Ulama Aceh
Syaikh Muda Wali Al khalidi
(Cahaya Yang Sangat Terang, Bahtera Yang sangat Luas dari Aceh)
Abuya Muda Waly
Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda, beliau mengungkapkan
niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada
ayahnya, Syekh H.Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang
mendengarkan niat beliau. Apalagi Syekh H.Muhammad Salim telah
mengetahui bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang
dipelajari di Pesantren Bustanul Huda.
Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung Syekh Muda Waly, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di Blang Pidie, Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya, Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar.
Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban, menteri muda pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Dianatar kiatabynag dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun. Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terkhit Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil. Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yangdiberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kaletidak lebihdari pengetahuan yang beliau miliki dan apabial beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juag akan sanggup menjelaskan seperti syarahann yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Basri. Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan KruengKale sebagai guru beliau . Bagi Syekh Muda Waly, cukuplah sebagai bukti kebesaran Syekh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale. Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang. inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab-kitan kuning, Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.
Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siangso, sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus, tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit.
Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar, Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly,timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar, Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo, Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar.
Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal ,bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.
Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkandiri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan :
Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung Syekh Muda Waly, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di Blang Pidie, Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya, Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar.
Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban, menteri muda pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Dianatar kiatabynag dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun. Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terkhit Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil. Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yangdiberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kaletidak lebihdari pengetahuan yang beliau miliki dan apabial beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juag akan sanggup menjelaskan seperti syarahann yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Basri. Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan KruengKale sebagai guru beliau . Bagi Syekh Muda Waly, cukuplah sebagai bukti kebesaran Syekh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale. Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang. inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab-kitan kuning, Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.
Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siangso, sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus, tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit.
Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar, Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly,timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar, Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo, Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar.
Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal ,bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.
Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkandiri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan :
- Cita-cita melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan tujuan memperdalm ilmu agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.
- Di normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran agama.Disana diajarkan ilmu matematika,kimia,biologi,ekonomi,ilmu falak,sejarah Indonesia,bahasa inggris.bahasa belanda,ilmu khat dan pelajaran olahraga.
- Di normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di lembaga tersebut,Di situ para pelajar diwajibkan memakai celana ,memakai dasi,ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum diatas.Menurut hemat Syekh Muda Waly,kalau begini,lebih baik beliau pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.
Setelah beliau keluar dari Normal Islam,beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub,penerjemah Ihya `ulumuddin .Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syekh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh,tetapi menetaplah dulu di Padang,barangkali ada manfaatnya.
Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di sebuah surau yaitu di Surau Kampung Jao.Setelah shalat maghrib kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para jamaah.rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di sampaikan menurut Syekh Muda Waly tidak tepat,maka beliau membetulkan.sehingga ustaz itu dapat menerima.sedangkan jamaah para hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat ustaz itu.
Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau supaya datang kesurau itu untuk menjadi imam solat dan mengajarkan ilmu agama . Begitulah dari hari ke hari,ayahku mulai dikenal dari satu surau ke surau yang lain , dan dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang padang, tetapi dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan ummat islam Sumatra barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran beliau dalam ilmi fiqh, tasawwuf, nahu dan lain. Barulah sejak itu beliau dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh.
Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat-sunat’ seperti masalah usalli,masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan,hari raya ‘Id al –fitr dan lain lain.Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda.
Syekh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran,dan pendidikannyai,tentu saja berpendirian dalam semua masalah masalah itu seperti pendirian para ulama Aceh sejak zaman dahulu,karena semua ulama Aceh khususnya dalam bidang syari’at dan fiqh islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain.Apalagi ulama ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri,Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala],Ssyeikh Hamzah Fansuri,Syekh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain.Semuanya bermazhab Syafi`I dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari``at dan fiqh Islam kecuali hamya perbedaan pendapat dalam masalah tauhid yang pelikdan sangat mendalam ,yaitu masalah Wahdah al-Wujud,juga masalah hukum Islam yang berkaitan dengan politik,seperti masalah wanita menjadi raja.
Karena itulah maka semua masalah masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syekh Muda Waly dalil dalil hukum dan alasan alasannya ,al Qur’an dan hadist ,dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah ,maka terkenallah beliau di kota padang dan mulai dikenal pula oleh seorang ulama besar di kota padang itu,yaitu syeikh Haji Khatib Ali,ayahandanya Prof.Drs.H. Amura.Syeikh Khatib Ali ulama besar ahli al-sunnah wa al-jama’ah dipadang .Murid daripada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah.beliu mendapat ijazah ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah Tariqat Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah al-mukarramah.Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena kegigihannya mempertankan `aqidah ahli al-sunnah wa al-jama`ah dan mazhab syafi`i, di samping pula beliu adalah menantu seorang ulama besar dalam ilmu syari`at dan tariqat,yaitu Syeikh sa`ad Mungka. Syeikh sa`ad Mungka .Syekh Khatib Ali sangat tertarik kepada Syekh muda Waly sehingga beliau menjodohkan Syekh Muda Waly dengan seorang family beliau yaitu Hajjah Rasimah,yang akhirnya melahirkan Syekh prof.Muhibbuddin Waly.Sejak itulah kemasyhuran Syekh Muda Wali semakin meningkat dan terus ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam kelompok para ulama kaum tua,tetapi beliau secara tidak langsung juga mengambil hal-hal hal yang baik dari ulama-ulama lainnya, seperti orahg tuanya Buya Hamka,Haji rasul.
