pulang jika sudah sampai di Tanoh Gayo (Tanah Gayo dalam Bahasa Gayo).
Seperti kata SBY (Presiden RI saat ini), ketika masih menjabat Menkopolkam, Beliau pernah mengunjungi Takengon. Di hadapan saya dan ribuan Masyarakat Gayo lainnya di Lapangan Depan Kantor Bupati Aceh Tengah ketika itu, dia mengatakan “Kota Takengon sangat indah dan adat budaya masyarakatnya penuh pesona”. Sedangkan Hari Sabarno, Mendagri yang saat itu menemani kunjungan singkat SBY juga mengatakan “Keindahaan Kota Takengon seperti kota-kota dibelahan Eropa”.
Saya rasa itu bukanlah pujian yang berlebihan, karena memang keindahan Tanah Gayo Ibarat pepatah “Bagaikan Sekeping Tanah Surga yang Terlempar Ke Dunia”. Disana anda bisa menikmati Panorama alam yang sangat indah dan sejuknya udara pegunungan Gayo selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan 356 hari (rata-rata) dalam setahun. Siang hari anda akan dibaluti udara sejuk 18 derajat celcius, semakin malam udara akan terasa semakin dingin, apalagi pada musim hujan.
Jika anda punya kocek yang lebih jangan lupa beli oleh-oleh Khas Gayo yang dijual di Takengon, seperti Kopi Gayo (bubuk) yang juga banyak dijual di toko-toko baik dikota takengon atau di warung pinggir jalan kearah luar kota, Ikan Depik (ikan endemik Danau Laut Tawar, ikan ini dijual di pasar Ikan Takengon), Kerajinan Gayo seperti Kerawang (berbentuk Tas, Pakaian, dompet, Sarung, selendang, dll di Simpang Empat), Buah-buahan segar organic seperti Terong Belanda, Jeruk, Marquisa Manis, Alpokat serta buah-buahan dan sayuran lainnya di Pasar Inpres Takengon.
Juga jangan anda dilewatkan untuk mencicipi makanan khas Tanah Gayo yang Nikmat dan beragam, mulai dari Pengat, Masam Jeng dan menu-menu lainnya yang dapat anda nikmati di Rumah makan dan cafe-cafe yang mulai tumbuh subur di Takengon, Aceh Tengah atau di Wih Pesam, Bener Meriah
Belum Puas di Aceh Tengah (Tekengon dan sekitarnya), anda juga harus.. kudu.. mesti.. jelajahi alam Gayo di kabupaten tetangga, yaitu Bener Meriah. Daerahnya tidak terlalu jauh dari Takengon karena bebatasan langsung dengan Aceh Tengah. Jarak antar ibukota kabupaten kurang lebih 20 kilometer atau 20 menit perjalanan darat. Disana anda dapat melihat suburnya alam Gayo, dimana Perkebunan Kopi yang tangkainya dipenuhi buah yang mulai memerah, akan terus terlihat disepanjang mata memandang.
Kopi Gayo yang tumbuh di daerah ini sebagian besar berjenis Arabika. Cita rasanya sudah sangat terkenal di Eropa, Amerika, Jepang dan Belahan dunia lainnya. Di Bener Meriah terdapat beberapa industri Kopi Gayo, mulai dari industri rumahan dengan peralatan sederhana sampai Pabrik kopi dengan teknologi standar dan modern. Jangan heran jika di Tanah Gayo (baik Aceh Tengah dan Bener Meriah) dimana-mana anda akan melihat hamparan buah Kopi yang dijemur, baik di jalan-jalan kampung maupun diatas tempat-tempat khusus seperti Altar yang memang dibuat khusus untuk menjemur kopi di pekarangan rumah warga.
Kabupaten Bener Meriah, merupakan daerah penghasil utama Kopi Gayo. Bila digabung dengan Aceh Tengah, luas areal perkebunan kopi di Tanah Gayo merupakan yang terluas di Indonesia. Bahkan produksi Kopi dari Varietas Arabika merupakan yang terbesar di Asia. Selain Kopi, komoditi unggulan lainnya adalah sayur mayur dan buah-buahan yang juga tumbuh sangat subur disana, baik yang dibiakkan dengan cara organic maupun non organic.
Yang tidak boleh dilewatkan juga adalah tempat-tempat wisata lainnya di Bener Meriah, seperti Kolam Air Panas di Simpang Balek yang sering dikunjungi masyarakat Sekitar mapun Wisatawan, lalu ada Wih Ni Kulus yang juga merupakan salah satu tempat pavorit sebagai lokasi wisata di Tanah Gayo, di Bener Meriah juga nampak menjulang tinggi Gunung Burni Telong, yaitu gunung aktif yang sering menjadi target para Pecinta Alam yang mencoba untuk menaklukan Gunung ini dengan mendaki hingga ke puncaknya. Gunung itu nampak cantik jika dilihat dari bandara Rembele. Bandara Rembele adalah bandara perintis dengan Run Way relatif pendek, panjang Run Way tersebut ketika saya ukur sendiri dengan Spedometer Motor beberapa waktu yang lalu hanya 1.500 meter, dan lebarnya 16 meter. Jenis Bandara ini hanya dapat didarati Pesawat sekelas CN 235 atau sejenis pesawat Foker berbadan kecil lainnya. Bandara ini juga telah dilengkapi bangunan Apron penumpang, Kantor, Gudang, Perumahan, dan beberapa bangunan penunjang lainnya). Jaraknya tidak lebih 2 kilometer dari Kota Simpang Tiga, Bener Meriah. Bandara Rembele saat ini baru melayani rute Bandara Iskandar Muda (Banda Aceh) dan Polonia (Medan) yang beroperasi dua kali dalam seminggu.
Di Kecamatan Timang Gajah, Anda juga bisa mengunjungi Tugu Radio Rimba Raya, yaitu radio yang pertama kali menyiarkan Kemerdekaan Indonesia ke Luar Negeri sperti Semananjung Melayu (Malaysia), Singapura, Saigon (Vietnam), Manila (Filipina) bahkan Australia dan Eropa.
Perjalanan ke Tanah gayo, akan lebih seru jika anda tau jadwal atau event-event besar di daerah ini. Seperti event Pacuan Kuda, Kesenian Didong dan banyak acara lainnya di Bener Meriah, yang biasanya digelar untuk merayakan hari jadi Kabupaten tersebut atau acara adat lainnya (seperti Pesta Pernikahan dll). Dan masih banyak tempat lain yang layak anda kunjungi, tidak susah untuk menjangkaunya, anda bisa bertanya dan minta antar ke tempat-tempat tersebut kepada masyarakat yang sangat ramah disana.
Untuk penginapan, ada Hotel Renggali, Mahara, Triarga dll, di Takengon. Di sana anda bisa tanya info apa saja terkait pariwisata Tanah Gayo, sedangkan tarif hotel-hotel tersebut rata-rata relatif murah. Atau kalau mau yang gratis, silahkan saja tidur di mesjid Ruhama. Tapi masalahnya tidak dijamin anda dikasih selimut yah, dan kemudian anda harus siap-siap diserang udara yang sangat sejuk di malam hari. Ingat, selama disana anda harus puas-puasin untuk berkunjung ke semua tempat yang seru. Saya yakin Tanah Gayo akan membuat anda betah dan selalu rindu untuk kembali ke sana.
Jika sudah puas di Tanah Gayo, maka perjalanan akan kita lanjutkan ke kota lainnya. Sesuai misi kita mengelilingi Sumatera. Perjalanan selanjutnya bisa anda pilih, mau meneruskan perjalanan ke daratan Aceh Lainnya, seperti Gayo Lues & Aceh Tenggara, lewat Gunung Leuser, yaitu Gunung dengan Hutan Lindung yang masih alami. Tempat hidupnya berbagai macam satwa yang dilindungi. Keindahan Gunung Leuser dilengkapi dengan cantiknya bentangan Sungai Alas yang membelah pegunungan itu. Salah satu jalur darat yang paling berbahaya, adalah lintasan Gunung Leuser. Kalo orang Takengon akan mengunjungi keluarganya di Gayo Lues atau Aceh Tenggara, jalur terdekat harus melewati Daerah ini. Kalo anda punya nyali yang besar, anda bisa jalan-jalan ke Gayo Lues, dengan naik kendaraan sejenis L-300, tapi duduk di atas (atap) mobil. Bagaimana, Mau Coba? . Kalo tidak berani, ya mungkin sebaiknya kita kembali saja ke jalur kedatangan semula, yaitu melalui Bireun untuk melanjutkan perjalanan ke Lhokseumawe.
