GAYO Nusantara

" Muslim Itu Bersaudara "

Friday, May 24, 2013

Kondisi pertanian Aceh abad 16 dari kacamata penjelajah Eropa



Kondisi pertanian Aceh abad 16 dari kacamata penjelajah Eropa

Kamis, 23 Mei 2013 11:20 WIB
BOY NASHRUDDIN AGUS | Foto : Ilustrasi

ORANG Aceh dikenal angkuh dan enggan menjadi petani kendati alam Aceh begitu subur sehingga ribuan hektar tanah terbengkalai begitu saja. Setidaknya inilah yang dicatat oleh Beaulieu, seorang pelayar dari Prancis yang datang ke Aceh seperti yang ditulis oleh Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh; Zaman Sultan Iskandar Muda.
“Tanahnya baik sekali, dapat menghasilkan segala macam padi-padian dan buah-buahan, ada rerumputan yang bagus sekali, tempat merumput banyak kerbau yang dipakai mengolah (membajak) tanah, menarik bajak dan muatan,” kata Beaulieu.
Masih dalam catatan Denys Lombard, Beaulieu mengatakan di Aceh biri-biri (domba) tidak begitu cocok hidup di alam Aceh namun sangat bagus untuk sapi, kuda serta unggas. Pelaut-pelaut berjiwa petani yang datang dari Benua Eropa kesal melihat tanah itu tidak digarap. “Yang mereka tanam hanyalah padi… dan hanya sedikit sayuran…”
“They plowe the ground with baffles of which there are great plenties but with small skill and less diligence.”
Menurut penjelajah Eropa di abad ke 16, orang-orang Aceh kerap menyewa budak untuk mengurusi lahan mereka. Namun tidak semua orang Aceh yang malas. Ada sebagian petani yang menanam padi. Jumlahnya sangat sedikit dan hasil sawahnya hanya dimakan untuk sendiri dan lebih bergantung pada hewan piaraannya. Terutama ayam dan itik yang telurnya kerap dijual ke kota.
“Daerah ibu kotanya tak cukup pertaniannya untuk member makan kepada penduduknya sehingga sebagian besar berasnya datang dari luar,” ujar Beaulieu.
Sultan Aceh, kata Beaulieu, harus memikirkan dua hal yaitu impor beras ke pusat kota dan bagaimana caranya budak-budak kerajaan tetap menanam padi di daerah sekitarnya. Kedua hal ini menjadi kewajiban yang harus dipikirkan sultan guna stabilitas politik di dalam negeri. Jika dua hal tersebut tidak terkontrol dengan baik maka akan berdampak pada kemarau dan bencana kelaparan.
Bencana kelaparan ini pernah diderita masyarakat Aceh di masa Sultan ‘Ali Riayat Syah sekitar tahun 1605 seperti yang dinukilkan Nuruddin dalam Bustanussalatin. Bencana tersebut tidak berlaku di masa Sultan Iskandar Muda yang berhasil memberikan kemakmuran kepada rakyatnya.
Semua penjelajah Eropa sama-sama menegaskan bahwa beras di Aceh jarang dan mahal. Lancaster, penjelajah dari Inggris salah satunya yang datang ke Aceh pada tahun 1602. “Rice is brought from other places, it is a good merchandise and is sold by the bambue six or seven bambues for nine pence,” kata Lancaster seperti dikutip Denys Lombard.
Kekurangan pangan di ibu kota juga terjadi 20 tahun sesudah kedatangan Lancaster ke Aceh. Beaulieu mencatat bahwa beras saat itu didatangkan dari Pedir yang menjadi lumbung Aceh dan dari Daya sama sekali tidak mencukupi kebutuhan ibukota. Beras turut diimpor dari Semenanjung untuk kebutuhan pangan di ibu kota.
Penjelajah dari Eropa memanfaatkan situasi tersebut dengan membawa beras yang nilainya tinggi. Mereka juga turut membawa budak-budak dari Koromandel untuk menanam padi. Budak-budak yang dibawa Inggris dan Denmark tersebut kemudian memperkenalkan jenis pertanian kepada orang Aceh. Namun padi yang mereka tanam sesudahnya masih belum mencukupi kebutuhan ibukota serta terpaksa mengimpor dari luar negeri.[] sumber : Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda karangan Denys Lombard
Unknown di Friday, May 24, 2013 No comments:
Share

Menyoal Muslihat Culas Elit Golkar Aceh


Games KompasKarier PasangIklan 
 

Muhamad Hamka

Jadikan Teman | Kirim Pesan
"Yang tertulis akan abadi"

