Sejarah Masjid Quba Bebesen Aceh Tengah
Masjid Quba Bebesen tampak samping (Foto: Fazri/suaragayo.com)
Masjid Quba terletak di Kampung Bebesen, Kecamatan Bebesen, Kabupaten
Aceh Tengah, lebih kurang berjarak 2.5 km dari ibukota Takengon. Di
lokasi masjid ini, sebelumnya berdiri masjid kayu beratap ijuk yang
didirikan pada masa awal kedatangan Islam ke tanah Gayo. Lalu digantikan
dengan masjid bertiang beton dan beratap seng pada tahun 1917.
Berikutnya pada tahun 1947 dibangun masjid semi permanen yang kemudian
dibakar oknum PKI pada tahun 1965. Maka pada tahun 1966, dimulailah
pembangunan masjid Quba yang sekarang ini.
Akibat Gempa pada 2 Juli 2013 lalu, beberapa dinding masjid Quba
mengalami retak. Berikut Sejarah Singkat Masjid Quba, Bebesen, Aceh
Tengah, Sebagaimana yang ditulis dalam buku Masjid Bersejarah di
Nanggroe Aceh Jilid 1, 2009, dikeluarkan oleh Kemenag Aceh.
Sejarah Ringkas Masjid Quba – Bebesen
Bebesen adalah sebuah
kejurun (wilayah) yang muncul setelah Kerajaan Aceh menetapkan empat
kejurun di
Gayo, yaitu Kejurun Bukit, Siah Utama, Linge dan Gayo Lues, (Snouck
Hurgronje, 1996: 107). Diriwayatkan bahwa pihak Batak Karo 27 berperang
melawan Kejurun Bukit. Pihak Batak Karo 27 memperoleh kemenangan, dan
setelah perdamaian Kejurun Bukit terpaksa dipindahkan ke Kampung
Kebayakan. Setelah Batak Karo 27 menguasai Bebesen, diangkatlah Lebe
Kader (pemimpin pasukan Batak Karo 27) sebagai Raja Cik Bebesen. Raja
Cik Bebesen tidak memperoleh pengukuhan resmi dari Sultan Aceh, tapi ia
telah memerintah dengan tanpa halangan dari Sultan Aceh. (H. M. Gayo,
1983: 51).
Kini Bebesen merupakan Ibukota Kecamatan Bebesen yang terletak di
sebelah Barat yang jaraknya lebih kurang 2.5 km dari ibukota Takengon.
Sejak zaman Belanda sampai zaman Jepang (tahun 1904-1942), Bebesan
merupakan ibukota negeri dari
Zelfbestuurder van Cik yang meliputi wilayah Bebesan, Pegasing, Silih Nara dan Katal. Wilayah ini dipimpin oleh seorang
Zelfbestuurder.
Pada masa permerintahan Jepang (1942-1945) pemerintahan di wilayah tersebut dipimpin oleh seorang
Sunco dari keturunan
Zelfbastuurder van Cik.
Di zaman kemerdekaan Republik Indonesia, nama wilayah ini dirubah
menjadi Kenegerian Bebesen. Peme-rintahannya pada saat itu dipimpin oleh
beberapa orang yang disebut
Bestuur Comisi dengan seorang ketuanya.
Pembangunan Mesjid.
Sejak masuknya agama Islam ke Bebesen telah dibangun sebuah mesjid
beratap ijuk, dinding papan dan lantai tanah liat. Lalu pada tahun 1917,
bangunan masjid ini direnovasi menjadi masjid dengan tiang beton, atap
seng, dan lantai semen.
Mengingat kondisi mesjid yang tidak dapat lagi menampung jamaah yang
meliputi Kampung Bebesen, Daling, Tan Saran, Lalabu, Umang, Blang Kolak
I, Blang Kolak II, Kemili dan Mongal, maka pada tahun 1947 dimulai
pembangunan masjid baru secara swadaya masyarakat dengan ukuran 18 x 12
m. Bangunan masjid ini berkonstruksi semipermanen. Pembangunannya
diprakarsai dan dikoordinir oleh Teungku M. Nur Thalib, Teungku
Abdur-rahman, Teungku M. Saleh, dan Teungku Imam Aman Dolah. Mesjid
tersebut selesai dibangun pada tahun 1950 dan merupakan kebanggaan bagi
masyarakat sekitar Bebesen. Masjid ini menjadi tempat ibadah pusat
kegiatan masyarakat Bebesen dan sekitarnya (antara lain; Daling, Tan
Saran, Lelabu, Umang, Blang Kolak I, Blang Kolak II, Kemili dan Mongal).
Masjid Dibakar Oknum PKI
Pada hari Rabu malam tanggal 20/21 Juli 1965, di tengah malam buta
terdengarlah teriakan masyarakat yang panik karena melihat api menyala
di bahagian mimbar masjid. Masyarakat dari beberapa kampung berdatangan
menuju masjid untuk berusaha memadamkan api. Namun api terus berkobar
walaupun pemadam kebakaran berusaha membantu masyarakat memadamkannya.
Usaha tersebut tidak berhasil sehinggga dalam tempo 2.5 jam masjid
tersebut musnah dilalap api.
