KRITENISASI KEPARAT,....!!!!
Edisi 10/XVI 2004 - Ihwal
Dari Guantánamo
Beberapa Muslim yang dipenjara di penjara
kepulauan Karibia sudah dilepas. Sekitar 140 lainnya akan
menyusul, sisanya masih 400-an orang. Inilah kisah
mereka, selama dua tahun disekap tanpa kejelasan hukum
Sesudah hampir setahun disekap seperti
binatang, Moazzam Begg dikeluarkan dari Guantánamo. Warga
Inggris itu ditangkap di Afghanistan saat melakukan
berbagai kegiatan kemanusiaan untuk membantu bangsa yang
terus-terusan berusaha dijajah orang itu. Tanpa proses hukum apa-apa ia
disekap dan dibawa ke penjara itu selama hampir 2 tahun ini.
“Sampai hari ini, saya masih belum tahu,
kejahatan apa yang saya lakukan. Saya mulai kalah melawan
depresi dan keputusasaan,” katanya sesudah bebas. Menurut
pengacaranya, Clive Stafford Smith, akhirnya kliennya
memang “mengaku” terlibat rencana-rencana Al-Qaidah untuk ikut
menyiapkan pesawat yang akan diledakkan, dan menyebarkan virus
Anthrax di gedung parlemen Inggris. Namun, Smith yang
membela semua warga Inggris di Guantánamo, menegaskan
pengakuan itu terpaksa dilakukan.
“Jika Anda disekap sendirian selama
berbulan-bulan, Anda akan melakukan apa saja agar bisa
keluar,” katanya. “Bagian dari ‘Dunia Ajaib Alice’ ini,
jika Anda ingin segera dibawa keluar untuk diadili, dan didampingi
pengacara, maka Anda harus mengaku bersalah dulu.”
Moazzam termasuk enam orang pertama yang
dikeluarkan dari Guantánamo, dan mendapat kepastian akan
diadili. Kepastian untuk diadili adalah sejenis harta
karun termahal di Guantánamo. “Kami pernah diberi tahu,
semua yang masuk ke sana akan mendekam selama 150 tahun,” kata
Suleiman Shah, 30 tahun, bekas pejuang Thaliban dari
Kandahar yang sempat merasakan Guantánamo selama 14
bulan. Mungkin saja ungkapan itu merupakan intimidasi
dari interogator, tapi efektif.
"Saya pernah mencoba bunuh diri,” ujar Shah
Muhammad, 20 tahun. Pemuda Pakistan ini ditangkap di
utara Afghanistan Nopember 2001, lalu diserahkan kepada
serdadu Amerika dan diterbangkan ke Guantánamo January
2002. "Empat kali saya mencoba bunuh diri, karena jijik dengan hidup
saya.”
"Bunuh diri bertentangan dengan Islam,"
tambahnya, "tapi hidup di sana sangat sengsara. Banyak
yang melakukannya. Mereka memperlakukan saya sebagai
penjahat, padahal saya tidak bersalah. "Shah Muhammad sudah
dilepas dan dikembalikan ke Afghanistan. Tentu saja ia akan
terus di bawah pengawasan intelijen.
Dalam waktu 18 bulan sejak kamp tahanan itu
dioperasikan Januari 2002, sudah terjadi lebih dari 28
kali usaha bunuh diri, tidak satupun berhasil, tapi satu
orang diantaranya kini masih koma dengan jaringan otak
yang rusak.
Pangkalan militer di Teluk Guantánamo itu
luasnya 117 km per segi. Di dalamnya ada “Penjara Delta”
atau biasa juga disebut “Kamp Sinar-X” yang merupakan
instalasi militer AS di kepulauan yang menyatu dengan Kuba
itu. Meskipun sepenuhnya dikendalikan AS, tanah di ujung timur
Kuba itu sendiri sebenarnya bukan milik resmi AS. Sejak
tahun 1903, kedua negara “bersepakat” memberikan AS
otoritas penuh untuk mangkal di situ dengan membayar
2.000 keping emas setiap tahunnya, kini setara US$ 4.085, tak
peduli inflasi tak peduli rezim berganti, sampai kiamat harganya
tetap segitu.
Jumlah seluruh tahanan yang ada di dalam
“Kamp Sinar-X” hingga kini 660 orang berasal dari 44
negara, semua terkait dengan tuduhan sebagai bagian dari
terorisme internasional. Sebagian besar adalah pejuang
Thaliban yang ditangkap di Afghanistan berasal dari berbagai bangsa,
terutama Pakistan dan Afghan.
Proses hukum
Setelah dua tahun disekap tanpa proses
pengadilan, David Hicks, satu dari dua warga Australia di
Kamp Sinar-X akhirnya ditekan untuk mengaku terlibat
dalam konspirasi terror. Pentagon secara resmi mengutus
penasihat hukum militer Mayor Michael Mori, untuk mendesak pemuda
berusia 28 tahun itu untuk mengaku saja. Jika tidak, tak akan
pernah ada pengadilan.
