[41] Bukti Pendangkalan Akidah Itu |
Thursday, 23 September 2010 15:12 | |
Pendangkalan akidah di Aceh pasca tsunami dilakukan dengan berbagai cara. Semua ada buktinya. Sejak hari-hari pertama pasca tsunami Aceh 2004, banyak pihak mengingatkan, ma-suknya NGO maupun LSM non Muslim untuk memulih-kan kembali Aceh akibat ben-cana alam patut diwaspadai. Peringatan itu tidaklah ber-lebihan. Di lapangan Tgk Warul Walidin, Tgk Rahman Kaoy, Tgk Sayed Azhar, Tgk Komala Pontas, dan para tokoh terpercaya lain-nya yang tergabung dalam Tim Pembinaan dan Pengawasan Pendangkalan Akidah (P3A) Aceh membuktikan hal itu. Bukti-bukti tersebut ter-catat dalam Laporan Hasil Investi-gasi Pendangkalan Aqidah yang dikeluarkan pada Juli 2006. Lapo-ran setebal 69 halaman itu meng-ungkap fakta adanya pendang-kalan akidah bahkan menjurus kepada pemurtadan yang dila-kukan secara terprogram dan sistematis di 13 kabupaten dan kota oleh berbagai NGO dan LSM yang berkedok bantuan kema-nusiaan itu. Hal itu terjadi lantaran labil-nya masyarakat akibat musibah raya itu dan sistem pengawasan pihak pemerintah yang tergo-long lemah sehingga tidak selek-tif terhadap pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke-manusiaan. Sedangkan modus upaya pemurtadannya antara lain me-lalui penyaluran bantuan kema-nusiaan (berupa bantuan ma-kanan, buku bacaan, alat tulis-menulis, obat-obatan, pakaian dan mainan anak-anak); bim-bingan konseling (pemulihan trauma); pendidikan dan ketram-pilan di lembaga panti asuhan yang dikelola oleh yayasan umat Kristen; dan lain sebagainya. Temuan Lapangan Di sebuah mushala di Hun-tara Pinggir Sungai Lamnyong, Banda Aceh ditemukan lambang salib. Mushala ini dibangun oleh NGO: International Organization for Migration (IOM). Di Lamreh Kecamatan Mas-jid Raya, Aceh Besar, LSM Yakum Emergency Unit membangun ki-os berbentuk gereja. Sedangkan di Barak Mustika Kulam Permata, Kelurahan Krueng Raya, Sabang, tim P3A dikejutkan oleh adanya sejadah berlogo salib di tengah warga. Warga tidak mengetahui nama NGO atau LSM yang memberikannya. NGO Save the Children ber-upaya menyimpangkan akidah dengan membagikan buku yang mengandung ajaran Kristen yang berjudul 30 Dongeng Sebelum Tidur kepada anak-anak warga Huntara Keudee, Jangka Buya, Pidie. Seakan tak mau kalah dengan Save the Children, LSM Sampoerna Foundation mem-bagikan buku bacaan Kristen kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Samalanga, Bireuen. Sedangkan di Barak Lapang Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara, NGO Kordia meng-gelar hiburan anak-anak yang digiring kepada kemusyrikan. Mereka menanyakan berapa jumlah Tuhan. Bila anak-anak menjawab satu maka diberi hadiah satu permen bonbon. Bila menjawab dua akan diberi per-men bonbon dua, dan sete-rusnya. Sedangkan di Desa Rigaih 5 Km Calang, Aceh Jaya, LSM Obor Berkat Indonesia pada Oktober 2005 melakukan misi kristenisasi. Warga yang mengungsi di Barak Tenda Tanjong Harapan, Desa Ujong Tanjong, Meurebo, Aceh Barat pun turut menjadi sasaran. Mereka mendapat sembako berisi lambang-lambang Kristen yang dibagikan oleh NGO Global Network. Di Ujong Fatihah, Kuala, Nagan Raya, seseorang yang mengaku sebagai mahasiswa perbandingan agama membagi-kan Indeks Bibel. Ia kemudian ditangkap pihak yang berwajib. Pembagian sembako ada-lah teknik yang paling sering digunakan untuk memperkenal-kan ajaran yang berseberangan dengan akidah Islam. Di SMP Negeri Suasaoh, Aceh Barat Daya, misalnya, para korban tsu-nami mendapat bantuan semba-ko yang berasal dari Batam. Ternyata di dalam sembako itu terdapat Injil berukuran kecil. Sedangkan di beberapa barak di Kabupaten Simeulue, RSRC Indonesia membagikan kalender meja bergambar salib dan berisi pesan Kristen. Modus lainnya agar dianggap legal mereka mendirikan gereja yang megah di Serambi Mekah. Kor-ban tsunami di luar Aceh, yakni Nias, yang beragama Kristen di-mobilisasi untuk mengungsi ke Kutacane, Aceh Tenggara. Terakhir, di Desa Mandum-pang, Aceh Singkil, berdiri TK Kristen. TK yang menginduk ke Medan itu membuat program pendidikan gratis bagi setiap anak Muslim yang mendaftar. TK tersebut ilegal, lantaran tidak dapat menunjukkan izin operasi-onal dari Dinas Pendidikan. Temuan itu merupakan in-dikasi yang tidak terbantahkan. Mereka memang menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai kedok untuk melakukan pen-dangkalan akidah bahkan me-murtadkan seperti kasus yang baru saja geger di Aceh Barat. Karena bagi mereka tidak ada makan siang yang gratis dan selalu ada udang di balik batu. Waspadalah! [] joko prasetyo |
No comments:
Post a Comment