Pemerintah pusat jangan ragu menerbitkan PERPU tentang
Pemekaran/Pembentukan Provinsi ALA/ Karena ALA adalah solusi mempercepat
pembangunan di wilayah tengah Gayo, 23/4/2013.
Berdasarkan kajian ilmiah oleh Lembaga Center of Regional Autonomy
and Studies (CRAIS) tahun 2003, menggambarkan bahwa ada 7 kriteria yang
harus terpenuhi untuk pemekaran suatu daerah. Ketujuh kriteria tersebut
antara lain, kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas daerah, jumlah
penduduk, sosial budaya, politik dan lain-lain.
Secara umum pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara memiliki dasar
hukum yg sah, yaitu Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah
Daerah. Dalam UU tersebut pada BAB III pasal 3 menjelaskan, syarat
pembentukan daerah harus memenuhi 7 kriteria, 19 indikator dan 43 sub
indikator.
Kemudian UU tersebut dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 129
Tahun 2000 tentang syarat pembentukan dan kriteria pemekaran,
penghapusan dan penggabungan daerah. Secara spesifik dalam peraturan
(PP) tersebut menjelaskan, bahwa pemekaran daerah harus mencapai syarat
yang telah ditentukan secara objektif. Penilaian objektif yang dimaksud
yakni ambang batas kelulusan untuk pemekaran suatu daerah 2.280.
Kalau kita lihat skor nilai calon Provinsi Aceh Leuser Antara sudah
melebihi ambang batas kelulusan, yakni 2.355. Sedangkan Provinsi Aceh
sebagai provinsi induk, jumlah nilainya 2.380. Dari angka tersebut dapat
disimpulkan bahwa Aceh sebagai provinsi induk dan ALA sebagai calon
provinsi, memiliki nilai diambang batas kelulusan. Angka-angka tersebut
merupakan perhitungan kuantitatif sebagai gambaran ilmiah untuk
menentukan kelayakan pembentukan provinsi baru.
Selanjutnya UU No. 22/1999 direvisi, sehingga lahirlah Undang-Undang
No. 32/2004 yang menjadi pedoman yang normatif untuk melihat kemampuan
suatu daerah untuk dimekarkan. Berdasarkan aturan tentang
pemekaran/pembentukan suatu daerah, maka sudah selayaknya Aceh dibentuk 2
provinsi.
Sebenarnya keinginan membentuk daerah otonom yakni provinsi ALA,
merupakan murni aspirasi masyarakat wilayah tengah. Apalagi ide
mendirikan provinsi baru ditinjau dari aspek sejarah, sudah digarap
semenjak tahun 1958 yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh diwilayah tengah
masa itu. Semangat untuk melahirkan Provinsi baru tidak pernah sunyi.
Semua pihak terus bergerak untuk tujuan mempercepat kemakmuran
masyarakat yang berada di wilayah tengah.
Upaya-upaya yang telah dilakukan, seperti pertemuan dengan Mendagri
RI dan Menkopolsoskam di Jakarta (Mei 2001), pertemuan dengan Komisi II
DPR-RI (Juni 2001), Penyerahan Draf Konsep Pembentukan Provinsi ALA
kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di Aceh Tengah tahun 2003, ketika
itu beliau menjabat sebagai Menkopolhukam RI.
Kemudian pertemuan dengan Deputi Politik Wapres di kantor Wapres
Jakarta, Pertemuan dengan Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI di
Cilangkap, Pertemuan Brastagi, Kongres ALA di Kutacane (Mei 2005) dan
terakhir Seminar Sehari 12 Januari 2013 tentang Qanun Wali Nanggroe dan
ALA di Medan.
Namun sampai hari ini cita-cita masyarakat 6 kabupaten ingin
membentuk Provinsi Aceh Leuser Antara belum juga terwujud. Nampaknya ada
nuansa politik yang tidak kita fahami terkait Aceh, sehingga sampai
hari ini pemerintah pusat belum menerbitkan Undang-undang Tentang
Pemekaran/Pembentukan Provinsi ALA. Hanya saja kami tidak ingin
dianalogikan kedalam sebuah permainan catur, seolah-olah kami ini
seperti bidak catur yang dipaksa untuk tidak boleh menentukan sikap
sendiri.
Aceh dahulunya juga termasuk salahsatu daerah yang tertinggal,
dibanding dengan daerah lainnya di Indonesia. Tetapi dengan didorong
oleh semangat dan keinginan yg luhur dari rakyat Aceh, sehingga
pemerintah pusat melahirkan Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1956 Tentang
Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh menggantikan UU No. 5 Tahun
1950.
Provinsi Aceh meliputi 8 kabupaten. Yakni kabupaten Aceh Besar,
Pidie, Aceh-Tengah, Aceh-Utara, Aceh-Timur, Aceh-Barat, Aceh-Selatan dan
Kota Besar-Kutaraja dan dipisahkan dari daerah otonom Provinsi
Sumatera-Utara. Artinya Aceh diberikan keleluasaan untuk berhak mengatur
dan mengurus rumah-tangganya sendiri, dengan tujuan supaya daerah Aceh
dapat mengejar ketertinggalan pembangunan disemua sektor.
Pesatnya pertumbuhan pembangunan Provinsi Aceh sekarang ini,
seharusnya dapat menjadi tolok ukur efek dari sebuah pemekaran daerah.
Coba bayangkan kalau sekiranya Aceh sampai hari ini masih dibawah
pemerintahan Sumatera Utara. Ditambah lagi Aceh selama kurun waktu 47
tahun, sudah membentuk daerah otonom sebanyak 15 kabupaten/kota, yang
semula hanya 8 kabupaten dan sekarang sudah mencapai 23 kabupaten/kota.
Semestinya dengan pemekaran beberapa kabupaten di provinsi Aceh,
dapat menjadi gambaran positif bagi pemerintah Aceh dan pemerintah
pusat. Artinya bahwa, pemekaran provinsi ALA semata guna mempercepat
pembangunan diwilayah tengah. Melihat kondisi Aceh hari ini, sangat
tidak logis satu orang Gubernur mengendalikan 23 kabupaten/kota di Aceh.
Berdasarkan kondisional, maka Aceh sudah layak dibelah menjadi dua
provinsi, sebagai solusi yang bijak.
Oleh: Zuhri Syafriwan, AB
No comments:
Post a Comment