Jika suhu udara di Tanah Gayo sangat sejuk, sebaliknya di Lhoseumawe dan kota-kota pesisir lain di Utara Aceh. Di kota itu udaranya cukup membuat kulit pipi orang Gayo menjadi merah (seperti “apel Manalagi”) karena udara yang panas. Lhokseumawe lebih mirip Pulau kecil yang cukup padat, kotanya terbentuk dari urbanisasi penduduk yang bekerja dibeberapa perusahaan besar (pada saat itu), seperti PT. Arun (industri Gas cair), PT. KKA (industri Kertas), PT. PIM (industri Pupuk) yang berada tidak jauh dari Kota Lhokseumawe.
Kota Lhokseumawe ini dibatasi oleh sebuah sungai yang bermuara ke laut, garis sungai ini yang membuat kota Lhokseumawe terpisah dari daratan lainnya. Jalan aksesnya hanya dihubungkan oleh 2 jempatan panjang yang menghubungkan antara lhokseumawe dan daerah lain disekitarnya. Untuk sampai disana (Kodya Lhokseumawe) anda akan menghabiskan waktu kurang lebih 4 Jam, baik itu dari Simpang Tiga Bener Meriah maupun dari Takengon-Aceh Tengah.
Seperti Umumya kota-kota pesisir di Indonesia, Lhokseumawe juga menyuguhkan wisata Pantai. Jaraknya tak lebih dari 1 kilometer dari pusat kota, dan bahkan yang terdekat dari bibir pantai hanya 300 meter (dari Kantor Walikota atau Jalan Sukaramai-jalan protokol yang paling ramai di Lhokseumawe). Sangkin dekatnya, jalan ini sempat dilalui arus air laut, ketika Tsunami tahun 2004 yang lalu.
Makanan Khas yang ada di kota ini dan kota-kota lainnya di Pesisir adalah Mie, Martabak Telor dan Nasi Goreng-Aceh. Hampir diseluruh sudut kota bertebaran warung dan ruko yang menjual masakan ini.
Selama Perjalanan dari Tanah Gayo ke Medan. Anda akan melalui beberapa Kota seperti Bireun (disini jangan lupa beli oleh-oleh seperti kripik dll yah, Saya tidak menyarankan membeli Ganja, walaupun daerah ini termasuk penghasil utama Selain Kabupaten Gayo Lues, masih takut Dosa soalnya ), kemudian kota kecil yang akan dilewati berikutnya yaitu Lhokseumawe, Pereulak, Langsa dan Kuala Simpang hingga masuk ke Perbatasan Sumatera Utara.
Sementara, perjalanan kita dicukupkan sampai Kuala Simpang dulu yah, di sebuah ruko yang tak jauh dari Polsek Kuala Simpang. Disitu ada tempat ngopi yang enak dan ada kue timpan kesukaan saya. Kita singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Medan dan Sekitarnya (Sumatera Utara). Lumayan, bisa istirahat sejenak sambil lurusin badan yang mulai pegel-pegel setelah 7 Jam di atas kendaraan. Oh iya, untuk sampai ke kota Medan, dari kota Kuala Simpang Aceh Tamiang ini, tidak terlalu jauh, yaitu kira-kira 3 atau 4 jam lagi.
Ok, Saya mau tarik Nafas dulu sekalian mau posting tulisan berikutnya yang menceritakan Alam Sumatera Utara, tulisan tersebut akan saya posting terpisah dengan Perjalanan ini. Ups, sori.. Secangkir Teh Tarik dan sepiring Kue Timpan yang ada di depan saya sungguh menggoda, baiknya saya nikmati dulu ya.. nanti kita lanjutkan lagi..
Salam…
Kedatangan pengurus IPPMTG Malang untuk yang pertama kalinya ini disambut hangat oleh Pengurus dan Anggota IPEMALUTYO Yogyakarta. Tepat pada pukul 11.30 WIB, sesampainya di Asrama Laut Tawar, asrama khusus Mahasiswa Gayo, perwakilan dari pemuda, pelajar dan mahasiswa yang tinggal di Malang ini langsung diajak ke ruang tengah asrama yang merupakan ruang pertemuan untuk melaksanakan shalat Dzuhur berjama’ah, dan kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah.
Kunjungan yang dipandu oleh salah seorang pengurus IPEMALUTYO sebagai moderator ini dibuka dengan sambutan selamat datang yang dilakukan oleh Surya Darma selaku Ketua IPEMALUTYO.
Dalam sambutannya, Surya mengatakan pihaknya memberikan apresiasi dan sangat senang atas kedatangan kawan-kawan Pengurus IPPMTG Malang, dan berharap kunjungan pertama ini dapat mempererat tali silaturrahmi sesama urang Gayo khususnya mahasiswa, pemuda dan pelajar yang tinggal di pulau Jawa.
Setelah memberikan sepatah-dua patah kata, Surya menjelaskan sedikit tentang kegiatan organisasi yang dipimpinnya bahwa dalam beberapa kesempatan organisasi ini turut mengirimkan wakilnya pada kegiatan-kegiatan seni budaya Gayo di Yogyakarta seperti menampilkan Tari Guel, Didong dan Saman. Diluar itu kegiatan rutin internal selain berkumpul juga mengadakan kegiatan olah raga seperti sepak bola.
Sesi selanjutnya giliran Ketua IPPMTG, Ilmiadi yang juga mewakili rombongan dari Malang menyampaikan terima kasihnya atas sambutan hangat yang diberikan oleh kawan-kawan mahasiswa, dan pelajar Gayo di Yogyakarta.
Ilmiadi, pemuda yang berasal dari Simpang Tiga – Bener Meriah ini menjelaskan motivasi IPPMTG untuk datang berkunjung menemui kawan-kawan di Yogyakarta telah lama direncanakan, namun baru bisa dilakukan saat ini.
Anggota IPPMTG ingin bertukar informasi dan melakukan kerjasama dalam pengembangan organisasi, selain itu juga turut memenuhi undangan untuk menghadiri acara wisuda Sabardi, salah seorang anggota IPEMALUTYO yang diadakan sehari sebelumnya di Kampus UMY Bantul.
Dalam acara ini turut hadir pengurus IPEMALUTYO periode terdahulu yang diwakili Yusra Tebe, Sabirin Melala Sagi, Marisa Dhani, dan beberapa orang lainnya. Yusra Tebe dalam penjelasannya tentang perjalanan dan perkembangan organisasi Gayo yang ada di Yogyakarta sejak tahun 2002 hingga saat ini menyebutkan bahwa sejak kepengurusan IPEMALUTYO yang pertama hingga sekarang yang kedelapan.
Menurut Yusra, intensitas kegiatan pertemuan antar sesama mahasiswa Gayo maupun dengan organisasi mahasiswa dari daerah lain khususnya mahasiswa Aceh mengalami pasang surut. Kondisi kurang hamonis hubungan tersebut semakin nampak pada beberapa tahun terakhir. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi kondisi keamanan dan politik lokal di Aceh yang kurang kondusif serta mulai ketatnya peraturan kampus dalam hal absensi menyebabkan mahasiswa mulai mengurangi aktifitas diluar kampus.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Yusra juga menginformasikan bahwa mahasiswa Gayo yang berada di Yogyakarta berdasarkan catatan terakhir Tahun 2005 jumlahnya tidak kurang dari 150 Orang, namun setelah tahun tersebut hingga sekarang belum ada pendataan ulang berapa jumlah mahasiswa Gayo yang ada di Kota Gudeg ini.
Selanjutnya mahasiswa asal Gayo Lues, Muhaimimi juga menyampaikan harapannya agar mahasiswa Gayo tidak membeda-bedakan asal daerah, ia berharap baik urang Gayo dari Belang Kejeren maupun dari Takengon dan Bener Meriah menghilangkan sakwasangka buruk diantara sesama yang akhirnya berujung kurang harmonisnya hubungan sesama mahasiswa Gayo seperti yang terjadi selama ini, justru seharusnya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan komunikasi diantara Mahasiswa Gayo perantauan.
Di akhir sesi, rombongan mahasiswa dari Malang bersama mahasiswa Gayo dari Yogyakarta yang hadir dalam acara ini jumlahnya lebih kurang 25 orang dipersilakan untuk menikmati santap siang yang telah disediakan sambil beramah-tamah dengan sesama.
