TPM: Libatkan Ulama dan Tokoh Masyarakat dalam Pembahasan Bendera dan Lambang
Banda Aceh – Tim
Pengacara Muslim Aceh, meminta Pemerintah Aceh dan Kemendagri melibatkan
ulama dan tokoh masyarakat Aceh dari berbagai unsur, yang merefleksikan
keterwakilan islam, sejarah, adat istiadat dan ke ciri khas Aceh dalam
membahas koreksi Mendagri atas Qanun Aceh No 3 tahun 2013 tentang
Bendera dan Lambang Aceh.
“Qanun adalah sebuah regulasi yang
mengikat seluruh masyarakat Aceh, untuk itu peraturan dimaksud harus
dapat diterima secara baik oleh masyarakat Aceh,” ujar salah satu Tim
Pengacara Muslim Aceh, Safaruddin S.H, Minggu (05/05/2013).
Safaruddin menuturkan, dalam setiap penyusunan regulasi untuk Aceh,
harus selalu mendahulukan nilai nilai keislaman dan baru di ikuti dengan
norma lainnya.
Menurut Safruddin, Qanun bendera dan
lambang Aceh yang disahkan DPRA beberapa waktu lalu, selain bertentangan
dengan PP 77 tahun 2007, juga dinilai bertentangan dengan nilai- nilai
islam yang telah digariskan dalam Al Qur’an, serta menjadi pedoman hidup
seluruh umat Islam di dunia.
Penggambaran Buraq pada lambang Aceh
kata Safar, termasuk dalam kategori mendustai ayat- ayat Al Qur’an, dan
melecehkan Nabi Muhammad SAW. Hal itu lanjut Safar, sama seperti kaum
musrikin mendustakan Malaikat- Malaikat Allah.
Safaruddin juga mengutip salah satu
Firman Allah SWT yang maknanya ‘Mereka menjadikan malaikat malaikat
yang mereka itu adalah hamba Allah Yang Maha Permurah, sebagai seorang
perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat malaikat itu?
Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai
pertanggungjawaban” [QS.az-Zukhruf (43):19]
Lebih jauh Safaruddin menyebutkan,
permasalahan yang timbul dan menjadi dalam Qanun bendera dan lambang
Aceh, akibat dalam penyusunannya tidak melibatkan unsur Ulama dan tokoh
masyarakat Aceh dari beragam unsur.
“DPRA mengedepankan arogansinya dalam
penyusunan Qanun itu, ini juga tidak sejalan dengan sejarah kejayaan
Kerajaan Aceh masa lalu, di mana kala itu, sebuah aturan publik selalu
melibatkan para ulama dan tokoh masyarakat dari beragam unsur,” kata
Safar.
Dalam Al Qur’an kata Safar, menolak keyakinan seperti itu sebagaimana
tersebut antara lain dengan firman- Nya “Tanyakanlah kepada mereka
(orang orang kafir Mekkah): ‘Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan
dan anak-anak laki-laki, atau apakah kami menciptakan malaikat-malaikat
berupa perempuan dan menyaksikan (nya). Ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: ‘Allah beranak.
Apakah Tuhan memilih (mengutamakan) anak perempuan daripada anak
laki-laki? Apakah yang terjadi padamu? Bagaimana (caranya) kamu
menetapkan? Maka,apakah kamu tidak memikirkan? Atau apakah kamu memunyai
bukti yang nyata?”. [QS.ash-Shaffat (37): 149-156].
“Aceh sebagai daerah khusus dan ber
syariat Islam serta disebut Serambi Mekkah, karena ketaqwaannya
rakyatnya kepada Allah SWT, maka itu harus dihormati oleh semua pihak.
Termasuk dalam setiap kebijakan menyangkut publik Aceh,” imbuhnya.
Beranjak dari polemik yang berpotensi menimbulkan konflik baru, TPM
Aceh menyeru kepada Pemerintah Aceh dan Mendagri, agar dalam pembahasan
hasil evaluasi Qanun Bendera dan Lambang Aceh, sebaiknya melibatkan
multi unsur. Terpenting juga menurut Safaruddin, hasil pembahasan,
Bendera dan Lambang Aceh harus mampu mencerminkan nilai- nilai ke-
Acehan berazaskan islam, dan mampu menjadi pemersatu , bukan malah
menjadi pemicu perpecahan umat di Aceh, yang sedang menikmati perdamaian
setelah sekian lama hidup dalam suasana konflik. (Sp)
No comments:
Post a Comment