Pengacara Hicks dari Australia Stephen
Kenny, mengatakan kepada para wartawan di New York bulan
Desember lalu: “Kalau kesepakatan itu terjadi, saya
menduga kami akan berhadapan dengan komisi militer. Tapi
jika Hicks menolak, maka ia kehilangan kesempatan keluar dari sana dan
diadili.”
Kenny, merupakan pengacara sipil pertama
yang diberi kesempatan mengunjungi Teluk Guantánamo, dan
mengaku berjumpa dengan Hicks selama 5 hari
berturut-turut. Pengacara yang mewakili keluarga Hicks sejak akhir
2001 ini tidak menjalankan fungsinya untuk memproses secara
hukum. Ia hanya jadi semacam konsultan bagi Mayor Mori
yang misinya lebih jelas: mendesak Hicks mengakui sesuatu
yang selama ini ditolaknya, yaitu keterlibatan dalam
gerakan terorisme. Kenny tidak diperkenankan menjumpai
warga Australian lain yang juga di penjara itu, Mamdouh Habib.
Sebagaimana sebagian besar tahanan di sana,
Hicks ditangkap oleh pasukan Aliansi Utara di Afghanistan
Desember 2001, lalu dijual kepada militer AS, dan
diterbangkan —dengan mata mulut telinga tertutup, tangan dan
kaki terikat erat— ke penjara ini Januari 2002. Selama dua
tahun, Hicks terus-terusan diinterogasi oleh serdadu
militer AS, dan tidak diberi kesempatan menghubungi
keluarga dan pengacara.
Kegiatan sehari-hari
Seluruh tahanan baru di Guantánamo masuk
dulu ke Kamp Tiga, unit dengan tingkat keamanan
tertinggi. Sel-sel di unit ini berukuran 2 x 2,4 meter,
dilengkapi kloset jongkok, wastafel logam, dan alas tidur yang menyatu
permanen dengan dinding kawatnya.
Setiap tahanan baru langsung mendapat jatah
celana pendek, celana panjang, dan dua kaos, semua
berwarna oranye menyolok, alas kaki untuk mandi, handuk,
pasta gigi, sampo, sajadah, topi haji warna putih, sebuah
Al-Quran, dan alas tidur tanpa bantal.
Dua kali seminggu, para tahanan diberi
jatah 20-30 menit untuk mandi dan gerak badan. Menurut
laporan TIME, para serdadu AS penjaga bercerita, bahwa
para tahanan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca
Al-Quran dan menghadapi interogasi. Sebuah tanda panah kecil
menunjuk arah qiblat; dan adzan dikumandangkan lima kali
sehari lewat pengeras suara ke seantero penjara.
Fasilitas-fasilitas terakhir ini diberikan setelah
beberapa tahanan melakukan mogok makan selama lima hari.
Bekas tahanan asal Pakistan Salahuddin
mengisahkan, sebagain tahanan yang bisa berbahasa Inggris
mencoba memperkenalkan Islam kepada para serdadu AS yang
menjaganya. “Sebagian dari mereka ada yang tertarik juga,
bahkan mulai belajar mengeja Quran,” katanya.
Para penjaga melakukan patroli ke seantero
penjara yang meliputi 48 unit sel, dengan rute yang
diatur sedemikian rupa agar bisa melirik setiap sel tiap
30 detik. Serdadu wanita merasa pekerjaan menjaga penjara ini
lebih berat dibanding para prianya. “Bikin stres! Kebanyakan
para tahanan menolak melihat wanita, dan bahkan seperti
enggan menerima makanan jika kami [serdadu wanita] yang
mengantar,” kata Rebecca Ishmael.
Beberapa penjaga mengaku pernah dilempari
kotoran oleh para tahanan. Sebaliknya, para tahanan punya
banyak cerita mengerikan tentang hukuman yang mereka
terima. Mohammed Sagheer, 52 tahun, seorang da’i Pakistan
yang telah dikeluarkan dari Guantánamo mengajukan tuntutan hukum kepada
pemerintah AS karena telah “memenjarakan dirinya tanpa alasan”.
Ia menuntut ganti rugi sebesar US$ 10,4 juta dan menuduh
para penjaga Guantánamo menggunakan obat untuk
mengendalikan para tahanan. “Mereka kasih kita tablet
yang akan membuat kita tak sadar. Saya sembunyikan
tablet-tablet itu di bawah lidah, lalu membuangnya begitu penjaga tidak
melihat,” katanya. Sagheer mengaku dua kali dihukum di sel
isolasi yang gelap karena meludahi penjaga, yang
menurutnya telah memprovokasinya dengan melempar Qur’an
dan memukulinya.
Jika berkelakuan baik, para tahanan akan
dipindah ke Kamp Dua, lalu, Kamp Satu, dengan harapan
mendapat fasilitas baru yang lebih manusiawi. Air mineral
dalam botol, waktu yang lebih lama untuk mandi dan gerak
badan. Tidak lagi berpakaian oranye menyala, para tahanan diberi kaos,
gamis, dan topi serba putih.
