Masjid Asal Penampaan Tertua di Aceh
Masjid Asal Penampaan Tertua di Aceh
Sebuah sumber mengatakan bahwa masjid Asal – Penampaan didirikan pada
tahun 815 H/1412 M. Jika informasi ini akurat, berarti masjid Asal
didirikan dalam masa Kerajaan Pasai. Sebab setidaknya, Kerajaan Pasai
telah berdiri dari tahun 1282 M, (Ibrahim Alfian, 2004: 26) dan jatuh
dalam kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam di tahun 1524 M, (Amirul Hadi,
2004: 13).
Sejak pendiriannya sampai saat ini masjid Asal-Penampaan
tidak pernah dirombak dan tetap difungsikan oleh masyarakat sekitar
sebagai tempat ibadah. Masjid ini dipandang keramat oleh masyarakat
sekitar, sebab secara logika bangunan berkonstruksi kayu seperti masjid
ini tidak mungkin dapat bertahan sampai 500 tahun. Namun kenyataannya,
masjid Asal-Penampaan masih tetap berdiri kokoh sampai sekarang,
diperkirakan sudah berumur 800 Tahun.
Masjid Asal juga menjadi dasar
pemberian nama kampung dimana masjid itu berada. Nama Desa Penampaan
berasal dari kata “penampaan” yang artinya “penampakan/tampak atau
terlihat”.
Konon menurut riwayat, di masa lalu masjid ini bisa
dilihat dari berbagai wilayah di Gayo Lues. Mungkin hal ini disebabkan
oleh kondisi wilayah sekitar masjid Asal yang merupakan daerah datar dan
masih minim dihuni penduduk. Dengan demikian ia bisa dilihat dari
berbagai arah yang umumnya berdataran tinggi. Oleh karena itu, daerah di
mana masjid Asal berada disebut Desa (Kampung) Penampaan (yang tampak
dari berbagai arah).
Seperti yang ditulis kemenag Aceh, dalam buku
masjid bersejarah di Aceh, bagian pertama. Masjid Asal-Penampaan
didirikan atas prakarsa beberapa tokoh dan pemuka agama. Dari beberapa
sumber yang berhasil dihimpun, tokoh pendiri masjid ini adalah sebagai
berikut:
1. Datok Masjid
2. Syekh Siti Mulia
3. Syekh Said Ibrahim
4. Syekh Said Ahmad
5. Syekh Abdurrahman
6. Syekh Abdullah
7. Syekh Abdul Wahab
8. Said Hasan
9. Said Husin
10. Syekh Abdul Qadir
11. Said Ali Muhammad
12. Datok Gunung Gerudung
13. Mamang Mujra
Masjid ini dinamakan masjid Asal karena merupakan masjid yang pertama
sekali dibangun di wilayah sekitar Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai “Masjid Asal” yang konotasinya
adalah asal-muasal pendirian masjid di seluruh Gayo Lues dan sekitarnya.
Bangunan fisik masjid Asal dibina dengan kostruksi yang bahan utamanya
adalah kayu. Bahan-bahan bangunan masjid ini diperoleh dari pepohonan
yang banyak tumbuh di sekitar desa, bebatuan sungai serta tanah kuning
yang ada di sekitar masjid itu sendiri. Bahan-bahan dasar yang digunakan
pada saat pembangunan masjid ini masih utuh bertahan sampai sekarang,
termasuk dinding dari tanah kuning.
Arsitektur masjid Asal Kampung
Penampaan mengikuti karakteristik arsitektur masjid tradisional Aceh
yang berkembang selama berabad-abad. Arsitektur masjid seperti ini sudah
jarang ditemukan di masa sekarang, kecuali pada masjid yang dibangun
Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila dengan mengadopsi arsitektur masjid
Demak. Arsitektur masjid yang khas ini menjadi bukti terhubungnya
kerajaan Demak dengan Aceh dalam pengembangan Islam di Nusantara.
Dengan demikian, masjid Asal merupakan salah satu masjid bersejarah yang
merekam jejak pengembangan Islam di Aceh dan Indonesia umumnya.
Arsitektur tradisional bangunan Masjid Asal segera memberi kesan
kepurbakalaan masjid ini. Kesederhanaan konstruksinya memancarkan
kharisma dari kemegahan Islam masa lalu. Kubah masjid berbentuk runcing
berwarna hitam pekat terbuat dari logam. Atapnya terbuat dari ijuk
(serat serabut pohon aren) serta plafon yang dibuat dari pelepah aren
yang dirajut dengan rotan.
Masjid berukuran luas 8 x 10 meter ini
dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari tanah kuning di sepanjang
sisi tiang sebelah luar. Empat tiang penyangga utama masjid dihubungkan
dengan empat balok kayu sebagai penyokong kubah dan atap Masjid. Menurut
masyarakat setempat, keempat tiang tersebut merupakan kayu pilihan yang
diambil dari beberapa desa. Dua di antaranya diambil dari desa
Gele-Penampaan, menjadi pelengkap keenambelas tiang yang masih berdiri
dengan kokoh sampai saat ini.
Di bagian luar sebelah kiri masjid
terdapat makam para pendiri masjid. Mereka merupakan tokoh agama yang
disegani, salah seorang di antaranya dikenal sebagai tokoh penyebaran
agama Islam di dataran tinggi tanah Gayo.
Di halaman masjid terdapat
sebuah sumur tua yang dahulu digunakan sebagai sumber air untuk
berwudhuk. Dalam perkembangannya kemudian, sumur ini mulai jarang
digunakan. Namun air sumur ini masih tetap diambil masyarakat meskipun
untuk maksud yang lain. Konon menurut penuturan masyarakat, sumur
tersebut disebut “Telaga Nampak” yang keramat. Air dari sumur ini
dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, menyegarkan jasmani dan
digunakan sebagai air untuk tepung tawar (pesejuk) dalam berbagai acara
masyarakat.