Kemudian Syekh Muda waly juga berkenalan dengan Syekh Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama besar Padang tersebut. Hubungan beliau dengan Syekh Muda Waliy pada mulanya hanya sekadar guru dan murid. Syekh Jamil Jaho adalah seorang Ulama Minangkabau,murid Syekh Ahmad Khatib. Beliau diakui kealimannya oleh ulama lainnya terutama dalam ilmu bahasa arab. Di Pesantren jaho itulah Syekh Muhammad Jamil Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba pengetahuan Syekh Muda Waly pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada Syekh Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syekh Muda Waly dengan berbagai ilmu alat. Rupanya semua debatan tersebut dapat dijawab oleh Syekh Muda Waly. Dari situlah, Syekh Muda Waly semakin terkenal dikalangan para ulama Minangkabau. Akhirnya Syekh Muda Waly dinikahkan dengan putri Syekh Muhammada Jamil Jaho yaitu dengan seorang putrinya yang juga alim, Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan Syekh H.Mawardi Waly. Akhirnya syekh Muda Waly menempati rumah pemberian paman istri beliau yang pertama, Hajjah Rasimah. Rumah itu terdiri dari dari dua tingkat. Pada bagian bawahnya di gunakan sebagai madrasah tempat majlis ta`lim.
Apabila datang hari hari besar islam ummat Islam di Kota Padang beramai ramai datang kerumah tersebut. Para Ulama Kota Padang khususnya sering berdatangan ke rumah tersebut karena bila tak ada undangan Syekh Muda Waly sibuk mengajar dan berdiskusi dengan para ulama lainnya Apalagi dalam rumah itu juga tinggal seorang ulama besar lain, Syekh Hasan Basri, menantu dari Syekh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari istri beliau Hajjah Rasimah. Pada tahun 1939 Syekh Muda Waly menunaikan ibadah haji ketanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah rabi`ah. Selama di Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan .Selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syekh Ali Al Maliki, pengarang Hasyiah al - Asybah wan nadhaair bahkan beliau mendapat ijazah kitab kitab hadis dari Syekh Ali Al Maliki .
Selama di Makkah Syekh Muda Waly seangkatan dengan Syekh Yasin Al fadani, seorang ulama besar keturunan Padang yang memimpin Lembaga Pendidikan Darul Ulum di Makkah al mukarramah .
Pada waktu Syekh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat shalat beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Rasulullah Saw.Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi dengan tongkatnya.tetapi pada saat Syekh Muda Waly sedang bermunujat dekat makam Rasullualah,beliau didekati oleh polisi,ingin memukul beliau,maka Syekh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan membiarkan beliau duduk lama didekat maqam Nabi SAW.Di Madinah Syekh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir.Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir,tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah.Istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia.akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir.
Selama beliau di Makkah ataupun Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun.Hal ini kemungkinan besar karena dua hal :
- Karena beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan ,waktu yang sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama.Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya.
- pada umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat,mengambil ijazah, dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan.Karena pada bualn Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur.Semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk beribadah.Sedangkan Syekh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam bulan Ramadhan .
Kepulanngan Syekh Muda Waly dari tanah suci beliau mendapat
sambutan dari murid murid beliau serta dari ulama ulama Minangkabau
lainnya seperti Syekh `Ali Khatib, syekh Sulaiman Ar Rasuli, Buya syekh
Jamil Jaho. Hal ini dikarenakan,dengan kembalinya Syekh Muda Waly, maka
bertambah kokoh dan kuatlah benteng Ahlussunnah wal jamaah di padang
khususnya.
Dikalangan ulama ulama besar itu, Syekh Muda Waly merupakan yang termuda diantar mereka, sehingga dalam perdebatan perdebatan ilmu keagamaan yang populer pada masa itu, Syekh Muda Waly lebih didahulukan oleh ulama dari kelompok kaum tua untuk menghadapi ulama dari kaum muda. Uniknya kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang orang muda dari kedua belah pihak. Sehingga antara ulama tua dari kedua belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat.
Walaupun Syekh Muda Waly telah memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas,namun ada hal yang belum memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang beliau miliki belum mampu menenangkan batin beliau , akhirnya beliau memutuskan untuk memasuki jalan tasauf sebagaiman yang telan ditempuh oleh ulama- ulama sebelumnya. Apabila Ar Ranirin di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan Syekh Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Teungku Syiah Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syekh Muda Waly memilih Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah tariqat yang popular di Sumatra Barat kala itu . Beliau berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di sumatar barat kala itu yaitu Syekh Abdul ghaniy Al Kamfary bertempat di Batu Bersurat, kampar, bangkinang. Beliau bersuluk disana selama 40 hari lamanya. Menurut sebagian kisah menyebutkan bahwa selama dalam khalwatnya dengan riyadah dan munajat berupa mengamalkan zikir zikir sebagaimana atas petunjuk Syekh Abdul Ghany beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjanji untuk mandi dan berwudhuk.