Di kala api sedang menyala terdengar dari seorang penduduk yang
mengungkapkan bahwa sumber api berasal dari wayer mikrofon yang tidak
dilepaskan dari baterai. Akibatnya timbul api dan menjilat sajadah yang
terletak dekat mikrofon. Api menyala mulai pukul 22.15 wib dan padam
pukul 24.45 wib.
Masyarakat amat sedih bercampur geram melihat masjid yang telah
runtuh dimakan api, menjadi puing-puing yang berserakan tak karuan.
Sebahagian masyarakat terpaku dan tidak beranjak dari lokasi sampai
siang hari. Pemerintah dan masyarakat berusaha menyelidiki sebab-sebab
terjadinya kebakaran.
Petunjuk Tentang Sebab Kebakaran
Pada tanggal 21 Juli 1965 pukul 09.00 wib, Tripida kecamatan Bebesen
bersama masyarakat membongkar puing-puing reruntuhan masjid untuk
mencari spiker mikrofon yang mungkin ikut terbakar. Ternyaka spiker
tersebut tidak ditemukan dalam reruntuhan. Lalu diambillah kesimpulan
sementara, bahwa spiker telah dicuri orang, dan pencurinya diduga
sebagai pelaku pembakaran.
Di samping penelitian yang dilakukan oleh pihak berwajib, masyarakat
melakukan usaha pula dalam bentuk sembahyang hajat. Shalat ini diikuti
oleh tidak kurang dari 1000 orang selama dua malam berturu-turut (Kamis
dan Jumat tanggal 22 dan 23 Juli 1965). Mereka memohon kepada Allah swt.
agar memberikan hukuman setimpal kepada orang yang telah melakukan
pembakaran mesjid ini, dan agar memberikan kesabaran kepada masyarakat.
Masyarakat Bebesen dan sekitarnya sangat terikat hatinya dengan
masjid ini, sehingga shalat Jumat tetap dilakukan di lokasi bekas
reruntuhan masjid. Meskipun harus shalat di alam terbuka, namun
masyarakat tetap tidak mau beralih ke masjid lain.
Masjid Baru
Sementara itu pada tanggal 23 Juli 1965 pukul 13.30 wib, atas
permintaan asisten Wedana Kecamatan Bebesan, masyarakat Kecamatan
Bebesan berkumpul di Meunasah Uken. Mereka ber-musyawarah untuk
membentuk panitia pembangunaan masjid Bebesan yang baru. Dari musyawarah
ini terbentuklah susunan panitia pembangunan masjid sebagai berikut:
Ketua I : Mansoer (Asisten Wedana)
Ketua II: Tgk. M. Nur A. Thalib
Sekretaris I: Amir Abdullah
Sekretaris II: Ismail
Bendahara; Tgk. H. Abdurrahmah
Pembantu-pembantu:
Para Keuchik dan Imum dalam Kecamatan Bebesan.
Panitia memutuskan untuk membangun mesjid dengan fisik permanen.
Masyarakat bergotong-royong, bekerja dan memberi sumbangan yang tidak
sedikit, karena terdorong oleh perasaan haru di samping juga sebagai
wujud pengabdian kepada Allah swt., akhirnya usaha ini terlaksana. Para
tokoh yang terlibat dalam pendirian masjid ini antara lain ialah;
Teungku Bilel Ujung, Teungku Aman Bedu Melala, Teungku Umah Uken,
Teungku H. Abdurrahman, Teungku M. Thaib Tan, Teungku Aman Raoh Melala
dan Teungku Ibrahim Aman Muji.
Bapak Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh (Brib. Nyak Adam Kamil),
juga sempat melihat dari dekat keadaan masjid yang telah terbakar. Dan
beliau juga menyampaikan pesan-pesan pembangunan masjid yang baru.
Sementara di tengah kesibukan masyarakat membangun masjid yang baru,
tersiarlah kabar bahwa PKI melakukan pemberontakan. Akibatnya kegiatan
masyarakat membangun masjid agak terganggu.
Setelah gerakan penumpasan G. 30 S/PKI berakhir, panitia pembangunan
masjid bersama masyarakat meningkatkan usaha pembanguna masjid. Lebih
kurang selama 10 tahun berselang, bangunan induk masjid ini dapat
dimanfaatkan, yaitu dalam tahun 1977. Pembangunan masjid baru ini
menelan biaya sebesar Rp 150.000.000,- dan diberi nama mesjid Quba.
Oknum Pembakar Mesjid
Dalam proses penumpasan G.30 S/PKI, salah seorang anggota PKI yang
tertangkap mengaku dan memberikan keterangan bahwa orang yang membakar
Masjid Bebesen adalah anggota PKI. Pelaku pembakaran terdiri dari tujuh
orang anggota kelompok. Ketujuh orang ini telah diamankan oleh
masyarakat.
Sekarang ini masjid Quba telah dilengkapi dengan ruang kantor,
perpustakaan dan ruang ganti untuk muazzin/khatib.Hal ini merupakan
langkah yang diambil oleh generasi muda guna menjawab kebutuhan zaman.
Demikianlah sejarah ringkas masjid Quba, semoga tulisan ini ada
manfaatnya. (Asg/Kemenag/suaragayo.com).