Penyebaran Islam ke Asia Tenggara
Umat Islam merupakan penduduk mayoritas Asia Tenggara, menurut para
ahli, islamisasi di kawasan ini berlangsung secara damai dan melalui
proses panjang yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Menurut
sumber sejarah lain, masa awal sejarah Islam di Asia tenggara masih
rumit. Karena, terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli
dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit
dipertemukan satu sama lain.
Ditinjau dari aspek daerah Asia Tenggara yang berperan sebagai salah
satu jalur perdagangan yang diminati oleh para pedagang. Jalur
perdagangan itu masyhur dikenal sebagai jalur sutra laut yang membentang
dari mulai Laut Merah – Teluk Persia – Gujarat – Bergal – Malabar –
Semenanjung Malaka – hingga ke Cina.
Keseluruhan perjalanan sejarah umat Islam di Asia Tenggara telah
menyebabkan terjadinya pergumulan sekaligus akulturasi dan asimilasi
dengan budaya lokal. Ketidaksesuaian antara Islam dengan elemen-elemen
adat atau tradisi lokal yang ada, telah menimbulkan konflik. Namun,
dengan adanya konflik teersebut, juga membuahkan budaya baru yang
dinamis dan unik yaitu peradapan Islam di Asia Tenggara.
Sejarah Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional. Mulai abad VII dan VIII ( abad I dan II Hijriyah ), para
muslim dari Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran
dan perdagangan sampai ke negeri China.
Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqash, adalah seorang mubaligh dan
sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia adalah pembawa agama Islam sekaligus
pendiri masjid di Canton.
Apabila gambaran tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara sejak abad
VII sampai abad XI banyak berdasarkan berita-berita Cina, bukti-bukti
arkeologis mengenai hal yang sama dikuatkan oleh penemuan beberapa nisan
yang diperkirakan berasal dari abad XI. Sebagaimana, nisan itu
bertuliskan huruf Arab dan nisan yang lain tulisannnya mirip tulisan
Jawi ( Arab-Melayu ). Dari bukti arkeologis itu terlihat bahwa Islam
telah datang di daerah Campa dan membentuk komunitas muslim sekitar abad
XI.
Kedatangan Islam sejak abad VII sampai abad XII di beberapa daerah
Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahab pembentukan komunitas
muslim yang mayoritas terdiri dari para pedagang. Abad XIII sampai abad
XVI, terutama munculnya kerajaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan
dari penyebaran Islam. Pada gelombang pertama, penyebaran Islam
menghadapi masyarakat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yang
masyarakatnya masih memiliki struktur pemerintahan semacam desa atau
kesatuan desa dengan kepercayaan dinamisme dan animisme. Pada gelombang
kedua, yang dimulai sejak abad XIII, penyebaran Islam lebih mantab dan
luas. Hal ini bisa dilihat pada berdirinya kerajaan Islam pertama di
Asia Tenggara pada abad XIII di pesisir Aceh Utara, tepatnya di
Lhokseumawe.
Sejak kerajaan Samudera Pasai tubuh dan berkembang, yaitu sejak abad
XIII sampai akhir abad XVI, pelayaran dan perdagagan antara muslim dari
Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Sri langka semakin ramai. Mereka
bukan hanya mendatangi ibukota Kerajaan Samuderai Pasai, tetapi juga
meneruskan pelayaran dan perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Penetrasi Islam secara kasar dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap
pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan
kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit dalam kurun abad
ke-14 dan ke-15. Sejak datangnya kekuasaan kolonialisasi Belanda
Indonesia, Inggris, di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina,
sampai awal abad ke – 19. Sedangkan tahap ketiga bermula awal abad ke 20
terjadi liberalisasi kebikjasanaan pemerintah kolonial, terutama
Belanda di Indonesia. Dalam tahapan – tahapan ini kita akan melihat
proses Islamisasi Asia Tenggara sampai mencapai tingkat seperti
sekarang.
Penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merangkum 11 negara
(states) yaitu Indonesia, Malaysia, Muangthai, Singapura, Filipina,
Brunei Darussalam, Burma (Myanmar), Vietnam, Laos, Kamboja, dan Timor
Leste. Dalam negara-negara tersebut terdapat lebih dari 378 etnis dan
suku bangsa, 5 agama besar di dunia, beberapa bahasa ibu dan bahasa
pengantar (Lingua Franca)
Kondisi sosial yang unik karena di dalamnya terkandung kultur yang
beraneka warna adat budayanya. Bahkan, pada saat ini pun, kepercayaan
nenek moyang atau sistem tradisional lainnya, seperti adat, masih kuat
bertahan. Apa yang diambil masyarakat setempat dari sistem kepercayaan
ini terutama unsur-unsur mistik dan metafisik. Demikian pula sistem adat
dan tradisi pribumi sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisif.
Semua kenyataan ini membuat Islam yang bersifat universal itu lebih
cepat diterima sebagai faktor integratif, identifikasi, dan mekanisme
pertahanan diri dalam menghadapi penjajah.