Setelah selesai berkhalwat beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini. Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syekh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan thariqah Naqsyabandi yang beliau terima. Setelah mendapat ijazah thariqah beliau kembali kekota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang. Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama. banyak murid yang mengambil ilmu di pesantren tersebut bahkan juga santri-santri dari Aceh. Tetapi pada saat jepang masuk kePadang, Syekh Muda Waly mengambil keputusan pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki. Sehingga akhirnya Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh.
PULANG KE ACEH
Setelah Syekh Muda Waly berjuang menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan yang secara lahiriahnya seperti tidak teratur, tetapi pada hakikatnya bagi Allah S.W.T., perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa beliau naik ke tingkat martabat ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan hasil perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan pesantren di tempat beliau dilahirkan, di blang poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Meskipun pada waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama ini setelah beliau mendirikan pesantrten di desa beliau sendiri.
Lebih kurang pada akhir tahun 1939, beliau kembali ke Aceh Selatan melalui parahu layar dari Padang ke Aceh di kecamatan Labuhan haji.Beliau disambut dengan meriah oleh ahli famili, para teman dan masyarakat, Labuhan Haji. Setelah beberapa hari beliau berada di desanya, maka beliau bertekad membagun sebuah pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama tentu seadanya saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua. Pada tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga, sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan sebagai tempat ibadah.
Lahan tempat mendirikan musholla yang diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah mulai kelihatan berbondong-bondong datang ke surau beliau. Ibu-ibu pada malam selasa dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan harinya pula. Oleh karena itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk betul-betul memulai sebuah pesantren yang dapat menampung santri-santri dengan tempat tinggalnya sekalian, yang dalam istilah Aceh, disebut dengan rangkang-rangkang. Maka beliau berusaha untuk membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau membeli tanah untuk pembangunan pesantren sedikit demi sedikit, hingga mencapai ukuran 400x250 m2. Di atas tanah itulah beliau menampung santri-santri yang berdatangan sedikit demi sedikit, dari Kecamatan Labuhan Haji, dari kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan, bahkan juga dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh. Berkembanglah pesantren itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerahpun pada berdatangan, khususnya dari berbagai propinsi di Pulau Sumatra.
Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai berikut;
Pertama: Darul-Muttaqin; di bagian ini terletak lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan di sampingnya dibangun sebuah surau besar selaku tempat ibadah. Khususnya dalam pengembangan tariqat Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40 hari selama ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari pada bulan Rabiul awal
Dikalangan ulama ulama besar itu, Syekh Muda Waly merupakan yang termuda diantar mereka, sehingga dalam perdebatan perdebatan ilmu keagamaan yang populer pada masa itu, Syekh Muda Waly lebih didahulukan oleh ulama dari kelompok kaum tua untuk menghadapi ulama dari kaum muda. Uniknya kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang orang muda dari kedua belah pihak. Sehingga antara ulama tua dari kedua belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat.
Walaupun Syekh Muda Waly telah memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas,namun ada hal yang belum memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang beliau miliki belum mampu menenangkan batin beliau , akhirnya beliau memutuskan untuk memasuki jalan tasauf sebagaiman yang telan ditempuh oleh ulama- ulama sebelumnya. Apabila Ar Ranirin di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan Syekh Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Teungku Syiah Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syekh Muda Waly memilih Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah tariqat yang popular di Sumatra Barat kala itu . Beliau berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di sumatar barat kala itu yaitu Syekh Abdul ghaniy Al Kamfary bertempat di Batu Bersurat, kampar, bangkinang. Beliau bersuluk disana selama 40 hari lamanya. Menurut sebagian kisah menyebutkan bahwa selama dalam khalwatnya dengan riyadah dan munajat berupa mengamalkan zikir zikir sebagaimana atas petunjuk Syekh Abdul Ghany beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjanji untuk mandi dan berwudhuk.
Setelah selesai berkhalwat beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini. Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syekh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan thariqah Naqsyabandi yang beliau terima. Setelah mendapat ijazah thariqah beliau kembali kekota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang. Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama. banyak murid yang mengambil ilmu di pesantren tersebut bahkan juga santri-santri dari Aceh. Tetapi pada saat jepang masuk kePadang, Syekh Muda Waly mengambil keputusan pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki. Sehingga akhirnya Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh.
PULANG KE ACEH
Setelah Syekh Muda Waly berjuang menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan yang secara lahiriahnya seperti tidak teratur, tetapi pada hakikatnya bagi Allah S.W.T., perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa beliau naik ke tingkat martabat ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan hasil perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan pesantren di tempat beliau dilahirkan, di blang poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Meskipun pada waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama ini setelah beliau mendirikan pesantrten di desa beliau sendiri.
Lebih kurang pada akhir tahun 1939, beliau kembali ke Aceh Selatan melalui parahu layar dari Padang ke Aceh di kecamatan Labuhan haji.Beliau disambut dengan meriah oleh ahli famili, para teman dan masyarakat, Labuhan Haji. Setelah beberapa hari beliau berada di desanya, maka beliau bertekad membagun sebuah pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama tentu seadanya saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua. Pada tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga, sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan sebagai tempat ibadah.