Setelah makan siang acara pun berlanjut. Kali ini adalah permainan Didong. Kedua pihak saling mempertunjukkan kebolehannya. Dari Grup IPPMTG Malang ada Ceh Irwan, sementara IPEMALUTYO sebagai tuan rumah memiliki Ceh Fitra. Kedua Ceh saling beradu syair dengan melantunkan syair-syair andalan dengan iringan penepok yang sangat semangat hingga membuat gema dari ruangan Asrama Laut Tawar itu terdengar keras keluar.
Setelah masing-masing membawakan sedikitnya lima Syair Didong, sesi ini tersebut ditutup dengan ”Pepongoten” yang dibawakan oleh Ceh Irwan yang membuat ruangan tadinya penuh dengan gemuruh gelak tawa hadirin karena mendengarkan Lirik yang lucu, berubah menjadi hening, yang terdengar hanyalah suara merdu seorang Ceh menyerupai perpaduan dua orang Ceh yakni Kabri Wali dan M. Isa Arita. Dari sisi belakang grup didong sayup-sayup terdengar suara isak tangis seorang ibu yang larut dalam bait-bait syair Pepongoten.
Usai didong, pengurus dan anggota dari kedua organisasi ini melakukan foto bersama sebagai kenang-kenangan dan setelah itu melanjutkan kembali acara diskusi hingga menjelang Maghrib. Sebelum acara berakhir Aman Sabardi, salah satu orang tua dari mahasiswa asal Isaq yang datang ke Yogyakarta untuk menghadiri wisuda anaknya yang juga turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan rasa haru sekaligus bangga melihat usaha mahasiswa Gayo di Yogyakarta dan Malang untuk tetap menjalin dan meningkatkan silaturahmi antar sesama Urang Gayo di Perantauan.
Aman Sabardi berharap hal yang sama dilakukan oleh mahasiswa dan keluarga Gayo lainnya di daerah manapun mereka tinggal agar tetap menjalin komunikasi dan menjaga Silaturahmi. Di akhir ucapannya, beliau berdoa, semoga yang hadir dalam ruangan Asrama Laut Tawar ini menjadi orang-orang yang sukses dan berguna bagi keluarga, bangsa dan agama. Amin Ya Rabbal Alamin.
Posted in Seni & Budaya | Leave a Comment »
Sebuah Tanggapan terhadap berita berjudul Warga Tolak Ganti Rugi Pembangunan Jalan Elak, di Harian Serambi Indonesia tanggal 28/12/2008.
***
Bismillahirrahmanirrahim. Pertama
kita patut memberikan apresiasi kepada masyarakat Jalan Elak atas
kesediaannya turut serta dalam mewujudkan program pembangunan Pemerintah
Daerah. Walaupun kenyataannya pihak masyarakat masih keberatan atas
harga Ganti Rugi tanah yang ditawarkan oleh Pemkab Aceh Tengah.
Melihat persolan yang terjadi, saya teringat ketika menjadi panitia pada sebuah Seminar Nasional tentang Program Percepatan Pembangunan 1000 KM Jalan Tol di Jakarta pada awal tahun 2006. Seminar
ini diselenggarakan oleh Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
bekerjasama dengan Bank Dunia dan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia.
Salah satu isu yang dibahas adalah Tentang Pembebasan Lahan untuk Jalan
Tol sesuai dengan Peraturan Presiden yang baru diterbitkan (waktu itu)
yakni Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Merujuk pada Perpres tersebut
kemudian dikaitkan dengan Penetapan Harga Ganti Rugi Tanah (Saya sedikit
kurang setuju dengan istilah Ganti Rugi, karena kesannya hanya rugi
yang diganti, kenapa tidak Ganti Untung) dalam pasal 15 ayat (1) point a dikatakan bahwa Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas Nilai Jual Obyek Pajak atau
nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak
tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia. Kemudian dilanjutkan pada ayat (2) bahwa Dalam
rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai
Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Maksud Pasal 15 ayat (1) diatas mengenai Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 15, Lembaga/Tim
Penilai Harga Tanah adalah lembaga/tim yang profesional dan independen
untuk menentukan nilai/harga tanah yang akan digunakan sebagai dasar
guna mencapai kesepakatan atas jumlah/besarnya ganti rugi. Sampai
hari ini, Penilai Independen yang diakui pemerintah adalah Penilai yang
berada dibawah Asosiasi MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia).
Sedangkan pada ayat (2) yang menetapkan Siapa yang menjadi Tim Penilai
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 15 adalah Bupati atau
Walikota, kecuali Propinsi DKI, Tim Penilai ditetapkan oleh Gubernur.
Kembali kepada masalah Ganti Rugi
Pembebasan Tanah di Jalan Elak (Aceh Tengah), apakah Pemerintah Daerah
telah menggunakan atau menetapkan siapa Tim Penilai sebagai profesional
untuk menentukan harga tanah-tanah tersebut?. Ini perlu diingatkan
kembali baik kepada Pemerintah Daerah, maupun kepada masyarakat.
Sehingga dalam hal ganti rugi tanah ini kedua pihak, yakni Pemda dan
Masyarakat sama-sama tidak dirugikan atau adil. Menurut berita ini,
pemerintah masih menawarkan pada harga Rp. 150 ribu per meter persegi,
sementara masyarakat menganggap harga tersebut tidak seusai dengan harga
pasar.
Pertanyaan saya kepada pemda
adalah, apakah pemerintah daerah Aceh Tengah telah mengikuti aturan
berdasarkan Perpres No. 36 Tahun 2005 tersebut. Kalau belum jawabannya,
atas dasar apa Pemda membuat penawaran dengan angka 150 ribu per meter
persegi tersebut. Kemudian sebaliknya juga kepada masyarakat, kalau
dikatakan bahwa mereka menuntut sesuai dengan harga pasar yakni Rp.350
ribu hingga Rp. 400 ribu per meter persegi, berapa angka pastinya dari
kisaran tersebut yang layak sebagai ganti rugi. Kemudian, pertanyaan
kepada kedua belah pihak, apakah sama harga untuk semua lokasi/posisi
tanah dan semua kondisi aset diatas tanah dimaksud, seperti bangunan dan
sarana pelengkap lainnya, kemudian bagaimana mebedakan nilai bangunan
permanen dan non permanen apabila terkena pemotongan akibat
pelebaran/pembuataan jalan.
Nah disinilah fungsi dari Penilai
Independen. Mereka akan melihat setiap objek atau tanah pada lokasi yang
mungkin saling berdekatan, namun hampir pasti memiliki keunikan dari
masing-masing objek. Tidak main asal zoning seperti yang dilakukan oleh
Kantor PBB dalam pengenaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi
Bangunan yang tercantum pada SPPT PBB kita selama ini. Umumnya mereka
mengenakan pajak tidak melihat secara detail posisi, kondisi atau
keadaan objek, lebar jalan didepannya, elevasi tanah, hingga kondisi
riil lingkungan sekitar objek secara parsial, namun “pukul rata” untuk
semua objek, atau hanya berdasarkan form Isian SPT Tahunan yang syarat
dengan manipulasi. Akibatnya, Wajib Pajak yang tanahnya memiliki
kondisi/letak lebih baik disamakan dengan yang kurang baik, atau Wajib
Pajak yang rumahnya semi permanen bahkan gubuk hampir tumbang tarif
pajak dari NJOP disamakan dengan rumah mewah atau permanen lain
disekitarnya.
Atas dasar alasan-alasan demikian,
maka diperlukan penilaian oleh Penilai Independen. Penilaian dilakukan
berdasarkan survey lapangan untuk mengidentifikasi masing-masing jenis
objek serta menentukan nilai yang benar-benar sesuai dengan nilai pasar
melalui analisis data pembanding dan adjusment terhadap karakteristik
dari masing-masing objek atau tanah, sehingga harga ganti rugi yang
ditetapkan adil bagi Pemerintah Daerah dan adil bagi Masyarakat. Karena
bagi Penilai prinsipnya bekerja profesional, walaupun banyak pemda masih
menganggap biaya untuk jasa mereka relatif mahal. Namun akan jauh lebih
mahal biaya sosial yang dapat timbul jika masyarakat tidak merasakan
keadilan pemerintah daerah dari ganti rugi tanah tersebut. Hal ini juga
bisa kita jadikan pelajaran untuk masalah pembebasan tanah pada Proyek
Pembangunan PLTA Peusangan yang juga akan dibangun di Aceh Tengah.
