PII Sarankan Ibukota Aceh Dipindahkan ke Takengon
Banda Aceh
– Wacana pemindahan Ibukota Provinsi Aceh ke Takengon sudah muncul
sejak tahun 2005 pasca Banda Aceh luluh lantak akibat gempa bumi dan
tsunami.
Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia
(PII) Aceh menilai perlu untuk mewacanakan kembali hal ini,
sesuai letak geografis, lebih merata ke seluruh wilayah Aceh, sekaligus
meredam isu berpotensi menimbulkan konflik.
“PII Aceh melihat isu pemekaran muncul
karena ada kesenjangan pembangunan antar daerah di Aceh,” sebut Ahmad
Yanis, Ketua III PII Aceh dalam rilisnya kepada wartawan, Minggu
(28/4/2013).
Menurutnya, ada tiga alasan kenapa perlu
mempertimbangkan Ibukota Aceh ke Takengon, yang pertama pertimbangan
stabilitas politik di Aceh, kemudian pertimbangan Sosio-Ekonomi dan
Pertimbangan Fisik dan Geografis.
“Dari sejarah kita ketahui bahwa, daerah
dataran tinggi Gayo yang merupakan benteng alam yang sangat strategis
bagi pertahanan pasukan kerajaan Aceh,” katanya.
Dataran ini juga sempat digunakan oleh
Sultan Aceh Tuanku Muhammad Daudsyah (1874-1903) beserta pengawalnya
maupun tokoh-tokoh penting dalam Perang Aceh, kemudian Panglima
Polem dan Cut Nyak Dhien juga pernah bertahan kesini bertahan dari
serangan penjajah di pesisir.
“Ada banyak contoh Negara yang telah
sukses meindahakan Ibukota dan Pusat Pemerintahan, diantaranya Malaysia,
Brasil dan Myanmar. Sementara di Aceh, Banda Aceh dijadikan sebagai
pusat bisnis dan pusat pendidikan,” tambah Indra Perdana, Sekretaris
Umum PII Aceh.
Dengan dipindahkannya Ibukota
ke Takengon, lanjut Indra, akses daerah ke pusat pemerintahan menjadi
lebih dekat terutama yang berada di wilayah perbatasan dan wilayah
perbatasan dan Selatan Aceh akan lebih terperhatikan.
“Ddimulai dengan pembukaan jalan
Blangkejren-Lokop dan Nisam-Takengon lalu Beutoeng-Blangkejren.
InsyaAllah kita dapat membangun Aceh lebih baik. Urat nadi kehidupan
perekonomian dan pembangunan Aceh akan bisa lebih baik,” sebut Indra di
akhir rilisnya. (Sp/Arunda)
No comments:
Post a Comment