Buraq Menurut Hadis Nabi Muhammad SAW
(Oleh: DR. H. Zulkarnain, MA)
Nomenklatur Buraq sangat erat dengan sebuah kisah besar yang monumental di dalam sejarah Islam, yaitu kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 kenabian (Sejarah Ringkas Nabi Muhammad SAW, dalam Kementerian Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, hlm. 63, dan K.H. Munawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, jilid I, hlm. 444)
Nomenklatur Buraq sangat erat dengan sebuah kisah besar yang monumental di dalam sejarah Islam, yaitu kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 kenabian (Sejarah Ringkas Nabi Muhammad SAW, dalam Kementerian Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, hlm. 63, dan K.H. Munawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, jilid I, hlm. 444)
Secara lughawiyyah atau kebahasaan,
Buraq berasal dari fi’il madhi (kata kerja masa lampau) baraqa, fi’il
mudhari’nya (kata kerja sedang atau akan) yabruqu dan mashdarnya (akar
katanya) barqan – buruqan dan bariqan yang artinya kilat. Al-Barqu
(kilat), bentuk jamaknya adalah buruqun (banyak kilat).
Al-Buraq secara bahasa juga diartikan
farasun mujanahun yang artinya kuda yang bersayap (Kamus al-Bisri, hlm.
30), menurut Imam Jalaluddin Muhammad ibn Mukarram ibn Ali ibn Manzhur
di dalam kitab Lisan al-Arab halaman 392, Buraq adalah nama hewan yang
dikendarai oleh Rasul SAW pada malam Isra’ dan Mi’raj.
Secara bahasa, Buraq dengan harakat
dhammah pada huruf ba diambil dari lafaz al-bariq yang artinya sangat
putih. Dari sisi kebahasaan, dapat disimpulkan bahwa Buraq adalah hewan
yang memiliki kecepatan gerak seperti kilat, memiliki warna yang sangat
putih dan kuda yang memiliki sayap.
Di dalam hadis riwayat Imam Muslim yang
nama lengkapnya al-Imam abi al-Husein Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim
al-Qusyairi al-Nisaburi, di dalam kitabnya al-Jami’ al-Sahih juz I
halaman 99, yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata:
adalah Rasulullah SAW. bersabda: didatangkan kepadaku Buraq, yaitu hewan
(dabbah) yang berwarna putih (abyadh), bertubuh panjang (thawil), lebih
besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dan sekali ia
menjejakkan kakinya yang berkuku bergerak sejauh mata memandang.
Menurut seorang ulama terkemuka dari
kalangan mazhab Syafi’I dalam hal ini adalah Imam Abi Zakaria Yahya bin
Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi yang dikenal dengan sebutan Imam al-Nawawi
di dalam kitabnya Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, jilid I, halaman
170-171 menerangkan tentang Buraq, bahwa menurut ahli bahasa Buraq
adalah nama hewan yang dikendarai Rasulullah SAW pada malam Isra’ dan
Mi’raj.
Menurut Imam al-Nawawi, mengutip
al-Zubaidi di dalam kitabnya Mukhtasharul ‘ain dan sahabat al-Tahriy,
bahwa Buraq adalah hewan yang digunakan oleh para nabi sebagai kendaraan
mereka. Menurut Imam al-Nawawi, dikatakan Buraq untuk menggambarkan
kecepatannya (lisur’atihi) dan dikatakan seperti itu karena sifatnya
yang cepat seperti cahaya dan kilat. Sedangkan al-abyadh (putih) menurut
Imam Nawawi adalah warna bulunya.
Imam al-Baihagi dalam kitab al-Dalail
memuat hadis tentang Buraq melalui jalur sanad Abdurrahman dari Hasyim
bin Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqas dari Anas bin Malik ia berkata,
ketika Jibril datang dengan Buraq kepada Rasul SAW, di mana seolah-olah
Buraq itu menegakkan telinganya, maka JIbril berkata kepada Buraq,
“Wahai Buraq jangan begitu, demi Allah engkau tidak pernah dikendarai
oleh seorang seperti dia, kemudian Rasulullah SAW pun berangkat dengan
Buraq itu.
Dalam hal ini, ibnu Dihyah dan al-Munir
mengatakan bahwa Buraq sulit dikendarai karena ta’ajub dan gembira
terhadap Nabi SAW yang akan mengendarainya (Tarikh al-Dimasyqi, karya
Ibnu Asakir, jilid III, hlm 311). Di dalam hadis yang lain Imam
al-Baihaqi, melalui jalur periwayatan sahabat Abu Said al-Khudri, Nabi
SAW bersabda”Tiba-tiba ada seekor hewan yang menyerupai hewan kalian,
yaitu baghal kalian ini, telinganya bergelombang (bergerigi)”.
Imam Jalaluddin al-Suyuti mengatakan,
“Abu al-Fadhal bin Umar…. Dari Qonan bin Abdullah al-Nuhmi dari Abu
Tibyan al-Janbi dari Abu ‘Ubaidah, yaitu Abdullah bin Mas’ud, ia
mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ” Jibril mendatangiku dengan
seekor hewan yang tingginya di atas keledai dan di bawah baghal, lalu
Jibril menaikkanku di atas hewan itu kemudian bergerak bersama kami,
setiap kali naik maka kedua kakinya yang belakang sejajar dengan kedua
kaki depannya, dan setiap kali turun kedua kaki depannya sejajar dengan
kedua kaki belakangnya (al-Said ‘Alawi al-Maliki al-Hasani di dalam
kitabnya al-Anwar al-Bahiyyah min Isra’ wa Mi’raj Khair al-Bariyyah,
halaman 111)
Berdasarkan kutipan-kutipan hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam al-Baihaqi di atas, dapat
disimpulkan bahwa menurut hadis Nabi Muhammad SAW, Buraq itu adalah
seekor hewan warna bulunya putih, tubuhnya panjang, tingginya melebihi
keledai dan lebih kecil dari baghal, telinganya bergelombang atau
bergerigi, kecepatannya seperti kilat atau cahaya, memiliki 4 kaki, jika
naik kedua kaki belakangnya disejajarkan dengan dua kaki depannya, dan
jika menurun kedua kaki depannya disejajarkan dengan kedua kaki
belakangnya.
Adapun menurut sumber non-Muslim,
misalnya di dalam Shorter Encyclopedia of Islam karya Hamilton Alexander
Rusken Gibb dan J. H. Kramers yang diterbitkan oleh penerbit E. J.
Brill – Leiden – Belanda dan Luzac and co – London – Inggris tahun 1961,
jilid I halaman 65. Nama Buraq dikaitkan dengan Barqun yaitu lightning
(kilat/cahaya).
Selanjutnya, Gibb dan Kramers mengutip
T. W. Arnold di dalam bukunya painting in Islam (Oxford, 1928)
mengatakan: There are long descriptions of Buraq, who is represented as a
mare with a woman’s head and peacock’s tail (dalam waktu yang lama
Buraq dipaparkan sebagai sesuatu yang mewakili seekor kuda betina dengan
kepala seorang perempuan dan dengan ekor burung merak). Gerardy
Saintine dalam bukunya trios ans en judèe (Paris, 1860)menyebutkan bahwa
di dalam mesjid al-Shakhra di Yerusalem ada sebuah batu yang diziarahi
yang dipandang sebagai saddle Buraq.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Buraq versi hadis-hadis Nabi SAW sangat berbeda dengan Buraq versi non
islam (Yahudi). Sebagai seorang muslim, tentunya kita hanya meyakini
Buraq yang di ceritakan oleh Nabi SAW saja dan bukan yang selain itu.
Wallahu’alam bi shawwab. (op)
(Penulis adalah Dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa)
No comments:
Post a Comment