Demikian Wassalam [Uwein]
Posted in Properti | 2 Comments »
Sebuah Tanggapan terhadap berita berjudul PAD Bener Meriah Minus 30 Persen, di Harian Serambi Tanggal 26/10/2008.
***
Bismillahirrahmanirrahim. Bicara tentang Pengelolaan Keuangan Daerah memang sungguh menarik. Kasus
tidak tercapainya target PAD ini tidak saja terjadi di Kabupaten Bener
Meriah tapi juga di beberapa kabupaten di Indonesia. Alasannya cukup
beragam, tapi dari semua alasan yang disebutkan, satu yang tidak pernah
absen yakni kesalahan penetapan Target Pajak/Retribusi.
Kita ketahui bersama bahwa dampak dari tidak
tercapainya target PAD pada tahun berjalan akan menghambat pembangunan
di Bener Meriah pada periode yang akan datang. Walaupun biasanya
pemerintah pusat akan menutupi kekurangannya dengan Dana Perimbangan,
serta tambahan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun yang lalu
(SILPA), itupun jika ada dan mencukupi, namun apabila tidak maka program
yang telah direncanakan akan ditinjau kembali, bahkan tidak jarang
dibatalkan pelaksanaanya demi memotong pengeluaran pemerintah pada tahun
berikutnya.
Sedikit penjelasan mengenai PAD , berdasarkan sumbernya, PAD (Pendapatan asli daerah) berasal dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta
lain-lain PAD yang sah. Khusus mengenai Pajak Daerah, seperti disinggung dalam berita sebelumnya (lihat link di atas),
disebutkan bahwa Pemda Bener Meriah mengalami kesalahan dalam penetapan
Target Penerimaan, tentu harus segera dicarikan solusinya. Mungkin
benar yang dikatakan oleh beberapa pihak (di dalam milis arigayo),
seperti kemungkinan terjadi kecurangan, baik kecurangan yang dilakukan
antara Petugas Pajak maupun Wajib Pajak atau kecurangan yang dilakukan
oleh keduanya, caranya bisa dalam bentuk penyampaian laporan keuangan
ganda, laporan yang baik untuk internal/bank sedangkan yang kondisinya
buruk (atau sengaja dibuat buruk setelah diakali) untuk digunakan
sebagai dasar penetapan Pajak, misalnya PPh.
Hal ini kerap terjadi di dalam perusahaan yang suka
berbuat curang, tujuannya agar pengenaan pajak terhadap objek pajak
yang dibayar oleh wajib pajak menjadi ringan. Atau kasus lain yang
sering terjadi dalam masyarakat awam adalah kecurangan pada saat
pengisian formulir SPPT PBB, data yang disampaikan dalam isian formulir
tersebut tidak sesuai dengan kondisi objek miliknya, atau juga seperti
pencatatan Transaksi dalam akte Jual beli oleh Notaris, dimana Nilai
Transaksi yang dimasukkan didalam akte lebih rendah daripada transkasi
sebenarnya, ini juga dimaksudnkan agar PPN yang dikenakan untuk
transaksi menjadi lebih kecil, dan masih banyak contoh-contoh kasus
lainnya.
Tapi khusus untuk kasus Pemda Bener Meriah ini,
saya melihatnya dari sudut pandang lain. Saya melihat masih banyak
sumberdaya yang sebenarnya dapat dikelola dengan baik, sehingga dari
sana diharapkan memperoleh pemasukan pajak yang besar. Misalnya di
Bidang pertanian dan/ pertambangan. Diantara dua bidang ini, harapan
saya Pemda lebih konsentrasi untuk mengelola atau melakukan treatment
khusus terhadap pendapatan daerah yang berasal dari Pertanian.
Alasannya karena bidang pertanian memiliki potensi yang tidak kalah
besar sebagai sumber PAD baik berupa pajak atau retribusi hasil
pertanian dan lebih ramah lingkungan, daripada bidang Tambang yang
kurang berpihak kepada masyarakat setempat, dan juga karena Pertanian
adalah “habitatnya” masyarakat Gayo.
Sumber pendapatan lain yang dapat dimaksimalkan
seperti PBB misalnya, hal yang bisa dilakukan untuk peningkatan dari PBB
adalah motivasi kepada dua pihak yaitu Wajib Pajak dan Pemungut Pajak
berupa punishment dan reward. Bentuknya bisa
seperti kompensasi berupa pengembalian uang dalam persentase/besaran
tertentu bagi Wajib Pajak yang telah membayar pajak sebelum jatuh tempo,
sedangkan bagi Pemungutn Pajak yang mencapai target atau yang melebihi
target yang telah ditetapkan agar diberikan bonus (semacam Fee
resmi), ini akan membuat keduanya semangat untuk membayar dan memungut
Pajak, contoh Pemda yang telah melakukannya adalah Pemda Sleman. Pemda
ini memiliki SDA yang relatif sedikit, namun mampu menghasilkan PAD yang
cukup baik.
Kemudian mengenai Pembagian Penerimaan Negara. Pembagian
penerimaan pajak ini masing-masing besarnya berbeda tergantung jenis
pajaknya (PBB, BPHTB, PPh dan yang berasal dari pungutan SDA).
Seperti PBB misalnya, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang diperoleh
nantinya akan dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat,
sedangkan daerah (Propinsi & Kabupaten/ Kota) mendapat bagian yang
lebih besar yaitu 90%. Kemudian dari 90% yang diterima pemerintah
daerah, dibagi lagi untuk Propinsi yang bersangkutan 16,2%,
Kabupaten/Kota yang bersangkutan 64,8 % dan sisanya untuk biaya
pemungutan.
Sedangkan untuk ekstensifkasi sumber-sumber pajak
yang lain, kaitannya untuk menutup atau meningkatkan PAD bisa dilakukan
jika daerah Bener Meriah cukup kondusif sebagai tempat berinvestasi.
Untuk mengetahui investasi apa saja yang potensial di daerah ini, ada
hal yang bisa dilakukan. Hal yang harus dilakukan pertama kali oleh
Pemda Bener Meriah adalah dengan mengetahui aset apa saja yang dimiliki,
karena sebagian sebagian besar yang terjadi pada pemda-pemda di
Indonesia, baik Pemerintah baik Pusat dan Daerah tidak mengetahui secara
keseluruhan aset-aset yang dimilikinya. Maka sebaiknya sesegera mungkin
Pemda mulai dengan menginventarisasi dan mengelompokkan seluruh
aset-aset yang ada, dan kemudian dilanjutkan dengan Penilaian dan
Pengelolaan Aset dengan menerapkan manajemen aset yang terpadu dan
berkesinambungan.
Pengelolaan/ manajemen asset daerah ini memiliki
banyak manfaat, diantaranya dapat memetakan dengan jelas sumber-sumber
PAD, mencegah Korupsi, mencegah Pemborosan Anggaran dan merupakan usaha
Tata kelola Barang Milik Negara (BMN) menjadi lebih baik.
Contohnya seperti yang pernah dilakukan oleh Pemkab
Kutai Kertanegara (Kuker) pada tahun 2007 , Pemda tersebut melaksanakan
tender terbuka dalam beberapa paket Pekerjaan dengan satu judul proyek,
yaitu Studi Optimalisasi Aset Daerah. Didalamnya terdapat pekerjaan
Penilaian Aset (Tetap) milik Pemda (seperti Tanah, Jalan, Jembatan,
Bangunan, Mesin & Peralatan, dll). Aset-aset yang dinilai ini
merupakan data awal hasil dari inventarisasi yang dilakukan oleh
masing-masing SKPD instansi di Pemda. Dan dibarengi dengan Pekerjaan
Studi Optimalisasi Aset yang bertujuan untuk menentukan strategi dan
program dalam mengoptimalkan Aset yang ada, sehingga aset-aset pemda
tersebut memberikan benefit yang lebih besar sekaligus meminimalisir
pengeluaran untuk pemeliharaan dan pengadaan aset selanjutnya.
Dari hasil pekerjaan pertama, yaitu Penilaian, akan
diketahui Nilai Wajar dari masing-masing aset, baik asset operasional
dan non operasional (asset berlebih), kemudian juga terungkap mengenai
kelengkapan legalitas, kondisi Aset, hingga status yang menempati (yang
menggunakan) dari masing-masing asset tersebut. Mungkin orang awam
berpikir bahwa Pemda tahu benar siapa-siapa pengguna asset Negara/Pemda,
padahal kenyataannya tidak demikian. Banyak asset yang telah berpindah
tangan/berubah kepemilikan karena tidak adanya pengelolaan asset yang
benar dan bahkan banyak aset yang memiliki legalitas kepemilikan ganda
atau berstatus quo. Tentu ini merupakan suatu masalah besar yang harus
dibenahi.