Menilik tahun pendiriannya (1412 M), jika ini valid maka
dapat disimpulkan bahwa masjid ini telah berdiri jauh sebelum
berdirinya kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam adalah
kerajaan pertama yang menyatukan seluruh wilayah Aceh dalam satu
kekuasaan.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa upaya penyatuan oleh
Kerajaan Aceh Darussalam ini dimulai dengan ditaklukkannya kerajaan Daya
pada tahun 1520 M. Di masa kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam,
pengelolaan dan perawatan masjid Asal diemban oleh pejabat kerajaan
Kejurun Patiambang (Gayo, Patiamang). Kejurun Patiambang merupakan salah
satu dari enam kejurun di daerah Gayo. Keenam teritori tersebut adalah;
Kejurun Bukit, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, Kejurun Patiamang,
Kejurun Bebesen, dan Kejurun Abuk. (lihat Snouck Hurgronje, 1996: 107,
dst. dan H. M. Gayo, 1983: 51).
Untuk pengelolaan masid Asal, Raja
Patiamang mengangkat Reje Cik yang ditugaskan untuk merawat dan
mengelola pelaksanaan kegiatan keagamaan di Masjid Asal. Masjid Asal
telah mengalami beberapakali renovasi. Pada tahun 90-an masjid ini di
rehab bagian luarnya dengan pemasangan tembok keliling di sekitar masjid
sampai ke perkuburan. Lalu pada tahun 1989, dilakukan pemasangan kaca
pada lubang angin bagian atas (kubah masjid).
Rehabilitasi di atas
dilakukan dalam masa daerah ini masih masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh
Tenggara. Lalu pada tahun 2002, daerah ini masuk dalam wilayah
pemekaran Kabupaten Gayo Lues. Maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo
Lues melakukan rehabilitasi Masjid Asal, dan menjadikan masjid ini
sebagai icon Kabupaten Gayo Lues.
Pada tahun 2008, masjid Asal
direhab kembali dengan bantuan dana dari BRR NAD-Nias, namun tidak
merombak bangunan dasarnya. Pada masa ini dibangun mesjid baru dengan
konstruksi beton berukuran 60 x 40 meter berdampingan dengan mesjid lama
yang berkonstruksi kayu. Dengan demikian masjid Asal menjadi dua
bagian, bagian utama merupakan bangunan inti, yaitu masjid Asal yang
asli. Sedangkan bagian kedua merupakan masjid baru sebagai perluasan
masjid Asal, sehingga pengujung akan medapati dua ruang berbeda di dalam
masjid.
Masjid Asal Penampaan dipadati pengunjung pada setiap hari
Jumat, mulai dari subuh sampai masuk waktu shalat Jumat. Para pengunjung
berdatangan dari berbagai daerah, baik dari Aceh sendiri maupun dari
luar Provinsi Aceh. Biasanya pengunjung datang untuk bersedekah,
memenuhi niatan dan melunasi nazar mereka. Selain hari Jumat, masjid
akan dipadati pada saat perayaan hari-hari besar Islam seperti Maulid
Nabi, Isra’ Mi‘raj, Megang Ramadhan dan Megang Hari Raya (Idul Fitri dan
Idul Adha). Pada saat-saat seperti ini, masjid akan dipadati pengunjung
untuk beribadah dan memenuhi nazar mereka.
Masjid Asal-Penampaan
masih banyak menyimpan misteri sejarah kehidupan masyarakat Gayo Lues
yang belum tergali. Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh, daerah ini
dipimpin oleh Kejurun Patiamang yang banyak berkontribusi bagi hidupnya
beragam adat dan budaya dalam masyarakat. Di masa penyerbuan Kolonialis
Belanda ke tanah Gayo, konon masjid ini pernah dibom, tapi anehnya bom
itu tidak meledak.
Ada pula kisah lain yang mengatakan bahwa mesjid
ini pernah dicoba hancurkan oleh Belanda. Upaya ini juga tidak berhasil,
dan sampai sekarang bekas tebasan pedang masih terlihat pada tiang
mesjid ini. Setidaknya kisah ini menjadi cermin kuatnya upaya masyarakat
mempertahankan masjid ini dari serbuan Belanda.
Namun sayangnya
masih belum bisa terungkap, fakta-fakta itu masih terpendam dalam
warisan khasanah masa lalu. Kondisi ini terus menjadi misteri seiring
dengan tidak terjawabnya misteri masjid Asal itu sendiri. Misalnya
beberapa pertanyaan berikut:
1. Berapa usia masjid Asal sebenarnya?
Hendaknya dilakukan penelitian ilmiah semisal penghitungan usia kayu
masjid. Mungkin dapat dilakukan dengan karbon isotop 12 (C12)seperti
menghitung fosil peninggalan zaman purba.
2. Apa kandungan air sumur di masjid Asal yang dipercaya masyarakat bisa menyembuhkan?
3. Apa benar sumur masjid Asal merupakan air dari Telaga Nampak yang
ada di masjid pada masa ulama dan aulia masa lalu? Konon katanya bisa
memperlihatkan niat seseorang kala ia berada di Telaga Nampak?
Semua
pertanyaan ini cukup urgen untuk dijawab, kiranya pihak berwenang perlu
melakukan langkah-langkah positif untuk menjawab rasa penasaran
masyarakat. (SG/LG)
- See more at: http://www.lintasgayo.com/43929/masjid-asal-penampaan-tertua-di-aceh.html#sthash.dyW1eQvF.dpuf
No comments:
Post a Comment