PDIP Aceh: Tidak Perlu Referendum Bendera Aceh
Banda Aceh
– Pembahasan qanun atau peraturan daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
terkait lambang bendera yang mirip Gerakan Aceh Merdeka (GAM) belum
menemui titik temu. Bahkan, rakyat Aceh mengancam akan melakukan
referendum bila pemerintah pusat tak juga menyetujui bendera tersebut.
“Sebenarnya tidak perlu ada referenfdum, begitu ada referendum untuk bendera, maka efeknya lebih luas,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Karimun Usman kepada wartawan di Banda Aceh, NAD, Kamis (23/5).
Dia berpendapat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus bersikap tegas terkait masalah bendera Aceh. Apalagi pada pemilihan presiden (pilpres) 2009 lalu, SBY mendapat dukungan 93 persen rakyat Aceh. “Solusinya ada di SBY. Jangan lupa, SBY itu dipilih 93 persen rakyat Aceh. Saya harap SBY yang tega selesaikan,” ujarnya.
Secara pribadi dia menuturkan, bendera Aceh bukanlah deklarasi untuk perang. “Bendera ini menurut saya pribadi bukan deklarasi akan perang. Tapi wujud perjanjian Helsinski, bendera ini perekat. Karena di Aceh ada keistimewaan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, secara hukum, qanun dan bendera merupakan perintah dari UU Aceh. “Qanun ini dibuat dan disepakati DPR Aceh dan Pemerintah Aceh. Keputusan DPR Aceh dan Pemerintah Aceh harus dihormati kalau kita hidup di dalam demokrasi. Kenapa setelah baru disepakati baru jadi polemik,” tukasnya.
Sedangkan Pimpinan Simpang Lima Center, Kamaruddin Hasan mengatakan, bendera Aceh sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. “Semua daerah punya bendera. Hanya saja yang tidak disukai rakyat Aceh karena memang warna dan lambangnya mirip dengan Partai Aceh,” kata Hasan.
Dia mengaku setuju dengan adanya bendera Aceh. “Kita setuju tapi jangan seperti yang sekarang benderanya,” tandasnya.
“Sebenarnya tidak perlu ada referenfdum, begitu ada referendum untuk bendera, maka efeknya lebih luas,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Karimun Usman kepada wartawan di Banda Aceh, NAD, Kamis (23/5).
Dia berpendapat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus bersikap tegas terkait masalah bendera Aceh. Apalagi pada pemilihan presiden (pilpres) 2009 lalu, SBY mendapat dukungan 93 persen rakyat Aceh. “Solusinya ada di SBY. Jangan lupa, SBY itu dipilih 93 persen rakyat Aceh. Saya harap SBY yang tega selesaikan,” ujarnya.
Secara pribadi dia menuturkan, bendera Aceh bukanlah deklarasi untuk perang. “Bendera ini menurut saya pribadi bukan deklarasi akan perang. Tapi wujud perjanjian Helsinski, bendera ini perekat. Karena di Aceh ada keistimewaan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, secara hukum, qanun dan bendera merupakan perintah dari UU Aceh. “Qanun ini dibuat dan disepakati DPR Aceh dan Pemerintah Aceh. Keputusan DPR Aceh dan Pemerintah Aceh harus dihormati kalau kita hidup di dalam demokrasi. Kenapa setelah baru disepakati baru jadi polemik,” tukasnya.
Sedangkan Pimpinan Simpang Lima Center, Kamaruddin Hasan mengatakan, bendera Aceh sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. “Semua daerah punya bendera. Hanya saja yang tidak disukai rakyat Aceh karena memang warna dan lambangnya mirip dengan Partai Aceh,” kata Hasan.
Dia mengaku setuju dengan adanya bendera Aceh. “Kita setuju tapi jangan seperti yang sekarang benderanya,” tandasnya.
Penulis: C-6/AF
Sumber:Suara Pembaruan
No comments:
Post a Comment