Lahan tempat mendirikan musholla yang diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah mulai kelihatan berbondong-bondong datang ke surau beliau. Ibu-ibu pada malam selasa dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan harinya pula. Oleh karena itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk betul-betul memulai sebuah pesantren yang dapat menampung santri-santri dengan tempat tinggalnya sekalian, yang dalam istilah Aceh, disebut dengan rangkang-rangkang. Maka beliau berusaha untuk membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau membeli tanah untuk pembangunan pesantren sedikit demi sedikit, hingga mencapai ukuran 400x250 m2. Di atas tanah itulah beliau menampung santri-santri yang berdatangan sedikit demi sedikit, dari Kecamatan Labuhan Haji, dari kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan, bahkan juga dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh. Berkembanglah pesantren itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerahpun pada berdatangan, khususnya dari berbagai propinsi di Pulau Sumatra.
Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai berikut;
Pertama: Darul-Muttaqin; di bagian ini terletak lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan di sampingnya dibangun sebuah surau besar selaku tempat ibadah. Khususnya dalam pengembangan tariqat Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40 hari selama ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari pada bulan Rabiul awal
- Darul `Arifin; dilokasi ini bertempat tinggal guru guru ynag sebagian besar sudah berumah tangga.Lokasinya agak berdekatan dengan pantai Laut Samudra Hindia
- Darul Muta`allimin ;Ditempat ini bertempat tinggal para santri pilihan diantaranya anak syekh Abdul ghani Al kampari,guru tasauf Syekh muda Waly .
- Darus salikin ; dilokasi ini banyak asrama asrama tempat tinggal para pelajar penuntut ilmu yang juga digunakan sebagai tempat berkhalwat.
- Darul zahidin; Lokasi yang paling ujung dari lokasi pesantren Darussalam ini, Kalau bukan karena tempat lainnya sudah penuh,maka jarang seklai santri yang mau tinggal di lokasi ini apalagi tempat ini pada mulanya merupakan tambak udang dan ikan .
- Darul Ma`la; lakasi ini merupakan lokasi nomr satu karena tanhnya tinggi dan udaranyapun bagus dan terletak dipinggir jalan.
Semua lokasi ini dinamakan oleh syekh Muda waly
dengan nama demikian sebagai tafaul kepada Allah semoga semua santri
yang belajar disitu menjadai hamba hamba Allah yang senatiasa menuntut
ilmu (Al Muta`allimin), hamba hamba yang zahid, mengutamakan akhirat
dari pada dunia (Az-Zahidin), hamba hamba yang shalih mendapat tempat
terhormat baik disisi Allah maupun dalam pandangan masyarakat .
Tak lama kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari desa pauh, Labuhan Haji. Kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lain di ibu kpta kecamatan. Pesantren ini merupakan sebuah pesantren khusus,pelajarnya juga tidak banyak. para pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan dengan kaum orang orang yang berfaham wahabi sewhingga mendatangkan persaingan pengembangan ilmu pengetahuan agama melalui perdebatanm yang diadakan para pelajar membahas masalah masalah khilafiyah dengan dalil dalilnya menurut pendirian ulama ahlussunnah waljamaah. Dipesantren inilah diadakan pengajian yang dikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh kalanganMuhammadiyah dan golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis ini majlis yang dipenuhi dengan pertanyaan dan debatan yang ditujukan kepada Syekh Muda Waly. Namun semuanya dapat di jawab oleh Syekh Muda Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.
PENDIDIKAN PESANTREN
Di pesantren yang beliau bangun itu Syekh Muda Waly mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama. Khusus untuk kaum ibu pada hari malam selasa, senin, atau malam senin. Pada malam senin kaum ibu ibu mendapat ceramah agama dari guru guru yang telah ditetapkan oleh beliau. sedangkan pada selasa pagi sebelum zuhur, setelah pengajian subuh, semua kaum ibu ibu yang bermalam di pesantren ikut membangaunn pesantren dengan menimbun sebagian lokasai pesantren yang belum rata dengan batu yang diambil dari pantai. Satu yang aneh dan luar biasa, batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut kepantai dan batu batu itu berwarna putih bersih. Dan ini hanya terjadi di pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur para ibu ibu tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan oleh Syekh Muda Waly yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalm tariqat Naqayabandyah dan shalat ashar. Sedangkan waktu untuk kaum laki laki dalah pada selasa malam mulai maghrib hingga larut malam.
Pada setiap bulan Ramadan Syekh Muda waly mengadakan khalwat untuk masyarakat yang dimulai sejak sepuluh hari sebelum Ramadan sampai harai raya idul fitri. Ada yang berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan ada juga yang 20 hari. selain dalam bulan Ramadan, khalwat juga diadakan dalam bulam Rabiul awal selama 10 hari.Demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10 hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah.
Sistem pendidikan pesantren yang diterapkan oelh syekh Muda Waly terbagi kepada dua:
Tak lama kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari desa pauh, Labuhan Haji. Kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lain di ibu kpta kecamatan. Pesantren ini merupakan sebuah pesantren khusus,pelajarnya juga tidak banyak. para pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan dengan kaum orang orang yang berfaham wahabi sewhingga mendatangkan persaingan pengembangan ilmu pengetahuan agama melalui perdebatanm yang diadakan para pelajar membahas masalah masalah khilafiyah dengan dalil dalilnya menurut pendirian ulama ahlussunnah waljamaah. Dipesantren inilah diadakan pengajian yang dikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh kalanganMuhammadiyah dan golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis ini majlis yang dipenuhi dengan pertanyaan dan debatan yang ditujukan kepada Syekh Muda Waly. Namun semuanya dapat di jawab oleh Syekh Muda Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.