Selanjutnya hasil dari penilaian ini yang nanti
akan digunakan sebagai angka-angka acuan pada neraca awal untuk setiap
nilai aktiva (tetap atau lancar berupa persediaan) dalam laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD). Menurut catatan saya, sebagian besar
Nilai Aset yang ada pada laporan Neraca keuangan daerah di Indonesia,
bisa dikatakan semu. Semu artinya tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi dilapangan atau pada kondisi aset sebenarnya. Banyak Aset yang
rusak bahkan sudah hilang namun masih tercatat dengan keterangan “Baik”
di dalam Laporan Keuangan, atau sebaliknya Aset yang masih baik, tapi
karena diterapkannya Depresiasi maka tercatat di Laporan Keuangan Pemda
menjadi sangat kecil.
Karena kecilnya angka (bisa hanya Rp. 1,-) yang
tercatat oleh pengelola keuangan daerah dikwatirkan terhapus dari
pencatatan sebagai Aset Daerah. Padahal penghapusan Aset Daerah harus
melalui persetujuan Menteri Keuangan/ atau DPRD (tergantung Nilai Aset).
Hal yang pasti adalah akuntabilitas dan penguasaan aset-aset ini sangat
riskan jika tidak benar-benar diawasi dengan baik. Inilah penyebab
utama mengapa BPK sampai saat ini memberikan pernyataan disclaimer (tidak
memberikan opini) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
akibat dari pengelolaan Barang Milik Negara yang belum dilakukan dengan
baik. Bahkan di Indonesia tercatat hanya 1 % saja Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) yang berstatus wajar tanpa pengecualian.
Fungsi nilai-nilai dari laporan Penilaian ini juga
nantinya dapat menjadi dasar pertimbangan Pemerintah Daerah dalam
menerbitkan Obligasi Daerah (seperti yang akan dilakukan Propinsi
Jakarta pada tahun 2009 mendatang). Obligasi daerah dapat dimanfaatkan
untuk mendapatkan dana dari masyarakat yang dapat digunakan untuk biaya investasi
di bidang prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan. Dan masih
banyak Benefit lain jika pemda telah memiliki Laporan Penilaian dari
Penilai Independent.
Disaat yang sama, ketika Pekerjaan
Penilaian Aset Daerah dilaksanakan, Paket pekerjaan Study Optimalisasi
Aset juga dilakukan. Untuk pekerjaan ini, Pemda Kukar meminta (didalam
tender) agar dilakukan oleh 33 Orang Tenaga Ahli pada masing-masing
bidang, dengan mensyaratkan pengalaman profesional sedikitnya 15 tahun. Ketika
itu saya ingat, tenaga ahli tersebut sebagian adalah profesional dan
akademisi dari ITB dan IPB. Mereka juga dibantu oleh masing-masing
asisten ahli untuk menganalisa potensi Sumber Daya daerah Pemkab Kukar.
Mulai dari Pertanian & Perikanan, Pertambangan, Geologi, Industri,
Perencanaan Wilayah dan Lingkungan serta beberapa orang dari disipilin
ilmu terutama Tenaga Ahli di Bidang Penilaian (Spesialis Asset Valuation), yang saat ini merupakan Profesi tersendiri, dibawah naungan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Departemen Keuangan. Penilai dan Akuntan adalah dua profesi yang berbeda. Penilai
memiliki organisasi resmi yaitu untuk Profesi adalah MAPPI kependekan
dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia dan GAPPI atau Gabungan
Perusahaan Penilai Indonesia yang menjadi naungan Perusahaan/ Asosiasi
Penilai di Indonesia.
Dari hasil pekerjaan yang mereka
lakukan, mulai dari Survey, uji laboratorium hingga mengolah data,
hasilnya kemudian dibuat dalam laporan Studi Optimalisasi Aset Pemkab Kukar, isinya diantaranya rekomendasi
dan analisis Potensi Daerah yang dapat dikembangkan menjadi
sumber-sumbaer PAD. Laporan Penilaian Aset & Laporan Study
Optimalisasi Aset Daerah ini kemudian memberi gambaran secara jelas,
bagaimana kondisi ril Aset dan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki
Pemkab Kukar, kemudian investasi apa saja yang dapat dikembangkan dan
memiliki potensi besar sebagai sumber-sumber PAD. Laporan-laporan
seperti ini yang kemudian diseminarkan pada acara-acara seperti Invesment Expo baik di dalam maupun di luar negeri, tujuannya untuk menggaet Investor Lokal dan Asing agar mau menanamkan modalnya di Daerah. Hasil studi yang pernah dilakukan pemda Kukar, bisa anda lihat di link http://www.kutaikartanegarakab.go.id/ (lebih jauh, lihat link Peluang Investasi kemudian web link Asset Manajemen.)
Selama ini yang sering menjadi
kendala umum dan selalu dikeluhkan oleh para investor dalam merencanakan
Investasi disuatu daerah termasuk Tanah Gayo adalah kurangnya informasi
Potensi Sumber Daya Alam yang jelas dan rinci yang dikeluarkan oleh
Pemda, Buruknya Infrastruktur, Perijinan yang rumit karena tumpang
tindihnya peraturan dan kewenangan, banyaknya pungli serta kondisi
keamanan setempat. Maka dengan dilakukannya Proyek Study
Optimalisasi aset ini satu persatu kendala diatas dapat diatasi, tinggal
bagaimana terwujudnya birokrasi yang baik untuk perijinan serta
keamanan yang terjamin sehingga mendukung setiap penyelenggaraan
kegiatan investasi.
Setelah Proyek Optimalisasi Aset Daerah yang
didalamnya mencakup Penilaian Aset Daerah dan Study Optimalisasi Aset
Daerah dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah Pengawasan dan
Pengendalian dari setiap Kegiatan Manajemen Aset yang sedang dilakukan,
dan terakhir dilakukan Evaluasi dari semua hasil-hasil kegiatan yang
dicapai sebelumnya untuk menentukan kebijakan yang akan datang. Pada
prinsipnya Proyek Study Optimalisasi Aset Daerah ini dilakukan hanya
sekali dalam periode tertentu, karena sifatnya lebih kepada membuat
Master Plan dan memerikan rekomendasi teknis. Sehingga pengawan dan
pengendalian sangat diperlukan untuk mengawal jalannya program-program
tersebut. Sedangkan Penilaian Aset Daerah, merupakan kegiatan Berkala,
dalam rancangan Undang-undang Penilaian yang masih digodok legislatif,
Penilaian Aset dilakukan sedikitnya 3 tahun sekali.
Penilaian ini juga merupakan salah satu bentuk yang
dapat menggambarkan kinerja Pemerintah baik di pusat maupun daerah
melalui perkembangan nilai Aktiva pada Neraca Keuangan Pemerintah, yang
masuk kedalam Laporan Keuangan (audit Laporan Keuangan Daerah dilakukan
oleh Akuntan negara seperti BPK, sedangkan Penilaian/menetukan nilai
Aktiva, dilakukan oleh Penilai Independent). Sejauhmana Pemerintah yang
sedang berkuasa menjalankan kewajiban dan fungsinya dengan baik dapat
diukur dengan jelas dalam laporan keuangan (LK) pemda dan laporan
kinerja instansi pemerintah (LAKIP)
Penilaian Aset Daerah inilah nantinya akan mempermudah manajemen Aset (Asset Management).
Contoh yang paling sederhana dan sering kita lihat atau dengar adalah
dalam hal pemanfaatan/penggunaan aset-aset pemda. Ketika ada event/
acara rapat/seminar yang diadakan penyelenggara pemerintahan baik
legislatif (DPRD) maupun eksekutif, mereka seringkali menyewa Ruang
Rapat/Ball Room di Hotel yang biayanya relatif mahal.
