Panitia seleksi (pansel) calon anggota Komisi Informasi Publik (KIP)
tak punya banyak waktu. Dalam kurun waktu empat bulan mereka harus
menyeleksi calon anggota KIP. Oleh karenanya Pansel berharap dapat saran
dan masukan yang banyak dari masyarakat untuk menjaring calon yang
berkualitas.
Wakil Ketua Pansel KIP periode 2013–2017, Suprawoto menjelaskan, sejak
pendaftaran dibuka Februari lalu, hampir 200 orang mendaftar. Namun,
setelah melewati proses seleksi administrasi dan tes tertulis, jumlah
itu berkurang menjadi 45 orang. Untuk tes tertulis, dalam rangka
menjunjung objektifitas, Pansel melakukan penilaian tanpa mengetahui
nama peserta.
Kemudian, peserta yang lolostes tertulisitu akan mengikuti psikotes
awal bulan depan. Lalu, peserta yang mampu melewati psikotes akan diuji
kemampuannya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan pansel lewat tes
wawancara.
Untuk proses wawancara yang bakal digelar pertengahan April 2013 itu,
Suprawoto menegaskan Pansel butuh masukan masyarakat tentang bagaimana
proses wawancara itu dilakukan, apakah terbuka atau tertutup.
Proses tersebut adalah tahapan sebelum nama-nama calon anggota KIP
hasil seleksi Pansel diserahkan kepada Menkominfo, Presiden dan DPR
untuk fit and proper test. Dia berharap masukan yang diberikan
masyarakat kepada Pansel bentuknya tertulis. “Kami minta masukan dan
saran bagaimana agar anggota Komisioner kualitasnya lebih baik dari
sebelumnya,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Selasa (26/3).
Tak ketinggalan, Suprawoto menekankan kalau Pansel butuh bantuan dari
masyarakat terkait rekam jejak para calon anggota KIP untuk memperketat
dalam menyeleksi para calon komisioner. Menurutnya, saat ini Pansel
mulai menerima masukan dari masyarakat, salah satunya akan dilakukan
oleh sebuah organisasi masyarakat sipil dalam waktu dekat.
Pada kesempatan yang sama salah satu anggota koalisi Freedom Of
Information Network Indonesia (FOINI), Paulus Widiyanto, mengatakan
butuh orang yang mampu bertindak bijak untuk menjabat sebagai komisioner
KIP. Pasalnya, KIP akan menghadapimasyarakat yang melapor dan lembaga
negara yang dilaporkan.
Mantan Ketua Pansus RUU Penyiaran itu mengatakan pada saat proses
seleksi komisioner KIP periode 2009–2013, organisasi masyrakat sipil
melakukan rekam jejak terhadap calon komisioner. Sayangnya, proses itu
tidak dilakukan secara mendalam. Sehingga, Paulus menilai masyarakat
kurang puas dengan kinerja komisioner KIP saat ini.
Oleh karenanya ke depan, Paulus mengatakan masyarakat butuh komisioner
yang mampu memecah persoalan yang ada. Misalnya, apakah komisioner nanti
sanggup untuk mendorong terwujudnya keterbukaan informasi di tiap
lembaga negara. Pasalnya, Paulus melihat keterbukaan informasi itu belum
merata sampai ke daerah. Bahkan dia mengusulkan agar KIP juga dibentuk
sampai ke tingkat daerah.
Selain itu, Paulus menekankan bahwa komisioner KIP ke depan harus
menjalankan percepatan pelaksanaan UU KIP agar lembaga negara memberikan
informasi secara sadar, bukan birokratis. Mengingat perubahan itu
berkaitan dengan kebijakan, maka komisioner dituntut untuk mampu
mendorong agar kebijakan publik yang ada mendukung terciptanya
keterbukaan informasi publik. Lagi-lagi Paulus mengingatkan langkah itu
jangan hanya dilakukan untuk lembaga negara di tingkat pusat saja, tapi
daerah.
Dari pantauannya, Paulus melihat tak sedikit masyarakat di daerah yang
kesulitan mendapat informasi di daerahnya. Misalnya, bagaimana mendapat
akses jaminan kesehatan, listrik dan lain sebagainya. Atas dasar itu,
keterbukaan publik dirasa penting untuk digelar sampai ke tingkat
kecamatan dan kelurahan.
Selaras dengan itu Paulus mengatakan, berhasil atau tidaknya
pelaksanaan UU KIP ketika semakin sedikit sengketa informasi. Hal itu
membuktikan bahwa lembaga publik semakin terbuka dan tak banyak
persoalan terkait akses informasi. Keberhasilan itu menurut Paulus juga
didukung oleh kemampuan komisioner untuk melakukan mediasi.
Dalam rangka mewujudkan komisioner KIP yang mampu menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik, Paulus mengatakan masyarakat harus mengawal
proses seleksi tersebut. Ketika Pansel melakukan rekam jejak terhadap
calon komisioner, Paulus menekankan agar biodata para calon itu
dipublikasikan. Sehingga, publik dapat mengetahui dan merespon hasil
rekam jejak itu. Menurutnya, hal itu dilakukan agar kualitas komisioner
KIP sesuai dengan harapan masyarakat . “Kami tidak mau kecewa lagi
(seperti kinerja komisioner KIP sekarang,-red),” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment