Ganti Rugi Tanah di Tanah Gayo
December 29, 2008 by uwein
***
Bismillahirrahmanirrahim. Pertama
kita patut memberikan apresiasi kepada masyarakat Jalan Elak atas
kesediaannya turut serta dalam mewujudkan program pembangunan Pemerintah
Daerah. Walaupun kenyataannya pihak masyarakat masih keberatan atas
harga Ganti Rugi tanah yang ditawarkan oleh Pemkab Aceh Tengah.
Melihat persolan yang terjadi, saya teringat ketika menjadi panitia pada sebuah Seminar Nasional tentang Program Percepatan Pembangunan 1000 KM Jalan Tol di Jakarta pada awal tahun 2006. Seminar
ini diselenggarakan oleh Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
bekerjasama dengan Bank Dunia dan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia.
Salah satu isu yang dibahas adalah Tentang Pembebasan Lahan untuk Jalan
Tol sesuai dengan Peraturan Presiden yang baru diterbitkan (waktu itu)
yakni Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Merujuk pada Perpres tersebut
kemudian dikaitkan dengan Penetapan Harga Ganti Rugi Tanah (Saya sedikit
kurang setuju dengan istilah Ganti Rugi, karena kesannya hanya rugi
yang diganti, kenapa tidak Ganti Untung) dalam pasal 15 ayat (1) point a dikatakan bahwa Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas Nilai Jual Obyek Pajak atau
nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak
tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia. Kemudian dilanjutkan pada ayat (2) bahwa Dalam
rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai
Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Maksud Pasal 15 ayat (1) diatas mengenai Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 15, Lembaga/Tim
Penilai Harga Tanah adalah lembaga/tim yang profesional dan independen
untuk menentukan nilai/harga tanah yang akan digunakan sebagai dasar
guna mencapai kesepakatan atas jumlah/besarnya ganti rugi. Sampai
hari ini, Penilai Independen yang diakui pemerintah adalah Penilai yang
berada dibawah Asosiasi MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia).
Sedangkan pada ayat (2) yang menetapkan Siapa yang menjadi Tim Penilai
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 15 adalah Bupati atau
Walikota, kecuali Propinsi DKI, Tim Penilai ditetapkan oleh Gubernur.
Kembali kepada masalah Ganti Rugi
Pembebasan Tanah di Jalan Elak (Aceh Tengah), apakah Pemerintah Daerah
telah menggunakan atau menetapkan siapa Tim Penilai sebagai profesional
untuk menentukan harga tanah-tanah tersebut?. Ini perlu diingatkan
kembali baik kepada Pemerintah Daerah, maupun kepada masyarakat.
Sehingga dalam hal ganti rugi tanah ini kedua pihak, yakni Pemda dan
Masyarakat sama-sama tidak dirugikan atau adil. Menurut berita ini,
pemerintah masih menawarkan pada harga Rp. 150 ribu per meter persegi,
sementara masyarakat menganggap harga tersebut tidak seusai dengan harga
pasar.
Pertanyaan saya kepada pemda
adalah, apakah pemerintah daerah Aceh Tengah telah mengikuti aturan
berdasarkan Perpres No. 36 Tahun 2005 tersebut. Kalau belum jawabannya,
atas dasar apa Pemda membuat penawaran dengan angka 150 ribu per meter
persegi tersebut. Kemudian sebaliknya juga kepada masyarakat, kalau
dikatakan bahwa mereka menuntut sesuai dengan harga pasar yakni Rp.350
ribu hingga Rp. 400 ribu per meter persegi, berapa angka pastinya dari
kisaran tersebut yang layak sebagai ganti rugi. Kemudian, pertanyaan
kepada kedua belah pihak, apakah sama harga untuk semua lokasi/posisi
tanah dan semua kondisi aset diatas tanah dimaksud, seperti bangunan dan
sarana pelengkap lainnya, kemudian bagaimana mebedakan nilai bangunan
permanen dan non permanen apabila terkena pemotongan akibat
pelebaran/pembuataan jalan.
Nah disinilah fungsi dari Penilai
Independen. Mereka akan melihat setiap objek atau tanah pada lokasi yang
mungkin saling berdekatan, namun hampir pasti memiliki keunikan dari
masing-masing objek. Tidak main asal zoning seperti yang dilakukan oleh
Kantor PBB dalam pengenaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi
Bangunan yang tercantum pada SPPT PBB kita selama ini. Umumnya mereka
mengenakan pajak tidak melihat secara detail posisi, kondisi atau
keadaan objek, lebar jalan didepannya, elevasi tanah, hingga kondisi
riil lingkungan sekitar objek secara parsial, namun “pukul rata” untuk
semua objek, atau hanya berdasarkan form Isian SPT Tahunan yang syarat
dengan manipulasi. Akibatnya, Wajib Pajak yang tanahnya memiliki
kondisi/letak lebih baik disamakan dengan yang kurang baik, atau Wajib
Pajak yang rumahnya semi permanen bahkan gubuk hampir tumbang tarif
pajak dari NJOP disamakan dengan rumah mewah atau permanen lain
disekitarnya.
Atas dasar alasan-alasan demikian,
maka diperlukan penilaian oleh Penilai Independen. Penilaian dilakukan
berdasarkan survey lapangan untuk mengidentifikasi masing-masing jenis
objek serta menentukan nilai yang benar-benar sesuai dengan nilai pasar
melalui analisis data pembanding dan adjusment terhadap karakteristik
dari masing-masing objek atau tanah, sehingga harga ganti rugi yang
ditetapkan adil bagi Pemerintah Daerah dan adil bagi Masyarakat. Karena
bagi Penilai prinsipnya bekerja profesional, walaupun banyak pemda masih
menganggap biaya untuk jasa mereka relatif mahal. Namun akan jauh lebih
mahal biaya sosial yang dapat timbul jika masyarakat tidak merasakan
keadilan pemerintah daerah dari ganti rugi tanah tersebut. Hal ini juga
bisa kita jadikan pelajaran untuk masalah pembebasan tanah pada Proyek
Pembangunan PLTA Peusangan yang juga akan dibangun di Aceh Tengah.
Demikian Wassalam [Uwein]
About these ads
No comments:
Post a Comment