Sementara fasilitas ruang Rapat atau Aula (Gedung Serba Guna/GSG) yang
sudah ada di Kantor milik Pemda tidak dimanfaatkan dengan semestinya,
bahkan terkesan mubazir karena jarang difungsikan. Alasannya
pun cukup beragam, bisa karena tidak nyaman, terlalu sempit dan
lain-lain. Padahal, akan jauh lebih baik jika aset milik pemda sendiri
yang digunakan. Kekurangan-kekurangan yang ada pada Aula/Ruang
Rapat/GSG, agar dibenahi menjadi lebih baik sehingga nyaman untuk
digunakan dan pengeluaran pemerintah dapat diminimalisir, bahkan Aset
ini dapat pula disewakan kepada Pihak lain yang membutuhkan (tentunya
jika sedang tidak dipakai oleh pemda), maka ini akan memberikan tambahan
PAD bagi daerah.
Coba anda bayangkan jika ini juga
terjadi pada setiap instansi/kantor/badan yang ada di pemerintah daerah
atau bahkan pemerintah Pusat, berapa banyak pemborosan dana yang
dikeluarkan dan berapa besar uang rakyat yang dihambur-hamburkan untuk
pengeluaran yang sebenarnya dapat dihemat. Bukankah lebih baik
Anggarannya dialihkan untuk Penyediaan Fasilitas Pendidikan, Penyediaan
Sarana Kesehatan dan lain-lain yang lebih perlu. Inilah salah satu
fungsi Asset Manajemen mengapa saat ini sangat dibutuhkan, baik di
tatanan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Mungkin banyak kasus lainnya yang ingin saya
sampaikan, namun saya kira ini juga sedikit bisa mewakili dan
menggambarkan bagaimana Manajeman Aset sebagai solusi mengatasi problem
PAD serta menjadikannya sebagai pendorong terwujudnya Good Governance.
Dan semoga Pemda Bener Meriah mau menerapkan Manajemen Aset dengan
baik, manfaatnya Pemda Bener Meriah bisa lebih teliti dalam penetapkan
Target PAD dari sumber-sumber yang benar-benar prospek, bukan asal
terlihat besar, namun tidak mampu dicapai. Walaupun sebenarnya banyak
Pemerintah Daerah di Indonesia menetapkan Target Penerimaan rata-rata
40% dibawah Potensi masing-masing sumber yang mungkin dapat dicapai, hal
disebabkan agar mencari posisi aman dalam pencapaian target-target
penerimaan tersebut, namun saya rasa tidak perlu ditiru oleh pemda-pemda
di Tanah Gayo. Sebaiknya yang dilakukan adalah benar-benar menghitung
Potensi/Proyeksi penerimaan dengan cermat menggunakan asumsi-asumsi yang
wajar, walaupun nantinya bisa terjadi kegagalan karena situasi dan
kondisi yang terjadi saat itu, baik itu karena bencana alam, masalah
kemanan atau kondisi ekonomi global yang kacau seperti saat ini, namun
jalan dan langkah yang dilakukan telah benar.
Kemudian mengenai tunggakan Pajak
yang dilakukan PT. Alas Helau yang disebutkan turut menyumbang’minus’nya
PAD (seperti yang tertulis dalam berita diatas – klik link), harapan
kita semua semoga dapat diselesaikan dengan baik, dengan cara negosiasi
yang wajar dan transparan. Kondisi terakhir PT. Alas Helau ini tidak
mampu membayar pajak, karena terhentinya produksi akibat pelarangan
Penebangan Pohon di dalam wilayah hutan Aceh, pelarangan tersebut
ditegaskan dalam memoratorium penebangan hutan oleh Gubernur NAD. Saya
kira, untuk mengoptimalkan kinerja terhadap pemenuhan target PAD, pemda
Bener Meriah lebih baik konsentrasi pada penggalian potensi yang ada
yang diikuti dengan Asset Management yang baik. Sebab, jika menunggu Pihak PT. Alas Helau membayar
cicilan rasanya cukup sulit, kecuali adanya keputusan Pailit dari
pengadilan dan kemudian seluruh Asetyang ada dijual untuk membayar
tunggakan Pajak (itu juga kalau masih ada yang bisa dijual, dan
Pengadilan tidak menghapus tunggakan pajaknya)
Sedikit menyinggung mengenai
Inflasi di Tanah Gayo, saya pribadi mengharapkan pemerintah daerah dapat
menertibkan agen-agen pengecer BBM yang sudah sangat banyak di Tanah
Gayo, bahkan lokasi mereka hanya beberapa meter dari lokasi SPBU. Kenyataannya
BBM di SPBU habis seketika bukan karena dijual langsung kepada Konsumen
langsung, tapi tidak sedikit dijual kepada Agen-agen BBM dahulu. Ketika
BBM tersebut dijual kembali oleh agen-agen pengecer, selisih harga
resmi di SPBU jika dibandingkan dengan Agen pengecer BBM ini lebih
tinggi 20% bahkan lebih. Inilah salah satu penyumbang inflasi yang
tinggi di Tanah Gayo.
Terlalu panjang jalur distribusi mengakibatkan
biaya lebih tinggi, sehingga ini juga yang menjadi alasan pengelola
Transportasi turut menaikkan tarif/sewa Angkutan dan akhirnya berakibat
naiknya harga bahan-bahan pokok yang dijual di daerah dingin ini.
Sehingga juga turut berimbas pada harga jual hasil pertanian dari tanah
Gayo di luar daerah, yang cenderung relatif lebih mahal dari
daerah-daerah lain yang memiliki kondisi geografis dan jenis hasil
pertanian yang hampir sama dengan Tanah Gayo, misalnya Tanah Karo di
Sumut. Biaya Produksi yang lebih tinggi ini pada akhirnya meyebabkan
produk pertanian yang dihasilkan dari Petani Tanah Gayo harganya tidak
mampu bersaing (secara harga) dengan produk dari daerah lain walaupun
kualiatasnya jauh lebih baik, sehingga penjualan atas transkasi hasil
pertanian dan lain-lain menjadi sedikit dan tentu saja, sumber retribusi
dari pertanian sebagai salah satu jenis PAD yang diterima oleh
pemerintah juga menjadi sedikit atau rendah. Ini mungkin tambahan sebab
musabab minim atau minusnya PAD Kabupaten Bener Meriah, dan mungkin
masih banyak sebab-sebab lain, hingga PAD Bener Meriah, minus 30 %.
Saat ini adalah saat-saat menjelang Pemilu, Saya
berharap calon-calon legislatif yang akan bertarung untuk memperebutkan
kursi di DPRD tahun 2009 yang akan datang, dapat lebih berpihak kepada
Masyarakat dengan Visi Misi dan program-program yang jelas, semoga salah
satu di dalam program tersebut adalah mendukung dan proaktif mewujudkan
kegiatan berkaitan dengan pengelolaan Asset Management yang
mungkin selama ini terlupakan atau karena keterbatasan/kealpaan
pemerintah daerah (eksekutif) . Sebab ini merupakan salah satu jalan
untuk meretas kemakmuran di Tanah Gayo tercinta. Demikian, Wassalam [Uwein].
Posted in Ekonomi | Leave a Comment »
Tanggapan untuk sebuah berita pada Harian Waspada, terbit Sabtu, 15 November 2008, berjudul Jika mau, kritis di Aceh dapat diatasi.
***
Bismillahirrahmanirrahim. Terlepas siapa menyalahkan siapa, Kebijakan umum Keuangan Daerah untuk daerah otonomi khusus seperti Aceh dan Papua (termasuk Papua Barat) pada Tahun 2008 adalah untuk mendanai program Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Khusus untuk Propinsi NAD sendiri, selain 2 program tersebut, Infrastruktur menjadi salah satu dari tiga program utama yang digariskan pemerintah pusat.
Harusnya inilah yang menjadi fokus pemerintah daerah dalam kebijakan pengeluaran keuangan. Karena selama ini yang sering menjadi hambatan untuk di daerah/propinsi lain adalah tidak ada dana, tapi tidak dengan NAD, setelah kita dengar dari media bahwa pemerintah kelabakan mengelola dana triliunan rupiah dan dananya hanya disimpan, sungguh ironis kalau ini terus terjadi dan selalu berulang dari tahun ke tahun. Bisa saja kita tebak, kemungkinan yang akan dilakukan Pemprop selanjutnya adalah membeli Sertifikat Bank Indonesia. Pemerintah Daerah mengamankan dananya di BI dan berharap mendapatkan bunga 9,5 % seperti yang berlaku saat ini. Dana-dana ini nantinya diharapkan akan menambah SILPA pada tahun anggaran yang akan datang. Saya kira kalau ini yang terjadi bukanlah kebijakan yang tepat, harusnya yang menjadi parameter pemerintah daerah adalah pertumbuhan Ekonomi harus semakin meningkat yang timbul dari kegiatan investasi serta perbaikan infrastruktur dan pelayanan publik.