PENDIDIKAN PESANTREN
Di pesantren yang beliau bangun itu Syekh Muda Waly mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama. Khusus untuk kaum ibu pada hari malam selasa, senin, atau malam senin. Pada malam senin kaum ibu ibu mendapat ceramah agama dari guru guru yang telah ditetapkan oleh beliau. sedangkan pada selasa pagi sebelum zuhur, setelah pengajian subuh, semua kaum ibu ibu yang bermalam di pesantren ikut membangaunn pesantren dengan menimbun sebagian lokasai pesantren yang belum rata dengan batu yang diambil dari pantai. Satu yang aneh dan luar biasa, batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut kepantai dan batu batu itu berwarna putih bersih. Dan ini hanya terjadi di pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur para ibu ibu tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan oleh Syekh Muda Waly yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalm tariqat Naqayabandyah dan shalat ashar. Sedangkan waktu untuk kaum laki laki dalah pada selasa malam mulai maghrib hingga larut malam.
Pada setiap bulan Ramadan Syekh Muda waly mengadakan khalwat untuk masyarakat yang dimulai sejak sepuluh hari sebelum Ramadan sampai harai raya idul fitri. Ada yang berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan ada juga yang 20 hari. selain dalam bulan Ramadan, khalwat juga diadakan dalam bulam Rabiul awal selama 10 hari.Demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10 hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah.
Sistem pendidikan pesantren yang diterapkan oelh syekh Muda Waly terbagi kepada dua:
Pertama: sistem qadim, yakni sitem pendidikan yang telah berjalan bagi para ulama sebelumnya. Sistem ini menekankan supaya kitab kitab yang dipelajari mesti khatam. Oleh Karena guru hanya membaca, menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu makna yang terkandung di dalamnya. Menurut beliau sitem ini kita bagaikan naik bus pada malam hari, yang kita lihat hanyalah jalan yang disorot oleh lamu bus saja.walaupun perjalanannya panjang dan banyak yang kita lihat tetapi hanyalah sekedar jalan yang diterangi oleh lampu bus saja,sedangakan dikiri kanannya kita tidak melihatnya.
Kedua: sistem madrasah. Pada sitem ini para pelajar sudah mengunakan bangku dan papan tulis. Pada sitem kedua ini tidak ditekankan pada khatam kitab,tetapi harus banyak diskusi untuk pendalaman. Sewbagai contoh,apabila pelajaran fiqh yang dibaca adalah kitab Tuhfah Al Muhtaj syarah Minhajul Thalibin, maka yang dibaca hanya sekitar 10 baris saja, dilanjutkan dengan pembahasan pada matannya, syarahnya serta hasyiah hasyiahnya serta pendalaman berdasarkan dalil dalilnya baik dari Al Qur an, Al Hadis ataupun disiplin ilmu lainnya. ini memang memakan waktu yang lama, tetapi bila para santri terbiasa dengan sstem ini maka akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dalam memahami kitab kuning. Rupanya kedua sitem ini sangat menarik sehingga banyak santri yang berdatangan ke Darussalam yang berasal dari berbagai daerah.
Syekh Muda Waly mengamalkan ilmunya dengan luar biasa. Pukul 6.00 pagi beliau mengajar semua santri muali dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Disini terbuka pintu bagi semua santri untuk menanyakan segala sesuatu tentang lafaz yang beliau baca. Pukul 9.00 pagi setelah sarapan dan shalat dhuha belaiu menagjar pada tingkat yang lebih tinggi,yang terdiri dari para dewan guru. kitab yang dibaca adalah Tuhfah Al Muhtaj, jam`ul jawami` dan kitab besar lainnya samapai waktu ashar. Sesudah asar beliau juga menyediakan waktu bagi siapa saja yang berminat mengambil ilmu dari beliau. Syekh Muda Waly sangat disiplib dalam menagjar sehingga dalam kondisi sakitpun beliau tetap mengajar. Pernah pada satu kali pada saat beliau sakit. para murid beliau sepakat untuk tidak mendebat beliau, tetapi hanya mendengarkan penjelasan dari beliau.Rupanya hal ini membuat beliau marah, kenapa para murid beliau tidak mendebat beliau.Pertanyaan dan debatan dari murid mrid beliau rupanya menjadi obat yang sangat mujarab bagi beliau.Tetapi beberapa saat setelah mengajar beliau kembali jatuh sakit.
Tetapi beberapa saat setelah mengajar beliau kembali jatuh sakit.
Ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam mendidik muridnya telah
membuahkan hasil yang luar biasa,sehingga dari beliau lahirlah puluhan
ulama ulama yang menjadi benteng Ahlussunnah di Aceh dan sekitarnya
Hampir seluruh pesantren di Aceh sekarang ini mempunyai pertalian
keilmuan dengan beliau dan dari murid murid beliau lahir pulalah ulama
ulama terpandang dalam masyarakat.Dengan adanya perjuangan beliau
perkembangan faham wahabi dan ide pembaruan terhadap ajaran islam yang
telah menjalar ke sebagian tokoh tokoh di Aceh dapat ditekan Beliau
sangat istiqamah dengan faham Ahlussunnah dan mazhab syafii Diantara murid murid beliau adalah:
- Al Marhum Tgk. H.Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah,pimpinan Dayah darul Ulum, Tanoh Mirah, Bireun
- Al Marhum Tgk.Abdul Aziz bin Shaleh,pimpinan pesantren MUDI MESRA(Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah)Samalanga,Bireun.
- Al Marhum Tgk. Muhammad Amin Arbiy.Tanjongan,Samalanga,Bireun.
- Tgk. H.Muhammad Amin Blang Bladeh(Abu Tumin)pimpinan pesabtren Al Madinatut Diniyah Babussalam,Blang Bladeh Bireun.
- Teungku H.Daud Zamzamy.Aceh Besar.
- Al Marhum Tgk..Syekh Syihabuddin Syah(Abu Keumala)pimpinan pesantren Safinatussalamah , Medan.
- Teungku Adnan Mahmud pendiri pesantren Ashabul Yamin Bakongan Aceh Selatan .
- Al Marhum.Tgk Syekh Marhaban Krueng Kalee(putra Syekh Hasan Krueng kale) mantan menteri muda era Sukarno.
- Al MarhumTgk.Muhammad Isa Peudada
- Al MarhumTgk.ja`far Shiddiq Kuta Cane
- Al MarhumTgk. Abu Bakar sabil,Meulaboh Aceh Barat
- Al MarhumTgk.Usman fauzi.Cot Iri,Aceh Besar.
- Syekh.prof.Muhibbuddin waly (putra beliau sendiri yang paling tua)
- Al Marhum Syekh JailaniAl Marhum Syekh Labai sati , Padang Panjang
- Al Marhum Tgk.. Qamaruddin ,Teunom.Aceh Barat
- Tgk.Syekh Jamaluddin Teupin Punti,Lhok sukon,Aceh utara
- Tgk.Syekh Ahmad Blang Nibong Aceh Utara
- Tgk.Syekh Abbas Parembeu,Aceh Barat
- Tgk.Syekh Muhahammad Daud,Gayo
- Tgk.Syekh Ahmad,Lam Lawi,Aceh Pidie
- Tgk.Muhammad Daud Zamzami,Aceh Basar.
- Tuanku Idrus, Batu Basurek,Bangkinang
- Al Marhum Tgk.Syekh Amin Umar,Panton labu
- Syekh Nawawi Harahap,Tapanuli
- Al Marhum Tgk Syekh Usman Basyah,Langsa
- Tgk.Syekh Karimuddin,Alue Bilie,Aceh Utara
- Tgk.Syekh Basyah Kamal Lhoung,Aceh Barat
- Dan lain lain banyak lagi
Selain meninggalkan murid,beliau juga meninggalkan beberapa tulisan diantaranya :
- Al fatwa,Sebuah kitab dalam bahasa indonesia dengan tulisan arab,berisi kumpulan fatwa beliau mengenai berbagai macam permasalahan agama
- Tanwirul anwar,berisi masalah masalah aqidah
- Risalah adab zikir ismuz Zat
- Permata Intan,sebuah risalah singkat berbentuk soal - jawab mengenai masalah i`tidaq
- Intan Permata,risalah singkat berisi masalah tauhid
Dalam risalah yang terakhir (Intan Permata) beliau memberi keputusan tentang perdebatan Syekh Ahmad Khatib dengan Syekh Sa`ad Mungka,beliau menyebutkan:
“Ketahuilah hai segala ummat Ahlissunnah waljamah,bahwasanya karangan yang mulia Syekh Ahmad al Khatib yang bernama:Izhar Zighlil-Kazibin,tentang membantah Rabithah dan Thariqat naqsyabandiyah itu adalah silap dan salah paham dari Syekh yang mulia itu,karena beliau itu telah ditolak oleh yang mulia Syekh Sa`ad Mungka Payakumbuh(Sumatra Tengah)dengan kitabnya Irghamu Unufil Muta`annitin.Kemudian kitab ini dijawab pula oleh yang mulia Syekh Ahmad al khatib dengan kitabnya as Saiful Battar.Kitab ini pun ditolak oleh yang mulia Syekh As`ad Mungka dengan kitabnya yang bernama Tanbihul `Awam.Pada akhirnya patahlah kalam Tuan Syekh Ahmad al-Khatib .karena itu maka hamba yang faqir ini,Syekh Muhammad waly al Khalidy sebabnya mengambil Thariqat Naqsyabandiyah adalah setelah muthala`ah pada karangan karangan Syekh Ahmad Khathib dan karangan karangan Syekh Sa`ad Mungka dimana antara karangan kedua-dua orang ulama itu sifatnya soal jawab dan debat-berdebat.perlu diketahui bahwa Tuan Syekh Ahmad Khatib itu murid Sayyid syekh Bakrie bin sayyid Muhammad Syatha.Sedangkan Tuan Syekh As`ad Mungkar murid Mufti Az Zawawy,gurunya Syekh Usman Betawi yang masyhur itu.Maka muncullah kebenaran ditangan Tuan Syekh Sa`ad Mungka apalagi saya telah melihat pula kitab as Saiful Maslul karangan ulama Madinah selaku menolak kitab Izhar Zighlil Kazibin.Oleh sebab itu bagi murid muridku yang melihat karanagn syekh Ahmad Khatib itu janganlah terkejut,karena karangan beliau itu ibarat harimau yang telah dipancung kepalanya.”