Di dalam struktur kota semacam ini ( kota pelabuhan yang merupakan
pusat Islam yang dinamis), dimana ulama’ borjuis bermukim, terdapat
ketergantungan timbal balik antara kegiatan perdagangan (merkantil)
dengan pembangunan dan pemeliharaan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Lembaga ini sangat penting bagi bertahannya karakter kota Islam dan juga
bagi penyebaran Islam ke pedalaman dan pedesaan.
Kondisi Pengetahuan Agama Pada Masa-masa Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Berdasarkan dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban (
perkotaan ) dan bahwa peradapan Islam pada hakikatnya adalah urban,
Johns menyatakan bahwa Islamisasi Nusantara bermula dari kota – kota
pelabuhan yang ada. ( perlu diketahui, kata “Nusantara” pada makalah ini
bermaksud untuk menyebut seluruh wilayah Asia Tenggara) Di perkotaan
itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat
pengembangan intelektual Islam atas perlindungan peresmi, yang kemudian
memunculkan tokoh-tokoh ulama intelektual. Mereka mempunyai jaringan
keilmuan yang luas baik dalam maupun luar negeri sehingga menunjang
pengembangan Islam dan gagasan-gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan
semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak
abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawuf yang berkembang luas di
Nusantara. Karakter pengorganisasian yang inheren dalam jaringan semacam
ini memberikan momentum yang terus menerus bagi pengembangan Islam.
Perkembangan dan Corak Tafsir Hadits pada Masa Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Pada masa penyebaran Islam di Asia Tenggara, terdapat proses konversi
terhadap Islam dan peningkatan kesadaran dan upaya untuk lebih memahami
dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin –doktrin yang sebenarnya,
yang bersih dari bid’ah dan pertempuran dengan unsur – unsur non Islami
lainnya. Dalam istilah yang lebih populer, proses ini disebut sebagai
kembali kepada Al Qur’an dan Hadits atau mengikuti praktek-praktek yang
diamalkan oleh kaum Salaf di zaman klasik Islam. Proses ini menimbulkan
sikap kepengikutan yang ketat pada syari’ah, sebagaimana diperinci dalam
fiqh.
Kalangan masyarakat merkantilisme muslim di kota-kota pelabuhan yang
memerlukan kepastian hukum dalam menjalankan perdagangan mereka yang
bersifat internasional itu. Ketentuan-ketentuan syari’ah mengenai
perdagangan cukup memadai untuk memberikan kepastian hukum, dan lebih
lanjut keamanan dalam perdagangan. Milner membuktikan bahwa sejak awal
kehadiran Islam, syari’ah telah membuktikan bahwa sejak awal kehadiran
Islam, syari’ah telah diterima dan diterapkan oleh masyarakat-masyarakat
muslim setempat, terlepas dari perbedaan – perbedaan tingkat
pengkampanyeannya dan motivasi penguasa lokal untuk mendukung
penerapannya itu.
Analisis
Ditinjau dari berbagai faktor, baik yang inheren di dalam Islam itu
sendiri ataupun faktor-faktor sosial dan lain-lain, yang ditempuh
masyarakat Asia Tenggara sejak kedatangan Islam sampai sekarang secara
bersama-sama baik secara langsung maupun tidak, mempunyai andil
masing-masing dalam proses Islamisasi sekaligus intensifikasi kesadaran
keislaman. Sekelompok faktor-faktor kesejarahan yang kompleks itu
terlalu rumit untuk bisa dijelaskan dengan suatu teori dan argumen
tertentu. Karena, dengan memaksakan penerimaan atau berpegang teguh pada
suatu teori tertentu hanya akan mengakibatkan pemikiran yang dangkal,
dan dapat menjerumuskan dalam distorsi kesejarahan. Yang paling penting,
muslim di Asia Tenggara tumbuh dalam kepaduan dan keyakinan mereka.
Walaupun pada akhirnya, mereka menemukan jalan lain tetapi masih
disepakati dalam koridor keislaman.
Kesimpulan
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam sebagai agama universal
mempunyai mekanisme yang khas di dalam dirinya, yang mampu
mengakomodasikan setiap perkembangan yang ada tanpa harus mengorbankan
eksistensinya sebagai agama wahyu. Proses Islamisasi yang dinamis mampu
diterima oleh mayoritas penduduk Asia Tenggara. Islam di kawasan ini
menyesuaikan dengan latar belakang budaya masyarakatnya. Proses yang
berliku-liku menyebabkan perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di
wilayah Asia Tenggara. Hal ini juga menimbulkan perbedaan di dalam
penghayatan, pengamalan Islam di kalangan penganutnya. Tapi, satu hal
lagi yang pasti, dinamika Islamisasi dan intensifikasi keislaman itu
tidak pernah berhenti sampai sekarang dalam berbagai bentuk
perwujudannya. Didukung minat pemuda-pemudi Islam dengan selalu haus
pada ilmu pengetahuan yang terus meneliti tentang agamanya melalui
lembaga pendidikan Islam atau media lainnya.
No comments:
Post a Comment