Menelisik Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh
Posted on Wednesday, 7 April 2010 by Aulia
“LIHAT kawan disalah
satu foto, membicarakan masalah makam dan kesultanan di Aceh. Jadi
ingin menulis tentang itu, karena referensi pun sudah ada. Tinggal
menunggu waktu yang pas. Ternyata salah satu Sultan yang pernah memimpin
Aceh adalah keturunan ke-8 dari Nabi Muhammad SAW. Tahukah kamu sejarah
itu sekarang wahai muda/i Aceh?”
Kalimat di atas merupakan status saya di Facebook pada tanggal 28 Maret yang lalu, berawal dari foto yang di tag oleh rekan saya Fadli Idris Al-Asyi
(Al-Asyi berarti Aceh, kata pemuda yang dikenal dengan sebutan Ariyoga)
dan beberapa rekan lainnya yang menyempatkan diri berkunjung/berhijrah
ke salah satu makam raja yang berada di Samudra Pasai, kota Lhokseumawe.
Walaupun terbilang sengit, komentar demi
komentar berjejer di foto makam tersebut. Saya merasa terpincut juga
dengan kedatangan sebuah komentar yang meminta fakta tentang kebenaran
Raja Bakoi (Bakoy).
Namun, pada kali ini saya akan coba
memaparkan tentang silsilah raja-raja Islam di Aceh yang kebetulan saya
mempunyai sedikit referensi alias buku untuk bisa saling berbagi
informasi dan wawasan tentang sejarah raja-raja di Aceh yang terdengar
kabar bahwa salah satu dari raja-raja tersebut adalah keturunan dari
Nabi Muhammad SAW. Lalu, mengenai Raja Bakoi, nanti akan kita lihat
secara sekilas saja untuk menjawab komentar dari foto yang di tag oleh Fadli.
Asal Usul Raja-Raja Aceh
Kita ketahui, bahwa Islam yang masuk ke
Nusantara masih banyak bersilang pendapat dari para ahli sejarah.
Pendapat tersebut masing-masing di didukung oleh T.W. Arnold, Sayed
Naquib Al-Attas dan Prof. Hamka yang mendukung bahwa Islam datang ke
Indonesia pada abad ke-7 Masehi (1 Hijriyah), namun pendapat lain
seperti Snouck Hurgronje, J.P. Moquette dan R.A. Kern yang menyatakan
Islam baru datang ke Nusantara pada abad ke-13 dan bukan langsung dari
Arab melainkan dari Gujarat.
Teori-teori yang digunakan oleh para ahli
sejarah ini pun dengan pendekatan yang tidak lepas dari faktor ekonomi
(pelayaran dan perdagangan), sosial budaya (perkawinan dan seni) serta
politik. Ada tiga kerajaan Islam terbesar yang sangat berpengaruh di
Aceh, diantara Kerajaan Islam Perlak, Kerajaan Islam Samudra Pasai dan
Kerajaan Islam Aceh Darussalam.
Selain tiga kerajaan Islam terbesar
tersebut, terdapat juga kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang tersebar di
Isak, Bireuen, Samalanga, Meureudu, Lingga Gayo, Tamiang, Lamuri, Pidie
dan lain sebagainya. Raja-raja yang memerintah pada kerajaan-kerajaan
Islam Aceh bila dirunut akan ditemukan tiga figur penting, yakni Mayang Seludang, Maharaj Syahriar Salman dan Sayid Ali Muktabar.
Mayang Seludang adalah
puteri dari penguasa Negeri Jeumpa (Bireuen) yang leluhurnya berasal
dari Indo Cina, menurut satu riwayat mengatakan bahwa penguasa Jeumpa
berdarah campuran lokal dan Indo Cina, karena beberapa abad sebelumnya
penguasa Jeumpa menikah dengan seorang puteri Indo Cina dan keturunannya
menjadi penguasa Jeumpa.
Maharaj Syahrian Salman
adalah keluarga bangsawan dari Dinasti Sasanid Persia. Salman yang
menjadi panggilannya merupakan seorang pangeran dari Istana Persia, ia
berasal dari keluarga kerajaan Persia yang pernah berjaya antara tahun
224 sampai tahun 551 M. (H. Awang Muhammad Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunai, 1990 hal 73).
Salman beserta rombongan melakukan
perjalanan ke Asia Tenggara untuk menuju ke Selat Malaka, namun sebelum
sampai ke sana, Pangeran Salman singgah di negeri Jeumpa dan akhirnya
menikah dengan puteri Istana Jeumpa yang bernama Mayang Seludang.
Pangeran Salman pun tidak meneruskan perjalanan dengan rombongannya ke
Selat Malaka, malah sebaliknya ia hijrah ke Perlak setelah mendapat izin
dari mertuanya Meurah Jeumpa.
Pangeran Salman dan puteri Mayang Selundang dianugerahi empat orang putera dan seorang puteri. Mereka adalah Syahir Nuwi (Meurah Fu) yang menggantikan ayahnya menjadi penguasa Perlak dengan gelar Meurah Syahir Nuwi, kemudian Syahir Dauli pergi merantau ke negeri Indra Purba (Aceh Besar), sedangkan Syahir Pauli menrantau ke negeri Samaindera (Pidie) dan Syahir Tanwi
kembali ke negeri ibunya di Jeumpa dan kemudian di angkat menjadi
Meurah Negeri Jeumpa menggantikan kakeknya. Keempat putera Maharaj
Syahrian Salman sering dikenal dengan kaum imam empat (kawom imum peuet)
atau penguasa empat.