Syekh Muda Waly bukan hanya berperan dalam menyebarkan ilmu agama saja.Tapi beliau memiliki andil yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia.Dalam mempertahankan proklamasi 17 agustus 1945 para ulama Aceh tampil kedepan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah dan mendirikan barisan barisan perjuangan.Pada tanggal 18 Zulqa`dah 1364 Teung Syekh Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa dengan menyatakan bahwa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan berperang menetang musuh musuh Allah adalah suatu kewajiban dan apabila mati dalam peperangan itu akan mendapat pahala syahid .Disamping itu juga diterangkan pula hendaklah ummat islam mengorbankan jiwa dan harta untuk menolong agama Allah dan menolong negara yang sah.fatwa itu dusebarkan luas keseluruh Aceh melalui pemuda pemuda Aceh yang tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang kemudian menjadi Pemuda republic Indonesia.
Berdasarkan itu Syekh Muda Waly di Labuhan Haji memperkuat fatwa tersebut melalui pengajian pengajian dan ceramah ceramah umum.bahkan beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi dalam bariasabn Hizbullah,meskipun dalam pelaksanaannya banyak diserahkan kepada keponakannya yang juga merupakan seorang ulama muda yang kemudian menjadi menantu beliau.Di samping itu PERTI yang dipimpin oleh Nya` Diwan telah membawa satu barisan perjuanagan dari Sumatra barat yang disebut Lasymi(Laskar Muslimin Indonesia).Antara kedua laskar ini saling mengisi demi memperjuangkan Ahlussunnah dan mempertahankan kedaulatan Negara dari tangan penjajah.
.
Peristiwa berdarah di Aceh
Dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia beliau juga memiliki peran ynag sangat penting.Pada tanggal 13 Muharram 1373 /21 september 1953 meletuslah peristwa berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang dipimpin oleh Tgk.Muhammad Daud Bereueh,mantan gubernur militer Aceh Langkat dan Tanah Karo dan mantan gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin utama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh).Beliau memang tidak bergabung dalam PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau.
Dalam hal ini para ulama besar di Aceh yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syekh Muda waly,Syekh Hasan Krueng Kalee,Teungku Abdul Salam Meuraksa,Teungku Saleh Mesigit Raya dan ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini,karena mereka mengetahui bahwa latar belakang kejadian ini bukanlah hal hal yang dikaitkan dengan agama tetapi hanyalah hal hal yang dikaitkan denagn dunia semata.oleh karena itu para ulama terszebut mengeluarkan fatwa mengutuk pemberontakan tersebut atas nama para ulama ulama tersebut.tetapi karena semua ulama tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas nama PERTI.Teungku Syekh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam suatu rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut,dan beliau menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau.para ulama ulama tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor faktor pemberontakan tersebut tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama- ulama besar di Aceh.Sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melalui peristiwa berdarah.Karena jasa beliau itu,beliau pernah diundang oleh Presiden Sukarno ke istana Bogor pada tahun 1957 untuk menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk memutuskan kedudukan Presiden Sukarno menurut Islam.dalam konferensi tersebut beliau para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden Sukarno itu presiden yang sah dengan prediket Wali al amri al Dharury bi al syaukah.
Setelah berjuang demi tegaknya agama ini,akhirnya Syekh Muda Waly kembali kehadapan Allah padsa tanggal 11 syawal 1381/20 maret 1961 tepat pukul 15.30 WIB hari selasa.Jenazah beliau di shalatkan oleh ulama dan murid murid beliau serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah Labuhan Haji,karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh selatan.Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin.Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra putra beliau secara bergantian antara lain Syekh Muhibbuddin Waly,Syekh Jamaluddin Waly,Syekh Mawardi Waly,Syekh Nasir Waly,Syekh Ruslan Waly dan putra putra beliau lainnya.Hal ini karena hampir semua putra beliau menjadi ulama ulama terkemuka.Beliau bukan hanya berhasil dalam mendidik murid muridnya tetapi juga berhasil mendidik putra putranya menjadi ulama ulama yang gigih mempertahankan faham Ahlussunnah wal jamaah.Keberhasilan beliau dapat terlihat dengan jelas,dimana sekarang ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh mempunyai silsilah keilmuan dengan beliau.Coba kita lihat beberapa pesantren diAceh saat ini antara lain ;
Peristiwa berdarah di Aceh
Dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia beliau juga memiliki peran ynag sangat penting.Pada tanggal 13 Muharram 1373 /21 september 1953 meletuslah peristwa berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang dipimpin oleh Tgk.Muhammad Daud Bereueh,mantan gubernur militer Aceh Langkat dan Tanah Karo dan mantan gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin utama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh).Beliau memang tidak bergabung dalam PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau.
