Konspirasi Asing ‘Membunuh Indonesia’?
Oleh : Win Wan Nur*
JUM’AT tanggal 26 April 2013, penulis diundang ke untuk mengikuti acara bedah buku di Hall Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Buku yang dibedah dalam acara ini adalah
sebuah buku dengan judul dan isi yang sangat provokatif ‘Membunuh
Indonesia’. Karangan dari tiga orang penulis, Abhisam DM, Hasriadi Ary
dan Miranda Harlan.
Dalam buku ini, ketiga penulis
menguraikan dengan data-data. Bagaimana industri Indonesia dikepung oleh
kekuatan global untuk dimatikan, dengan cara menggunakan berbagai
kekuatan dan lobby luar. Mulai dari industri kelapa, gula, garam, sampai
jamu yang terjerembab akibat kampanye negara-negara maju yang mengusung
motif ‘mulia’ kesehatan. Caranya dengan mendanai berbagai penelitian
untuk mengkampanyekan bahaya produk-produk Indonesia tersebut kemudian
menggandeng WHO untuk memberikan fatwa larangan. Terutama sekali yang
disoroti oleh ketiga penulis buku ini adalah diserangnya industri rokok
kretek Indonesia oleh kekuatan global. Sementara menurut buku ini,
Industri rokok kretek adalah industri Indonesia paling tahan banting.
Buku yang pada prolog-nya diisi komentar
dari Noe, vokalis band asal Jogja “Letto” dan budayawan Mohammad Sobary
ini, pada intinya menolak rancangan undang-undang yang berpotensi
mematikan industri rokok kretek dalam negeri. Berbagai argumen
disampaikan dalam buku ini, yang ujung-ujungnya menyimpulkan, bahwa itu
semua adalah konspirasi asing yang ingin melumpuhkan Indonesia dan ingin
Indonesia selalu miskin.
Acara bedah buku ini menghadirkan tiga
orang nara sumber. Bilven Gultom dari GORI, sebuah LSM yang bergerak di
bidang kemandirian bangsa. Lalu ada dua orang dosen dari Universitas
Udayana, masing-masing bapak I Putu Gede Suwetha yang menyoroti dari
sisi budaya dan seorang lagi Bapak I Dewa Gede Palguna, mantan Hakim
Konstitusi yang menyoroti masalah yang dibahas buku ini dari segi
politik ekonomi.
Ketiga nara sumber ini secara garis
besar mengamini argumen yang dipaparkan ketiga penulis buku ini. Serta
mengecam kapitalisme dan pasar bebas.
Bilven misalnya, narasumber ini
menyoroti bagaimana konspirasi Global telah membunuh industri minyak
kelapa dengan propaganda kandungan kolesterol dalam minyak kelapa, yang
sebenarnya disponsori oleh asosiasi petani kedelai Amerika agar pasar
dunia menghindari minyak kelapa dan terutama sekali Bilven menyoroti
konspirasi global untuk menghancurkan industri rokok kretek nasional
dengan cara membesar-besarkan isu bahaya rokok, dan bagaimana perusahaan
rokok dunia mengambil alih beberapa perusahaan besar produsen rokok
kretek nasional.
I Putu Gede Suwetha sepakat dengan isi
buku ini dan menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami multi krisis, karena
kurangnya rasa kebangsaan, birokrasi korup yang patrimonial yang
merupakan warisan Belanda serta pengaruh asing yang masih mencengkeram.
Dr. I Dewa Gede Palguna mengutip ucapan
Susan George penulis buku “Republik Pasar Bebas” dan John Perkins
penulis buku “Confession of the Hitman”. Di mana buku pertama
mengisahkan sisi “beradab” upaya menciptakan pasar, melalui gagasan
intelektual, mendidik mahasiswa terbaik dari negeri yang disasar dengan
pemberian beasiswa (ingat kisah Mafia Berkeley), sedangkan COnfession
menuturkan cara-cara kotornya, termasuk pemalsuan laporan keuangan
sampai rekayasa hasil pemilihan umum untuk memenangkan kandidat yang
disukai sang asing.