Menyoal Muslihat Culas Elit Golkar Aceh OPINI | 20 April 2013

Muslihat culas kembali dilakonkan elit partai Golkar Aceh. Gagalnya Tagore Abu Bakar menjadi caleg DPR RI yang disebabkan oleh sikap paranoid elit DPD Golkar Provinsi Aceh, semakin menegaskan bahwa Gayo bukan di posisikan sebagai saudara oleh Aceh. Tapi tak lebih sebagai lawan yang harus di binasa dengan cara apapun.
Hal ini bukan tanpa alasan. Kapasitas Tagore sebagai Ketua KP3 ALA Pusat membuat elit politik Aceh kebakaran jenggot. Mereka takut ketika Tagore melenggang ke Senayan, maka peluang ALA menjadi provinsi kian terbuka lebar. Karena Tagore akan memiliki resonansi yang lebih luas dalam memperjuangkan ALA.
Sikap paranoid elit (Golkar) Aceh ini adalah mentalitas purba. Mentalitas para pecundang yang tak elok, dan lebih jauh lagi memperlihatkan nalar kekuasaan yang impoten. Kalau elit Golkar Aceh punya keberanian politik, maka berkompetensilah secara sehat bukan dengan cara politik tumpas kelor.
Dari sudut internal Golkar Aceh, keputusan ini juga hanya memperlihatkan nalar tumpul elit Golkar Aceh. Mengingat Tagore adalah tokoh Golkar wilayah tengah yang reputasi dan kontribusinya untuk Golkar tak perlu di ragukan lagi. Seharusnya, dengan majunya mantan bupati Bener Meriah ini, elit DPD Golkar Aceh harus memback-up secara penuh karena berpotensi mendulang suara bagi Golkar, bukan malah di rintangi
Kepentingan Primordial/Rasis.
Namun itulah kepentingan (primordial/rasis), akan dengan mudah menerabas nalar dan memperkosa nurani. Rasionalitas di jungkirbalikkan dengan irasionalitas, tujuanya hanya satu; yakni bagaimana Gayo tetap tiarap dalam “ketiak” kekuasaan Aceh (pesisir) yang penuh dengan bau busuk arogansi dan dominasi.
Persoalan ini seyogianya semakin menyadarkan orang Gayo bahwa konflik nilai yang sudah berurat akar ini hanya akan menemui harmoninya ketika Gayo sudah mandiri dalam provinsi sendiri. Selagi Gayo masih bernaung dalam provinsi Aceh, maka selama itu pula tindakan rasis dan diskriminasi akan selalu mewarnai hubungan Gayo dan Aceh (pesisir).
Konflik kepentingan Pemerintah Aceh (Partai Aceh) dengan Jakarta hari ini mestinya bisa dijadikan peluang oleh elit Gayo untuk melakukan bargaining politik dalam pembentukan provinsi ALA. Posisi tawar Gayo hari ini sangat baik di mata Jakarta. Tinggal bagaimana membangun strategi dan taktik untuk menyakinkan Presiden SBY.
Juga yang tak kalah urgen untuk mendapatkan perhatian serius dari pejuang ALA saat ini adalah membangun mind set yang sama soal landasan pemekaran ALA ini dari Aceh. Sehingga persepsi sebagaian masyarakat bahwa perjuangan ALA hanya untuk kepentingan orang-perorang dan elit politik bisa diluruskan.
Konspirasi Pembusukan
Karena ada indikasi, kekacauan mind set sebagaian masyarakat Gayo terhadap perjuangan ALA ini disebabkan oleh adanya konspirasi pembusukan sesama orang Gayo oleh elit Aceh. Konspirasi model “kolone kelima” ini adalah lewat propaganda dan wacana-wacana agitatif yang disusupkan secara sistematik ke dalam mind set sebagaian orang Gayo. Sehingga mereka hanya memahami perjuangan ALA ini sebagai kepentingan elit politik.
Nalar dan sukma mereka pun menjadi tandus melihat penindasan demi penindasan yang dilakukan oleh Aceh (pesisir) terhadap Gayo. Hal ini bisa di kikis ketika ada injeksi kesadaran yang dilakukan secara kontinyu ke segenap lapisan massa-rakyat, bahwa pemekaran provinsi ALA itu adalah ikhtiar kemanusiaan dalam memartabatkan kemanusiaan orang Gayo yang pelan tapi pasti di “bonsai” oleh Aceh (pesisir).
Kembali kepada persoalan Tagore di atas, inilah saatnya bagi elit Golkar wilayah Tengah untuk duduk semeja, membangun dialog yang jujur. Sampaikan kepada DPP Golkar persoalan ini dengan komunikasi yang jujur. Karena DPP pun tahu, bahwa basis Golkar di Aceh ada di dataran tinggi Gayo dan Barat-Selatan, bukan di Pidie atau di Aceh Utara. Tindakan “harakiri politik” elit Golkar Aceh ini tentunya tidak akan dipahamai oleh DPP tanpa ada komunikasi yang di bangun secara intens oleh elit Golkar wilayah Tengah dengan pengurus DPP Golkar.
Sekali lagi, kalau ada masyarakat Gayo yang masih menyerahkan dirinya dalam jebakkan konspirasi penuh pembusukan elit Aceh, maka selama itu pula martabat orang Gayo tetap di bonsai. Maka, bulatkan tekad dan satukan langkah menuju Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA).
Tulisan ini sudah pernah di muat di situs berita Lintas Gayo.com
Unknown di Friday, May 24, 2013 No comments:
Share