Beberapa organisasi HAM mengangkat keadaan
di penjara Teluk Guantánamo itu juga mengenai status
hukum para tahanan yang tidak jelas. Pihak militer
Amerika terus menerus menolak status mereka sebagai tawanan
perang, walaupun sebagian besar ditangkap di medan pertempuran
di mana mereka hanya punya satu pilihan, menjalankan
perintah atau mati. Selama masih berada di Guantánamo,
seorang tahanan tidak akan pernah mendapatkan hak untuk
didampingi pengacara. Ini memang hukum perang rimba.
Sebagian besar sudah berada di penjara itu hampir 2 tahun ini.
Setelah dibombardir tekanan dari berbagai
pihak, akhirnya beberapa fasilitas yang lebih “manusiawi”
kabarnya kini sudah ditempatkan di Guantánamo. Yang
paling merasakannya diantaranya tiga orang tahanan
berusia ABG, antara 13-15 tahun, yang ditempatkan di luar penjara “Kamp
Sinar-X” tepatnya di salah satu bekas cottage perwira di Kamp
Iguana. Pemandangannya menghadap laut. Di dalamnya
terdapat dua kamar tidur yang masing-masing berisi dua
ranjang, dan ruang santai dilengkapi teve dan
video-player. Dapurnya dilengkapi kulkas yang selalu disuplai dengan
buah-buahan dan makanan ringan. Demikian ditulis TIME.
Di antara para penjaga tahanan ABG itu
adalah Sersan ‘P’, yang sebagaimana sebagian besar
penjaga lainnya menutupi nama di dada kanannya dengan
silotip, sehingga para tahanan tak akan pernah bisa
mengidentifikasi mereka sampai kapanpun. Sersan ‘P’ ini bahkan menolak
nama belakangnya ditulis oleh wartawan yang mewawancarainya.
Bila tidak sedang menjadi tentara, Sersan
‘P’ bekerja sebagai guru sekolah menengah. Ia dipilih
bersama lainnya dan diwajibmiliterkan karena punya
pengalaman kerja menangani remaja. “Kami mengajarkan mereka
matematika dan sains,” katanya. “Para ABG itu cepat sekali
belajar bahasa Inggris. Kami main sepakbola, voli, dan
kehilangan beberapa bola yang jatuh ke laut.” Bekas
cottage yang ditempati tahanan ABG itu halamannya di tepi
jurang yang langsung berbatasan dengan laut.
Kepada TIME para perwira penjaga mengatakan
kebanyakan tahanan malah bertambah gemuk sejak mereka
tiba di penjara ini. Di dapur penjara, di mana makanan
untuk tahanan dimasak bersama makanan untuk para penjaga
terdapat berkardus-kardus pisang dan rotu pita (makanan khas Afghan,
Pakistan) siap disajikan. Roti, susu, sayur-mayur dan buah
–pisang, apel, pir atau kurma—selalu ada dalam daftar
menu. Para jurumasak banyak menggunak an bumbu kari
–sarapan pagi kari telor, makan malam ayam kari bakar.
Jalan panjang
Gambar-gambar yang sangat mengagetkan
dunia, mengenai bagaimana para tahanan diperlakukan
beredar di awal tahun 2002 silam. Kondisi mereka lemah,
dalam pakaian oranye yang menyala, mata, mulut, dan telinga
disekap, kedua tangan dan kaki dirantai. Sel-selnya seperti
kandang ayam. Kawat- kawat berduri melintang ke sana
kemari siap merobek kulit dan daging.
Tak ada yang tahu pasti dan merasakan apa
yang sekarang terjadi di dalam penjara. Yang jelas hingga
hari ini status hukum mereka belum kunjung jelas. Banyak
diantara mereka hanya menjadi komoditi para penguasa
perang di Afghanistan Utara, dijual ke militer Amerika, seperti yang
dialami Ustadz Abu Bakar Baasyir di tingkat lokal Indonesia.
Presiden Bush, yang mulai sibuk mencari
muka rakyatnya menjelang pemilu, merencanakan membawa
Hicks dan lima tahanan lain asal Australia, AS, dan
Inggris ke pengadilan militer. Pemeriksaan resmi secara hukum
diperkirakan baru dimulai Maret 2004 mendatang. Baru bulan Juli
mendatang Mahkamah Agung AS akan memutuskan, apakah para tahanan
akan diproses oleh pengadilan federal Amerika atau tidak.
Sementara semua proses fana ini
berlangsung, Mahkamah Yang Maha Agung terus mendengar,
mencatat, dan akan menyiapkan pengadilan yang
sesungguhnya kelak.*
Dzikrullah, dari berbagai
sumber/Hidayatullah
Kunjungilah
www.swaramuslim.net
untuk mengetahui berita-berita serta artikel-artikel
terbaru
tentang Islam
No comments:
Post a Comment