Saya kira dalam dana-dana tersebut ada dana yang diperuntukkan untuk daerah dataran Tinggi Gayo. Jadi teringat apa yang dikatakan Bang Fikar dalam milis Arigayo beberapa waktu yang lalu, ketika beliau mempermasalahkan Produktivitas Kopi yang rendah jika dibandingkan Brazil, Vietnam dan negara-negara lain. Salah satu penyebab utama yang mengakibatkan turunnya produktivitas tanaman keras termasuk kopi adalah umur dari tanaman kopi itu sendiri. Data Harian Kompas pada nopember 2006, pernah menyebutkan kalau tanaman kopi yang ada di Kabupaten Aceh Tengah (termasuk Bener Meriah) umurnya rata-rata telah diatas 15 tahun, bahkan tidak sedikit yang telah mencapai 30 tahun. Secara Agronomi produktivitas Tanaman Kopi yang baik umur tanaman sampai 15 tahun (mulai pertama kali dipanen usia dua tahun). Jika dibandingkan dengan umur tanaman kopi yang ada di Tanah Gayo saat ini, usianya telah melewati fase produktivitas standar yang berdampak menurunnya produksi hingga tinggal sepertiganya. Maka tidak heran walaupun perawatan tetap dilakukan, namun hasil yang dicapai tidak sesuai standar, apalagi yang terjadi selama ini malah sebaliknya, banyak kebun yang tidak dirawat, hingga petani merasakan akibatnya (belum lagi ditambah dengan Goncangan Krisis Global yang juga turut memperburuk kondisi ekonomi petani Kopi Gayo).
Seandainya saja, baik Pemerintah Kabupaten dan Propinsi melihat hal ini dengan arif, maka hal yang harus dilakukan adalah membantu petani Kopi Gayo untuk menyediakan bibit-bibit kopi yang unggul dan kemudian membantu mereka melakukan replanting atau mengganti tanaman lama terhadap kebun-kebun milik petani dengan tanaman baru menggunakan bibit-bibit unggul yang dilakukan secara bertahap, dan alangkah lebih baik lagi, selain dana dari petani sendiri program replanting ini harus didukung pembiayaannya dari pemerintah daerah, salah satunya mungkin dari Dana pembangunan yang menganggur tersebut. Dan kalau alasannya program tersebut belum dianggarkan tahun ini, maka segera anggarkan pada tahun berikutnya.
Untuk infrastruktur juga seperti itu. Pemasalahan Jalan, Jembatan dan Penerangan termasuk Air Bersih mustinya bukan merupakan kendala yang terus terjadi di Tanah Gayo, mengingat besarnya dana yang dimiliki pemerintah Aceh. Bayangkan saja, dana yang menganggur itu ada 80% dari Rp. 10 Triliun (ini baru dari otsus dan migas), belum lagi dari dana perimbangan lainnya, dan ini akan terus bisa bertambah pada tahun-tahun yang akan datang, atau malah sebaliknya, jika pemerintah daerah tidak dapat memanfaatkannya akan dialihkan untuk daerah lain, seandainya ini yang terjadi, sungguh ironis nasib Tanah Gayo nanti.
***
Bismillahirrahmanirrahim. Terlepas siapa menyalahkan siapa, Kebijakan umum Keuangan Daerah untuk daerah otonomi khusus seperti Aceh dan Papua (termasuk Papua Barat) pada Tahun 2008 adalah untuk mendanai program Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Khusus untuk Propinsi NAD sendiri, selain 2 program tersebut, Infrastruktur menjadi salah satu dari tiga program utama yang digariskan pemerintah pusat.
Harusnya inilah yang menjadi fokus pemerintah daerah dalam kebijakan pengeluaran keuangan. Karena selama ini yang sering menjadi hambatan untuk di daerah/propinsi lain adalah tidak ada dana, tapi tidak dengan NAD, setelah kita dengar dari media bahwa pemerintah kelabakan mengelola dana triliunan rupiah dan dananya hanya disimpan, sungguh ironis kalau ini terus terjadi dan selalu berulang dari tahun ke tahun. Bisa saja kita tebak, kemungkinan yang akan dilakukan Pemprop selanjutnya adalah membeli Sertifikat Bank Indonesia. Pemerintah Daerah mengamankan dananya di BI dan berharap mendapatkan bunga 9,5 % seperti yang berlaku saat ini. Dana-dana ini nantinya diharapkan akan menambah SILPA pada tahun anggaran yang akan datang. Saya kira kalau ini yang terjadi bukanlah kebijakan yang tepat, harusnya yang menjadi parameter pemerintah daerah adalah pertumbuhan Ekonomi harus semakin meningkat yang timbul dari kegiatan investasi serta perbaikan infrastruktur dan pelayanan publik.
Saya kira dalam dana-dana tersebut ada dana yang diperuntukkan untuk daerah dataran Tinggi Gayo. Jadi teringat apa yang dikatakan Bang Fikar dalam milis Arigayo beberapa waktu yang lalu, ketika beliau mempermasalahkan Produktivitas Kopi yang rendah jika dibandingkan Brazil, Vietnam dan negara-negara lain. Salah satu penyebab utama yang mengakibatkan turunnya produktivitas tanaman keras termasuk kopi adalah umur dari tanaman kopi itu sendiri. Data Harian Kompas pada nopember 2006, pernah menyebutkan kalau tanaman kopi yang ada di Kabupaten Aceh Tengah (termasuk Bener Meriah) umurnya rata-rata telah diatas 15 tahun, bahkan tidak sedikit yang telah mencapai 30 tahun. Secara Agronomi produktivitas Tanaman Kopi yang baik umur tanaman sampai 15 tahun (mulai pertama kali dipanen usia dua tahun). Jika dibandingkan dengan umur tanaman kopi yang ada di Tanah Gayo saat ini, usianya telah melewati fase produktivitas standar yang berdampak menurunnya produksi hingga tinggal sepertiganya. Maka tidak heran walaupun perawatan tetap dilakukan, namun hasil yang dicapai tidak sesuai standar, apalagi yang terjadi selama ini malah sebaliknya, banyak kebun yang tidak dirawat, hingga petani merasakan akibatnya (belum lagi ditambah dengan Goncangan Krisis Global yang juga turut memperburuk kondisi ekonomi petani Kopi Gayo).
Seandainya saja, baik Pemerintah Kabupaten dan Propinsi melihat hal ini dengan arif, maka hal yang harus dilakukan adalah membantu petani Kopi Gayo untuk menyediakan bibit-bibit kopi yang unggul dan kemudian membantu mereka melakukan replanting atau mengganti tanaman lama terhadap kebun-kebun milik petani dengan tanaman baru menggunakan bibit-bibit unggul yang dilakukan secara bertahap, dan alangkah lebih baik lagi, selain dana dari petani sendiri program replanting ini harus didukung pembiayaannya dari pemerintah daerah, salah satunya mungkin dari Dana pembangunan yang menganggur tersebut. Dan kalau alasannya program tersebut belum dianggarkan tahun ini, maka segera anggarkan pada tahun berikutnya.
Untuk infrastruktur juga seperti itu. Pemasalahan Jalan, Jembatan dan Penerangan termasuk Air Bersih mustinya bukan merupakan kendala yang terus terjadi di Tanah Gayo, mengingat besarnya dana yang dimiliki pemerintah Aceh. Bayangkan saja, dana yang menganggur itu ada 80% dari Rp. 10 Triliun (ini baru dari otsus dan migas), belum lagi dari dana perimbangan lainnya, dan ini akan terus bisa bertambah pada tahun-tahun yang akan datang, atau malah sebaliknya, jika pemerintah daerah tidak dapat memanfaatkannya akan dialihkan untuk daerah lain, seandainya ini yang terjadi, sungguh ironis nasib Tanah Gayo nanti.
Semoga saja pemerintah daerah pandai mengelola
dana-dana tersebut agar dapat dinikmati masyarakat tentunya apabila
Pemkab Aceh Tengah dan Pemprop NAD dapat bekerjasama dengan baik, saling
percaya satu sama lain, dan juga tidak bisa dilupakan harus didukung
dengan pengawasan yang ketat atas pengelolaan/penggunaan dana-dana
tersebut. Wassalam [Uwein]
Posted in Ekonomi | Leave a Comment »
Spektakuler karena acara yang dikemas sangat apik
ini dihadiri lebih dari 500 orang Gayo yang berada di wilayah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok & Bekasi). Bahkan
dalam acara itu juga dihadiri oleh Bupati Bener Meriah Ir. Tagore AB,
Bupati Aceh Tengah Ir.H.Nasaruddin MM, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang diwakili oleh Letjen Nurrohaman serta perwakilan Kedutaan Besar Malaysia.