Dalam hal ini para ulama besar di Aceh yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syekh Muda waly,Syekh Hasan Krueng Kalee,Teungku Abdul Salam Meuraksa,Teungku Saleh Mesigit Raya dan ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini,karena mereka mengetahui bahwa latar belakang kejadian ini bukanlah hal hal yang dikaitkan dengan agama tetapi hanyalah hal hal yang dikaitkan denagn dunia semata.oleh karena itu para ulama terszebut mengeluarkan fatwa mengutuk pemberontakan tersebut atas nama para ulama ulama tersebut.tetapi karena semua ulama tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas nama PERTI.Teungku Syekh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam suatu rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut,dan beliau menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau.para ulama ulama tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor faktor pemberontakan tersebut tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama- ulama besar di Aceh.Sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melalui peristiwa berdarah.Karena jasa beliau itu,beliau pernah diundang oleh Presiden Sukarno ke istana Bogor pada tahun 1957 untuk menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk memutuskan kedudukan Presiden Sukarno menurut Islam.dalam konferensi tersebut beliau para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden Sukarno itu presiden yang sah dengan prediket Wali al amri al Dharury bi al syaukah.
Setelah berjuang demi tegaknya agama ini,akhirnya Syekh Muda Waly kembali kehadapan Allah padsa tanggal 11 syawal 1381/20 maret 1961 tepat pukul 15.30 WIB hari selasa.Jenazah beliau di shalatkan oleh ulama dan murid murid beliau serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah Labuhan Haji,karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh selatan.Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin.Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra putra beliau secara bergantian antara lain Syekh Muhibbuddin Waly,Syekh Jamaluddin Waly,Syekh Mawardi Waly,Syekh Nasir Waly,Syekh Ruslan Waly dan putra putra beliau lainnya.Hal ini karena hampir semua putra beliau menjadi ulama ulama terkemuka.Beliau bukan hanya berhasil dalam mendidik murid muridnya tetapi juga berhasil mendidik putra putranya menjadi ulama ulama yang gigih mempertahankan faham Ahlussunnah wal jamaah.Keberhasilan beliau dapat terlihat dengan jelas,dimana sekarang ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh mempunyai silsilah keilmuan dengan beliau.Coba kita lihat beberapa pesantren diAceh saat ini antara lain ;
- Pesantren LPI .MUDI MESRA, Samalanga dipimpin oleh Teungku H.Hasanoel Basry(Abu Mudi)murid dari Syekh Abdul Aziz (murid Syekh Muda Waly,pimpinan MUDI MESRA sebelumnya)
- Pesantren Al Madinatud Diniyah Babusslam Blang Bladeh,Bireun dipimpin oleh Syekh H.Muhammad Amin Blang Bladeh (murid Syekh Muda Waly)
- Pesantren Malikussaleh Panton Labu Aceh utara,dipimpin oleh Syekh .H.Ibrahim Bardan (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
- Pesantren Darul Huda Lhueng Angen,Lhok Nibong,Aceh Utara,dipimpin oleh Syekh Abu Daud(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
- Pesantren Darul Munawwarah ,Kuta Krueng,Bandar Dua.Pidie jaya.dipimpin oleh TGK.H Usman Kuta Krueng (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
- Pesantren Darul ulum,Tanoh Mirah .Bireun.dipimpin oleh TGK.Muhammad Wali,putra Syekh Abdullah Hanafiah,(murid Syekh Muda waly dan pimpinan pesantren tersebut sebelumnya)
- Pesantren Raudhatul Ma`arif Cot Trueng Aceh Utara, dipimpin oleh TGK.H.Muhammad Amin (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
- Pesantren Darul Huda, Paloh gadeng Aceh utara.dipimpin oleh Syekh Mustafa Ahmad (Abu Mustafa Puteh,murid Syekh Muhammad Amin Blang Bladeh)
- Pesantren Ashhabul Yamin,Bakongan,Aceh Selatan,dipimpin oleh Syekh Marhaban Adnan(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga,putra Syekh Adnan Mahmud Bakongan )
- Pesantren Ruhul fata,Seulimum,Aceh Besar,dipimpin oleh TGK.H.Mukhtar Luthfy (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
- Pesantren Serambi Makkah,Meulaboh,Aceh Barat.dipimpin oleh Syekh Muhammad Nasir L.c(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga putra Abuya Syekh Muda waly)
- Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (BUDI )Lamno,Aceh Jaya.dipimpin oleh Tgk.H.Asnawi Ramli,sebelumnya dipimpin oleh Tgk.Syekh Ibrahim Lamno (murid Syekh Abdul `Aziz Samalanga)
- Yayasan Dayah Ulee Titi,Ulee Titi,Aceh Besar,dipimpin oleh Tgk.Syekh `Athaillah(murid Syekh Ibrahim Lamno)
Rujukan From:
1.Prof.Muhibbuddin Waly,Ayah Kami Haji Muhammad Waly Al Khalidy.
2.KH.Sirajuddin Abbas,Keagungan Mazhab Syafii
3……….,Ulama Syafii dan Kitabnya dari abad keabad
4.Tgk.Syekh Syihabuddin Keumala,Wazifah Abuya
5.Shabri A,dkkBiografi Ulama-Ulama Aceh Abad xx jilid I
6.Dll.
Wallahu A'lam.
No comments:
Post a Comment