Kopi Gayo Disukai Konsumen Eropa dan Amerika

Jumat, 17 Mei 2013 | 00:19

Kopi Gayo Disukai Konsumen Eropa dan Amerika

Ilustrasi kopi.
Ilustrasi biji kopi.
Ilustrasi kopi. (sumber: AFP)
Banda Aceh - Komoditas perkebunan kopi arabika asal dataran tinggi "Tanah Gayo" ternyata banyak disukai oleh kalangan konsumen di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Asia.
Menurut Wakil Bupati Aceh Tengah, Khairul Asmara, kecintaan konsumen asing terhadap kopi Gayo menjadi bukti bahwa produk kopi ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
"Dari uji cita rasa, kopi arabica 'Gayo' memiliki peringkat premium, dan saat ini telah di ekspor ke 17 negara di Eropa, selanjutnya Amerika Serikat dan sebagian negara-negara kawasan Asia," katanya di Takengon, Kamis.
Melalui Kabag Humas dan Protokol Sekdakab Aceh Tengah Mustafa Kamal saat menjamu peserta "Coffee Tour" dari Eropa yang difasilitasi oleh Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Wakil Bupati optimistis, pasar kopi arabika yang dihasilkan petani daerahnya terus membaik dimasa mendatang.
Dalam kesempatan tersebut, Wakul Bupati juga menjelaskan tentang kondisi perkebunan dan para petani kopi di Aceh Tengah kepada para peserta.
Hingga saat ini, lanjut Khairul, luas lahan kopi arabika Aceh Tengah mencapai 48.300 hektare, dengan rata-rata produksi 720 kg/hektare.
"Melalui sertifikat indikasi geografis pada 2010 itu semakin menguatkan merek kopi arabica Gayo berdasarkan daerah asal produk," katanya.
Sementara itu, konsultan YEL Medan Frey Regina mengatakan kedatangan mereka ke Aceh Tengah untuk melihat langsung kondisi tanaman kopi dan kawasan hutan daerah berhawa sejuk itu.
Selain itu pihak, YEL turut juga menyosialisasikan misi dalam rangka konservasi hutan dan pengembangan kopi, termasuk di kabupaten Aceh Tengah.
"YEL bergerak di bidang konservasi hutan, melindungi flora dan fauna dari kepunahan sekaligus memberdayakan para petani, termasuk petani kopi di Aceh Tengah agar mereka lebih fokus kepada pertanian organik," pungkasnya.
Penulis: Feriawan Hidayat/FER
Sumber:ANT
Unknown di Friday, May 24, 2013 No comments:
Share

PDIP Aceh: Tidak Perlu Referendum Bendera Aceh



Jumat, 24 Mei 2013


PDIP Aceh: Tidak Perlu Referendum Bendera Aceh

Lambang bendera Aceh yang mirip Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Lambang bendera Aceh yang mirip Gerakan Aceh Merdeka (GAM) (sumber: Antara)
Banda Aceh – Pembahasan qanun atau peraturan daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terkait lambang bendera yang mirip Gerakan Aceh Merdeka (GAM) belum menemui titik temu. Bahkan, rakyat Aceh mengancam akan melakukan referendum bila pemerintah pusat tak juga menyetujui bendera tersebut.
“Sebenarnya tidak perlu ada referenfdum, begitu ada referendum untuk bendera, maka efeknya lebih luas,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Karimun Usman kepada wartawan di Banda Aceh, NAD, Kamis (23/5).
Dia berpendapat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus bersikap tegas terkait masalah bendera Aceh. Apalagi pada pemilihan presiden (pilpres) 2009 lalu, SBY mendapat dukungan 93 persen rakyat Aceh. “Solusinya ada di SBY. Jangan lupa, SBY itu dipilih 93 persen rakyat Aceh. Saya harap SBY yang tega selesaikan,” ujarnya.
Secara pribadi dia menuturkan, bendera Aceh bukanlah deklarasi untuk perang. “Bendera ini menurut saya pribadi bukan deklarasi akan perang. Tapi wujud perjanjian Helsinski, bendera ini perekat. Karena di Aceh ada keistimewaan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, secara hukum, qanun dan bendera merupakan perintah dari UU Aceh. “Qanun ini dibuat dan disepakati DPR Aceh dan Pemerintah Aceh. Keputusan DPR Aceh dan Pemerintah Aceh harus dihormati kalau kita hidup di dalam demokrasi. Kenapa setelah baru disepakati baru jadi polemik,” tukasnya.
Sedangkan Pimpinan Simpang Lima Center, Kamaruddin Hasan mengatakan, bendera Aceh sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. “Semua daerah punya bendera. Hanya saja yang tidak disukai rakyat Aceh karena memang warna dan lambangnya mirip dengan Partai Aceh,” kata Hasan.
Dia mengaku setuju dengan adanya bendera Aceh. “Kita setuju tapi jangan seperti yang sekarang benderanya,” tandasnya.

Penulis: C-6/AF
Sumber:Suara Pembaruan
Unknown di Friday, May 24, 2013 No comments:
Share
‹
›
Home
View web version

Edy Linethink.Jr

Unknown
View my complete profile
Powered by Blogger.