Acara ini menjadi istimewa karena grup-grup Didong
yang bertarung bukan mewakili grup-grup kampung seperti biasa, tapi
mereka mewakili 2 kabupaten yang ada di Dataran Tinggi Gayo, yakni Aceh
Tengah dan Bener Meriah. Ceh-cehnya (Penyair) pun tak kalah istimewa,
mereka merupakan ceh-ceh yang telah memiliki nama besar di Jagad
Perdidongan, bahkan kedua Bupati juga “turun tangan” menjadi ceh untuk
memperkuat grup dari daerahnya masing-masing. Kabupaten Bener Meriah
memboyong langsung 7 orang Ceh-ceh andalan dari Tanah Gayo, mereka
adalah M Isa, Baharudin, Iriansyah, Karyawandi, Mahlil Lewa, Iskandar,
Abdul Rahman, Alhuda sedangkan Kabupaten Aceh Tengah pun tak mau kalah,
membawa serta ceh (Penyair) terbaiknya seperti Mahlil, Win Kul, Saladin, Rahmatsyah, Kasman, Karwan, Amran, dan Karmin.
Pertarungan antar kedua grup Didong tersebut
disiarkan secara live oleh TVRI selama 1 jam, yang dimulai pada jam 11
malam. Jadwal tersebut mundur 1 jam dari rencana semula karena alasan
non teknis. Sebelum acara didong tersebut dimulai, terlebih dahulu
diawali dengan nyanyi bersama lagu wajib Tawar Sedenge karangan Alm. AR.
Moese. Kemudian dilanjutkan beberapa kata sambutan oleh panitia,
pengurus Musara Gayo dan pejabat berwenang.
Acara-acara yang tak kalah seru setelah kata
sambutan dan sebelum acara didong dimulai adalah “Sebuku” (seni ratapan)
yang dibawakan oleh si anak seribu pulau, Ceh Kucak Kabri Wali dan
Hilawati atau yang akrab disapa “Inen Aina”. Puisi dengan Judul Takengon
29 ribu kaki yang dibawakan oleh Fikar W. Eda juga terdengar lantang
dan menggelegar mengisi sela-sela haru birunya sebuku yang tersedu-sedu
sambil diiringi lengkingan Cello yang digesek malu-malu oleh Jassin
Burhan si pemuda berbaju biru serta Penari Guel yang menari-nari di atas
Sirip Ekor Pesawat DC 3 yang tepat berada di belakang panggung.
Acara seni berkhazanah gayo lainnya yang disuguhkan
secara berurutan adalah lantunan lagu “Takengon” oleh Grup Buntul Kubu
kemudian Marawis yang dibawakan oleh anak-anak kecil keluarga aceh Bambu
Apus, Serta Tembang-tembang lawas dari Gayo, salah satunya berjudul
Jempung oleh grup Gayo Sebayung (Setu, Bambu Apus dan Cipayung – nama
daerah di Jakarta Timur). Selanjutnya lagu berjudul “Geremukunah” yang
dibawakan dengan bersemangat oleh ULes, Pio, Nanda dan Citra, 4 orang
kekanak beru penerus seniman gayo yang rata-rata masih duduk di bangku
SD.
Selain ceh-ceh didong, Bener Meriah juga membawa
Sakdiah, seorang artis Gayo yang memiliki suara khas dan merdu. Malam
itu dia didaulat menyanyi bersama Artis Aceh Tengah, Abadi, yang
membawakan beberapa lagu gayo. Sakdiah dalam lagunya Ulak Ku Gayo dan Abadi dengan tembang Ampung-ampung Kulo
mampu membius para penonton yang membawa kocek berlebih. Mirip istilah
Saweran yang ada di Jawa Barat atau Tor-tor di Sumatera Utara, kedua
artis ini dihujani amplop dan beberapa lembar uang kertas berwarna biru
yang dari jauh nampak seperti pecahan 50.000-an dari masing-masing orang
(penyawer) yang naik ke atas panggung.
Tepat sebelum pukul 23.00 wib, acara kemudian
diambil alih oleh Pihak TVRI untuk persiapan acara Live. Untuk
menyukseskan acara live selama sejam kedepan maka para penonton diajak
latihan sesaat, kapan harus tepuk tangan dan mengatur posisi penonton.
Menurut informasi, acara malam “Didong Jalu Semalam Suntuk” yang
disiarkan TVRI secara live hanya 1 jam dengan beberapa kali pemotongan
iklan, namun sebenarnya acara Off Airnya berlangsung hingga pagi,
sebelum azan subuh berkumandang. Sepanjang Pertarungan, masing-masing
Grup yang terdiri dari 7 Orang Ceh dan 30 Orang Penepuk (Tangan &
Bantal) tersebut membawakan Didong selama 30 menit secara bergantian.
Pertarungan kedua Tim dinilai oleh 3 Orang Juri dan
1 Orang Pengamat. Kriteria dari penilaian Karya Seni Didong Gayo di
Bagi dalam 3 Parameter. Parameter-parameter tersebut seperti Kekata (Lirik), Sintak (Lagu) dan Penampilan serta Improvisasi.
Poin-poin yang menjadi amatan Juri untuk Parameter Kekata
(Lirik), yaitu harus berbobot Interaktif, Simultan, Tajam, Mengena,
Bijak & Simpatik, Lemah Lembut & Tidak Kasar. Sementara untuk
Parameter Sitak (Lagu) yang menjadi syarat adalah Irama Tradisional
Gayo, Merdu, Memukau, Suara Indah, Sfesifik, Gempar, Serak Basah
(Parau/Payo), sedangkan untuk Parameter terakhir yang dinilai adalah
Penampilan dan Improvisasi, disini para pemain Didong harus Kompak/Kelop
Gerakan Ritmis, Beden-beden, Kertek Jemari, Tingkah Tepok, Tepok Rucang
dan Kostum.
Sayangnya kedua belah Grup yang bertanding, baik
dari Grup “Didong Aseli Bener Meriah” dan Grup “ Didong Aseli Aceh
Tengah” tidak melakukan apa yang disyaratkan oleh Juri. Pertarungan
Didong yang sengit itu saling mengeluarkan sindiran dan pujian kepada
masing-masing pesaing. Mendengar lantunan para ceh yang kocak, kerap
kali mengundang gelak tawa penonton yang hadir pada malam itu. Karena
sulit bagi juri untuk memutuskan mana yang terbaik atau yang lebih baik
diantara Grup Didong Jalu ini, maka diputuskan Juara “Kesatu” diberikan
Kepada Grup Bener Meriah, dan Juara “Pertama” Jatuh Pada Grup Aceh
Tengah”. Sebagai hadiah untuk para ceh, diberikan tropi dan piagam dari
pihak panitia.
Persiapan hajatan besar ini termasuk relatif
singkat, yaitu kurang lebih 4 hari, namun telah memberikan tontonan yang
menghibur dan sangat memuaskan bagi penonton yang bertahan hingga pukul
5 pagi. Menariknya, walaupun acara hingga subuh, sebagian besar
penonton mulai dari balita hingga lanjut usia terlihat antusias dan
tetap menyaksikan acara ini hingga selesai. Menurut panitia, misi yang
paling penting bukan hanya bertanding tetapi mengenalkan seni dan budaya
gayo kepada dunia luar atau setidaknya untuk anak-anak dari keturunan
gayo yang kurang mengenal adat leluhurnya karena terlalu lama tinggal
diluar Tanah Gayo. Diantara penonton yang hadir malam itu, terlihat
beberapa orang asing seperti dari Jepang dan Amerika.
Terakhir, saat penutupan acara ini pihak panitia juga menyampaikan
bahwa Grup Didong Aceh Tengah akan tampil di Malaysia atas undangan
Pemerintah Negara itu pada tanggal 23 Juni 2008, sedangkan Grup Didong
Bener Meriah juga diundang oleh Kerajaan Brunei Darussalam untuk tampil
di sana Pada Bulan Juli 2008. WassalamGAYO Nusantara.
No comments:
Post a Comment