Rabu, 19 Juni 2013 21:45
0 Comments
Starberita - Medan,
Kasipenkum Kejati Sumut Candra Purnam menepis bahwa tidak ada melakukan
penyelidikan dugaan kasus korupsi dana bantuan pascabencana alam
(banjir) tahun 2007 senilai Rp9 miliar di Kabupaten Serdang Bedagai
(Sergai).
"Dari data yang dihimpun dipenyidik Kejatisu, pihaknya tidak mendapati adanya penyelidikan dugaan kasus korupsi dana bantuan pascabencana alam (banjir) tahun 2007 di Sergai,"terang Candra, Rabu (19/6).
Sebelumnya, Koordinator Wilayah Sumut Bhayangkari Indonesia (Bharindo) HE Paulus melontarkan dugaan keterlibatan Wakil Gubernur yang baru dilantik Ir HT Erry Nuradi saat itu menjabat Bupati Sergai.
"Tidak ada data diperoleh, dan mengenai tudingan kedekatan HT Erry Nuradi dengan mantan Kajatisu Gortap Marbun, Silahkan saja, Bharindo menyatakan itu, namun dari data yang kita peroleh dari Pidana Khusus itu tidak ada. Jadi kalau Bharindo mempunyai data silahkan saja laporkan hal itu pada KPK," ucapnya.
Koordinator Wilayah Sumut Bhayangkari Indonesia (Bharindo) HE Paulus membeberkan kasus ini sudah sempat diproses Kejatisu di era kepemimpinan Gortap Marbun SH. Namun kasus tersebut menghilang begitu saja dari permukaan tanpa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3).
Dugaan raibnya kasus dugaan korupsi Pemkab Sergai itu dari publik, karena Bupati Sergai HT Tengku Erry telah menjalin hubungan mesra dengan mantan Kajatisu Gortap Marbun untuk mengamankan kasus tersebut dari jeratan hukum.
Menurut HE Paulus, dana bantuan bencana alam Tahap I dan Tahap II dengan total Rp9 miliar itu seyogianya dugunakan membantu pembangunan rumah warga masyarakat yang terkena bencana banjir saat itu. Namun dana bencana tersebut, diduga dialihkan untuk membangun 9 kantor camat di jajaran Pemkab Sergai. Salah satu diantaranya adalah Kantor Camat Dolok Masihul.
Dalam pelaksanaan pembangunan ke 9 kantor camat dimaksud, disebut-sebut terjadi mark-up. Karena masing-masing kantor camat dibangun pagu Rp900 juta/unit atau total pagu Rp8,1 miliar. Padahal bila ditaksasi nilai proyek pembangunan kantor camat tersebut jauh dibawah harga pagu.
Pelaksanaan pembangunan ke 9 kantor camat tersebut tidak ditenderkan, tetapi sengaja dikondisikan dikerjakan para kontraktor peliharaan petinggi Pemkab Sergai dengan syarat dikenakan komisi.
Bharindo mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya mengungkap kembali kasus dugaan korupsi HT Erry Nuradi, terkait bantuan bencana alam Rp9 miliar tahap I dan II tahun 2007.
Dimana menurutnya, KPK harus turun langsung menangani kasus dugaan korupsi Erry Nuradi. Karena hanyalah KPK saat ini yang menjadi tumpuan masyarakat yang mampu menangani segala bentuk kasus dugaan korupsi di daerah ini, khususnya menyangkut dugaan korupsi Erry Nuradi.(RIN/MBB)
"Dari data yang dihimpun dipenyidik Kejatisu, pihaknya tidak mendapati adanya penyelidikan dugaan kasus korupsi dana bantuan pascabencana alam (banjir) tahun 2007 di Sergai,"terang Candra, Rabu (19/6).
Sebelumnya, Koordinator Wilayah Sumut Bhayangkari Indonesia (Bharindo) HE Paulus melontarkan dugaan keterlibatan Wakil Gubernur yang baru dilantik Ir HT Erry Nuradi saat itu menjabat Bupati Sergai.
"Tidak ada data diperoleh, dan mengenai tudingan kedekatan HT Erry Nuradi dengan mantan Kajatisu Gortap Marbun, Silahkan saja, Bharindo menyatakan itu, namun dari data yang kita peroleh dari Pidana Khusus itu tidak ada. Jadi kalau Bharindo mempunyai data silahkan saja laporkan hal itu pada KPK," ucapnya.
Koordinator Wilayah Sumut Bhayangkari Indonesia (Bharindo) HE Paulus membeberkan kasus ini sudah sempat diproses Kejatisu di era kepemimpinan Gortap Marbun SH. Namun kasus tersebut menghilang begitu saja dari permukaan tanpa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3).
Dugaan raibnya kasus dugaan korupsi Pemkab Sergai itu dari publik, karena Bupati Sergai HT Tengku Erry telah menjalin hubungan mesra dengan mantan Kajatisu Gortap Marbun untuk mengamankan kasus tersebut dari jeratan hukum.
Menurut HE Paulus, dana bantuan bencana alam Tahap I dan Tahap II dengan total Rp9 miliar itu seyogianya dugunakan membantu pembangunan rumah warga masyarakat yang terkena bencana banjir saat itu. Namun dana bencana tersebut, diduga dialihkan untuk membangun 9 kantor camat di jajaran Pemkab Sergai. Salah satu diantaranya adalah Kantor Camat Dolok Masihul.
Dalam pelaksanaan pembangunan ke 9 kantor camat dimaksud, disebut-sebut terjadi mark-up. Karena masing-masing kantor camat dibangun pagu Rp900 juta/unit atau total pagu Rp8,1 miliar. Padahal bila ditaksasi nilai proyek pembangunan kantor camat tersebut jauh dibawah harga pagu.
Pelaksanaan pembangunan ke 9 kantor camat tersebut tidak ditenderkan, tetapi sengaja dikondisikan dikerjakan para kontraktor peliharaan petinggi Pemkab Sergai dengan syarat dikenakan komisi.
Bharindo mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya mengungkap kembali kasus dugaan korupsi HT Erry Nuradi, terkait bantuan bencana alam Rp9 miliar tahap I dan II tahun 2007.
Dimana menurutnya, KPK harus turun langsung menangani kasus dugaan korupsi Erry Nuradi. Karena hanyalah KPK saat ini yang menjadi tumpuan masyarakat yang mampu menangani segala bentuk kasus dugaan korupsi di daerah ini, khususnya menyangkut dugaan korupsi Erry Nuradi.(RIN/MBB)