Sementara puteri mereka Tansyir Dewi menikah
dengan seorang sayid keturunan Arab yang bernama Sayid Maulana Ali
al-Muktabar, selain sayid ada juga yang orang Arab lainnya dari Bani
Hasyim dan juga keturunan Rasulullah lainnya yang datang ke Perlak dalam
rangka menyiarkan agama Islam dan kemudian mereka berbaur dengan
masyarakat setempat terutama dengan keluarga Meurah seperit Syarifah
Azizah yang menikah dengan Sultan Perlak ke-11 Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Abadullah Syah Johan Berdaulat.
Sayid Ali Muktabar bin Muhammad Dibai bin Imam Jakfar al-Shadiq
merupakan salah satu keturunan dari Ali bin Abi Thalib, Muhammad bin
Jakfar al-Shadiq adalah imam Syiah ke-6 yang juga masih keturunan
Rasulullah SAW melalui anaknya Nabi bernama Siti Fatimah yang memegang
pemerintahan pusat di Baghdad. Adapun silsilahnya sampai ke Rasulullah
yaitu: Muhammad bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
Muhammad Zain al-Abidin bin Sayidina Husain al-Syahid bin Fatimah binti
Muhammad Rasulullah SAW.
Sebelumnya, dinasti Umayah dan Abasiyah
sangat menentang aliran Syiah yang dipimpin oleh Ali bin Ali Abu Thalib,
tidak heran pada masa dua dinasti tersebut tidak mendapatkan tempat
yang aman dan selalu di ditindas karena jumlah minoritas, sehingga
banyak dari penganut Syiah menyingkir dari wilayah yang dikuasai oleh
dua dinasti tersebut.
Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun
bin Harun al-Rasyid (167-219 H/813-833 M) akhirnya mengirim pasukannya
ke Mekkah untuk meredakan ketegangan kaum Syiah itu, Khalifah Makmun
memutuskan kepada Muhammad bin Jakfar al-Shadiq untuk hijrah dan
menyebarkan Islam ke Hindi, Asia Tenggara dan sekitarnya.
Dari hijrah tersebut, berangkatlah satu
kapal yang memuat rombongan angkatan dakwah termasuk di dalamnya Sayid
Ali Muktabar. Menurut kitab Idharul Haq fi Mamlakat al-Perlak yang
ditulis oleh Syekh Ishak Makarani al-Pasi pada tahun 173 H (800 M)
Bandar Perlak disinggahi oleh satu kapal yang membawa kurang lebih 100
orang da’i yang terdiri dari orang-orang Arab suku Qurasy, Palestina,
Persia dan India dibawah Nakhoda Khalifah dengan menyamar menjadi
pedagang.
Rombongan Nakhoda Khalifah ini disambut
oleh penduduk dan penguasa negeri Perlak yakni pada masa Meurah Syahir
Nuwi. Pada masa itu pula, Meurah Syahir Nuwi menjadi raja pertama yang
menganut Islam di Perlak. Sayid Ali Muktabar sendiri kemudian menikah
dengan adik Syahir Nuwi yang bernama puteri Tansyir Dewi yang kemudian mereka dianugerahi seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Saat Sayid Maulana Abdul Aziz Syah dewasa, akhirnya dinobatkan menjadi
Sultan Pertama Kerajaan Islam Perlak bertepatan pada tanggal 1 Muharram
225 H dengan gelarnya Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah yang
silsilahnya sebagai berikut seperti yang ditulis oleh T. Syahbuddin
Razi:
Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul
Aziz Syah bin Sayid Ali al-Muktabar bin Sayid Muhammad Diba’i bin Imam
Ja’far Asshadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Sayidina Ali Muhammad
Zain al-Abidin bin Sayidina Husain al-Syahid bin Sayidina Ali bin Abu
Thalib.
Tentang Raja Bakoy
Nama aslinya Ahmad
Permala, dia merupakan tokoh dari aliran Wujudiyah di Samudra Pasai.
Raja Bakoy juga merupakan sahabat karib dengan Syekh Abdul Jalil (Syekh
Siti Jenar).
Ahmad Permala sempat menjadi “Mangkubumi” dengan gelar Maharaja Bakoy Ahmad Permala
setelah Sultanah Nahrisyah Malikul Zahir mangkat pada hari senin
tanggal 17 Dzulhijjah 831 H (1428 M) dan dikebumikan di dekat makam
suaminya.
Aliran yang dibawa oleh Raja Bakoy
berlawanan dengan aliran ahlusunnah wal jama’ah, bahkan ia pernah
diperingatkan oleh ulama agar tidak mengawini puterinya sendiri, namun
malah menentang dan membunuh 40 ulama. Ahmad Permala akhirnya mati
dibunuh oleh Malik Musthafa yang bergelar Pocut Cindan Simpul Alam,
suami dari Ratu Nahrisyah dengan bantuan dari Sultan Mahmud Alaiddin
Johan Syah dari Kerajaan Aceh (1409-1465 M).
Kesultanan Perlak (Kerajaan Perlak), Samudra Pasai (Kerajaan Samudra Pasai) dan juga Aceh Darussalam (Kerajaan Aceh Darussalam) akan di update di AcehPedia, karena keterbatasan dari blog ini untuk memuat seluruh tulisan dari silsilah Raja-Raja Islam di Aceh yang cukup panjang.
Tulisan ini disadurkan dari buku “Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya Dengan Raja-Raja Islam di Nusantara”, ditulis
oleh Hj. Pocut Haslinda Syahrul, MD binti H. Teuku Abdul Hamid Azwar
Waris Tun Seri Lanang ke-8 Samalanga, Kabupaten Bireuen.
No comments:
Post a Comment