Apa yang dibahas dalam buku ini dan juga
ketiga nara sumber ini memang masuk akal. Tapi tampaknya keliru kalau
kita langsung menelan mentah-mentah apa yang disampaikan buku ini tanpa
sikap kritis sama sekali. Karena, setelah penulis membaca buku ini.
Penulis menemukan ada banyak sekali kontradiksi dalam argumennya.
Misalnya soal penghancuran industri kretek melalui undang-undang untuk
memberi jalan pada masuknya rokok putih, ditambah argumen selanjutnya
bahkan asing tidak puas dengan itu mereka juga mengakuisisi pabrik rokok
besar di Indonesia. Bentoel oleh BAT dan Sampoerna oleh Philip Morris.
Ini adalah argumen yang tidak logis,
karena kalau memang asing berniat menghancurkan industri kretek
Indonesia, kenapa mereka malah mengakuisisi dan mendapat untung besar
dari sana. Bahkan, merk asing seperti Dunhill-pun untuk bisa diterima di
pasar Indonesia terpaksa memproduksi kretek?
Kejanggalan lain adalah tentang
hancurnya industri kopra yang disebut oleh penulis buku ini dan diamini
oleh Bilven sebagai hasil dari kampanye hitam produsen minyak kedelai
Amerika. Memang benar, kampanye itu ada tapi kenyataannya, yang
menghancurkan industri kopra adalah industri kelapa sawit di mana
Indonesia adalah juara dunia.
Dalam diskusi ini, meskipun penulis
sependapat dengan beberapa argumen dalam buku ini, tapi penulis mengajak
pembaca buku ini dan terutama yang hadir di acara bedah buku ini untuk
berpikir kritis dan tidak menerima mentah-mentah semua isi buku
tersebut. Karena bukan tidak mungkin buku pun sebenarnya merupakan
propaganda dari sebuah persaingan bisnis. Dari semuanya, penulis paling
tidak setuju kalau semua keterpurukan Indonesia ini dilimpahkan ke
asing.
Alasannya?. Benar asing berusaha
menguasai kita dengan segala cara, karena memang begitulah hidup. Hidup
ini adalah perjuangan. Hanya segelintir orang yang sudah tidak lagi
memikirkan dunia yang dengan mudah memberikan apa yang mereka punya.
Sisanya kita harus berjuang habis-habisan, untuk mendapatkan apa yang
kita inginkan.
Kalau kita kaitkan dengan konteks Gayo
sekarang. Benar, saat ini Gayo sekarang dijajah oleh Aceh dalam segala
segi kehidupan. Mulai dari ekonomi, sosial dan budaya. Tapi kenapa Gayo
bisa dijajah sedemikian, itu adalah karena kita orang Gayo memang
membiarkan Aceh menjajah kita dan kita tidak benar-benar berjuang untuk
melepaskan diri dari penjajahan mereka.
Pasar bebas dan Kapitalisme hampir tak
mungkin kita hindari. Yang bisa kita lakukan hanyalah melihatnya sebagai
tekanan, atau melihatnya sebagai peluang. Kalau selama ini kita
terpuruk, itu karena menganggapnya sebagai tekanan. Sementara bagi yang
menganggap pasar bebas sebagai peluang. Mereka akan menyiapkan diri dan
benar-benar melaju karena bisa mengambil manfaatnya, contohnya tetangga
mungil kita Malaysia.
Dan kenapa Indonesia terus terpuruk
dalam persaingan global sekarang ini. Banyak ahli mengatakan itu terjadi
karena pendidikan kita yang menekankan kemampuan menghafal dan tidak
memberi ruang kepada anak-anak kita untuk mengasah logika. Sehingga
akibatnya meskipun kita kaya sumber daya alam tapi kita sangat lemah di
sisi sumber daya manusia. Dan inilah yang membuat kita mudah
dipermainkan lawan, bahkan lawan yang cuma selevel Malaysia dan
Singapura.
Dan pada akhir diskusi. Salah seorang nara sumber, Dr. I Gede Dewa Palaguna mengatakan sepakat dengan penulis.
*Analis sosial politik, tinggal di Jakarta
No comments:
Post a Comment