OPINI | 20 April 2013
Menyoal Muslihat Culas Elit Golkar Aceh
Muslihat
culas kembali dilakonkan elit partai Golkar Aceh. Gagalnya Tagore Abu
Bakar menjadi caleg DPR RI yang disebabkan oleh sikap paranoid elit DPD
Golkar Provinsi Aceh, semakin menegaskan bahwa Gayo bukan di posisikan
sebagai saudara oleh Aceh. Tapi tak lebih sebagai lawan yang harus di
binasa dengan cara apapun.
Hal
ini bukan tanpa alasan. Kapasitas Tagore sebagai Ketua KP3 ALA Pusat
membuat elit politik Aceh kebakaran jenggot. Mereka takut ketika Tagore
melenggang ke Senayan, maka peluang ALA menjadi provinsi kian terbuka
lebar. Karena Tagore akan memiliki resonansi yang lebih luas dalam
memperjuangkan ALA.
Sikap
paranoid elit (Golkar) Aceh ini adalah mentalitas purba. Mentalitas
para pecundang yang tak elok, dan lebih jauh lagi memperlihatkan nalar
kekuasaan yang impoten. Kalau elit Golkar Aceh punya keberanian politik,
maka berkompetensilah secara sehat bukan dengan cara politik tumpas
kelor.
Dari
sudut internal Golkar Aceh, keputusan ini juga hanya memperlihatkan
nalar tumpul elit Golkar Aceh. Mengingat Tagore adalah tokoh Golkar
wilayah tengah yang reputasi dan kontribusinya untuk Golkar tak perlu di
ragukan lagi. Seharusnya, dengan majunya mantan bupati Bener Meriah
ini, elit DPD Golkar Aceh harus memback-up secara penuh karena
berpotensi mendulang suara bagi Golkar, bukan malah di rintangi
Kepentingan Primordial/Rasis.
Namun
itulah kepentingan (primordial/rasis), akan dengan mudah menerabas
nalar dan memperkosa nurani. Rasionalitas di jungkirbalikkan dengan
irasionalitas, tujuanya hanya satu; yakni bagaimana Gayo tetap tiarap
dalam “ketiak” kekuasaan Aceh (pesisir) yang penuh dengan bau busuk
arogansi dan dominasi.
Persoalan
ini seyogianya semakin menyadarkan orang Gayo bahwa konflik nilai yang
sudah berurat akar ini hanya akan menemui harmoninya ketika Gayo sudah
mandiri dalam provinsi sendiri. Selagi Gayo masih bernaung dalam
provinsi Aceh, maka selama itu pula tindakan rasis dan diskriminasi akan
selalu mewarnai hubungan Gayo dan Aceh (pesisir).
Konflik
kepentingan Pemerintah Aceh (Partai Aceh) dengan Jakarta hari ini
mestinya bisa dijadikan peluang oleh elit Gayo untuk melakukan
bargaining politik dalam pembentukan provinsi ALA. Posisi tawar Gayo
hari ini sangat baik di mata Jakarta. Tinggal bagaimana membangun
strategi dan taktik untuk menyakinkan Presiden SBY.
Juga yang tak kalah urgen untuk mendapatkan perhatian serius dari pejuang ALA saat ini adalah membangun mind set yang
sama soal landasan pemekaran ALA ini dari Aceh. Sehingga persepsi
sebagaian masyarakat bahwa perjuangan ALA hanya untuk kepentingan
orang-perorang dan elit politik bisa diluruskan.
Konspirasi Pembusukan
Karena ada indikasi, kekacauan mind set
sebagaian masyarakat Gayo terhadap perjuangan ALA ini disebabkan oleh
adanya konspirasi pembusukan sesama orang Gayo oleh elit Aceh.
Konspirasi model “kolone kelima” ini adalah lewat propaganda dan
wacana-wacana agitatif yang disusupkan secara sistematik ke dalam mind
set sebagaian orang Gayo. Sehingga mereka hanya memahami perjuangan ALA
ini sebagai kepentingan elit politik.
Nalar
dan sukma mereka pun menjadi tandus melihat penindasan demi penindasan
yang dilakukan oleh Aceh (pesisir) terhadap Gayo. Hal ini bisa di kikis
ketika ada injeksi kesadaran yang dilakukan secara kontinyu ke segenap
lapisan massa-rakyat, bahwa pemekaran provinsi ALA itu adalah ikhtiar
kemanusiaan dalam memartabatkan kemanusiaan orang Gayo yang pelan tapi
pasti di “bonsai” oleh Aceh (pesisir).
Kembali
kepada persoalan Tagore di atas, inilah saatnya bagi elit Golkar
wilayah Tengah untuk duduk semeja, membangun dialog yang jujur.
Sampaikan kepada DPP Golkar persoalan ini dengan komunikasi yang jujur.
Karena DPP pun tahu, bahwa basis Golkar di Aceh ada di dataran tinggi
Gayo dan Barat-Selatan, bukan di Pidie atau di Aceh Utara. Tindakan
“harakiri politik” elit Golkar Aceh ini tentunya tidak akan dipahamai
oleh DPP tanpa ada komunikasi yang di bangun secara intens oleh elit
Golkar wilayah Tengah dengan pengurus DPP Golkar.
Sekali
lagi, kalau ada masyarakat Gayo yang masih menyerahkan dirinya dalam
jebakkan konspirasi penuh pembusukan elit Aceh, maka selama itu pula
martabat orang Gayo tetap di bonsai. Maka, bulatkan tekad dan satukan
langkah menuju Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA).
Tulisan ini sudah pernah di muat di situs berita Lintas Gayo.com
No comments:
Post a Comment